Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Impor Beras Dikecam

Kompas.com - 07/05/2014, 19:57 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Pemerintah merencanakan impor beras. Langkah ini dilakukan apabila pengadaan Perum Bulog tak memenuhi target stok akhir tahun beras nasional 2 juta ton. Namun, langkah ini dikecam karena menunjukkan pemerintah tidak mengandalkan pengadaan dalam negeri.

Guru Beras Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Ahmad Erani Yustika ketika dihubungi di Malang, Selasa (6/5/2014), mengatakan, saat mengetahui kekurangan, pemerintah melalui Perum Bulog harus berusaha keras melakukan pengadaan.

”Saya selalu melihat di setiap impor beras selalu ada aspek-aspek cari untung dalam prosesnya. Langkah seperti ini yang mengganggu petani,” kata Erani.

Ia berharap Kementerian Pertanian membuktikan bahwa laporan surplus beras selama ini terbukti di lapangan sehingga pemerintah tidak perlu mengimpor beras.

”Saya yakin di pasar masih banyak beras sehingga kabar rencana impor ini bisa memunculkan spekulasi. Kita harus berhati- hati dengan rencana impor. Menurut saya, saat ini ide impor terlalu dini dan membahayakan,” katanya.

Menurut Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Sumber Daya Hayati Kementerian Koordinator Perekonomian Diah Maulida di Jakarta, pada akhir Juni 2014 pemerintah akan melihat perkembangannya. Langkah ini untuk memastikan stok milik pemerintah pada akhir tahun 2014 yang bisa mencapai 2 juta ton.

”Kalau tidak mencapai jumlah itu harus dilakukan pengadaan beras dari luar negeri,” katanya. Lebih lanjut, Diah mengatakan, pemerintah juga tengah mengusulkan perlunya Perum Bulog mempunyai stok beras premium, tidak hanya medium.

Profesor riset pada Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian, sekaligus pengamat perberasan, Husein Sawit, mengatakan, beras premium sejak beberapa tahun terakhir menjadi penentu kenaikan harga beras yang memicu inflasi.

”Kalau harga beras premium naik, segera akan menyeret naik harga beras kualitas medium,” katanya.

Husein mengatakan, dalam sejarah perberasan Indonesia tak pernah ada kenaikan produksi beras yang stabil 5 persen lebih dari tiga tahun berturut-turut. Begitu pula pengadaan beras Bulog juga tidak bisa di atas 3,5 juta ton selama lebih dari tiga tahun berturut-turut.

Diah mengatakan, dalam rapat tingkat menteri di Menko Perekonomian pada 29 April 2014, terungkap bahwa pengadaan beras Bulog tahun ini baru 700.000 ton. Hal itu lebih rendah daripada periode sama tahun lalu yang mencapai 1 juta ton. ”Tetapi, harga mulai turun,” katanya.

Penyebab rendahnya pengadaan beras Bulog akibat terjadi pergeseran panen padi di musim hujan.

Di beberapa kabupaten sentra produksi beras di Jawa, pengadaan beras sudah mulai turun. Padahal, dalam kondisi panen musim hujan, petani biasanya menjual semua hasil panen mereka karena berasumsi musim tanam kedua sudah dekat. Kalaupun menyimpan beras, hanya untuk keperluan tiga bulan ke depan.

Kementerian Pertanian, kata Diah, juga sudah merevisi target produksi padi nasional lebih rendah. Bila sebelumnya target produksi ditetapkan 76 juta ton gabah kering giling (GKG), sekarang menjadi 73 juta ton GKG.

Data Kementerian Pertanian menunjukkan, serangan hama wereng batang cokelat terjadi secara meluas di 22 provinsi.

Luas pertanaman padi yang terserang hama tersebut mencapai 39.971 hektar. Dari luasan tersebut, serangan wereng batang cokelat mayoritas di Pulau Jawa sebagai sentra produksi beras nasional adalah 35.470 hektar. (MAS/MAR)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Hari Buruh dan Refleksi Ketimpangan Gender

Hari Buruh dan Refleksi Ketimpangan Gender

Whats New
Punya Aset Rp 224,66 Triliun, LPS Siap Jamin Klaim Simpanan Bank Tutup

Punya Aset Rp 224,66 Triliun, LPS Siap Jamin Klaim Simpanan Bank Tutup

Whats New
Tak Lagi Khawatir Lupa Bawa Uang Tunai Berbelanja di Kawasan Wisata Samosir

Tak Lagi Khawatir Lupa Bawa Uang Tunai Berbelanja di Kawasan Wisata Samosir

Whats New
Info Limit Tarik Tunai BCA Sesuai Jenis Kartu ATM Lengkap

Info Limit Tarik Tunai BCA Sesuai Jenis Kartu ATM Lengkap

Spend Smart
3 Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu BCA, Penting saat Lupa Bawa di ATM

3 Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu BCA, Penting saat Lupa Bawa di ATM

Earn Smart
[POPULER MONEY] Serikat Pekerja Tuntut Naik Upah, Menaker Balik Tuntut Kenaikan Kompetensi | Luhut Janji Microsoft Tak Akan Menyesal Investasi Rp 27,6 Triliun di Indonesia

[POPULER MONEY] Serikat Pekerja Tuntut Naik Upah, Menaker Balik Tuntut Kenaikan Kompetensi | Luhut Janji Microsoft Tak Akan Menyesal Investasi Rp 27,6 Triliun di Indonesia

Whats New
Cara Bayar Tagihan FIF di ATM BCA, BRI, BNI, Mandiri, dan BTN

Cara Bayar Tagihan FIF di ATM BCA, BRI, BNI, Mandiri, dan BTN

Spend Smart
Bank Mandiri Tegaskan Tetap Jadi Pemegang Saham Terbesar BSI

Bank Mandiri Tegaskan Tetap Jadi Pemegang Saham Terbesar BSI

Whats New
Cek Jadwal Pembagian Dividen Astra Otoparts

Cek Jadwal Pembagian Dividen Astra Otoparts

Whats New
Syarat Ganti Kartu ATM Mandiri di CS Machine dan Caranya

Syarat Ganti Kartu ATM Mandiri di CS Machine dan Caranya

Whats New
Status Internasional Bandara Supadio Dihapus, Pengamat: Hanya Jadi 'Feeder' bagi Malaysia dan Singapura

Status Internasional Bandara Supadio Dihapus, Pengamat: Hanya Jadi "Feeder" bagi Malaysia dan Singapura

Whats New
Naik 36 Persen, Laba Bersih Adaro Minerals Capai Rp 1,88 Triliun Sepanjang Kuartal I-2024

Naik 36 Persen, Laba Bersih Adaro Minerals Capai Rp 1,88 Triliun Sepanjang Kuartal I-2024

Whats New
Jokowi Tambah Alokasi Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton di 2024

Jokowi Tambah Alokasi Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton di 2024

Whats New
Dampak Erupsi Gunung Ruang, 5 Bandara Masih Ditutup Sementara

Dampak Erupsi Gunung Ruang, 5 Bandara Masih Ditutup Sementara

Whats New
Kadin Gandeng Inggris, Dukung Bisnis Hutan Regeneratif

Kadin Gandeng Inggris, Dukung Bisnis Hutan Regeneratif

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com