Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Publik Resisten Peraturan Daerah?

Kompas.com - 08/05/2014, 09:50 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah penertiban yang dilakukan pemerintah, misalnya Pemerintah Daerah DKI Jakarta, acapkali mendapat penolakan dari warga. Padahal penertiban dilakukan untuk menegakkan aturan yang dibuat. Sebut saja salah satunya Peraturan Daera (Perda) DKI No.8 tahun 2007 tentang Ketertiban Umum.

Indira Abidin, Chief Happiness Officer FortunePR, menjelaskan bagaimana publik saat ini semakin resisten terhadap regulasi. Ini, menjadi tantangan yang harus diperhatikan, khususnya bagi humas-humas pemerintahan untuk memahami.

"Memang seperti itu nature-nya. Kan lama-lama orang makin pintar. Artinya masyarakat lebih pintar, lebih pemilih, dan mereka tidak mau sembarangan menerima informasi, dan tidak mau sembarangan merubah perilaku," kata Indira, Rabu (7/5/2014).

Ini, kata dia, sama seperti dalam sebuah keluarga, di mana anak-anak saat ini lebih resisten terhadap perintah orangtuanya. "Tapi kalau misalnya orangtua bisa membuat itu bukan sebagai perintah, tapi sesuatu hal yang dia inginkan, itu akan lebih gampang," imbuhnya.

Dia menengarai, publik terkadang tidak mematuhi peraturan yang ada lantaran tidak ada kesadaran dari publiknya sendiri bahwa itu sebuah pelanggaran, atau memang tengah mencari perhatian. "Jadi kita mesti lihat mendalam, dalam meneliti Perda-Perda itu," ungkapnya.

Pertama, lanjut Indira, yang mesti dilihat adalah apakah pada saat Perda itu dibuat sudah melibatkan komponen masyarakat. Kedua, apakah Perda tersebut sudah diprakondisikan, ataukah sudah dites.

"Perda itu kan produk. Produknya pemerintah. Setiap produk kalau mau diluncurin mesti dites dulu kan. Dicoba mungkin ada trial and error-nya," jelas wanita yang juga menjabat sebagai Corporate Secretary PT Fortune Indonesia Tbk. itu.

Dari situ, sebutnya, apakah Perda sudah dikomunikasikan dengan baik. Indira menggarisbawahi, bagaimana Pemda tersebut, atau si humas Pemda memilih target audience, pesan, media, serta influencer.

"Siapa yang digunakan untuk meng-endorse. Kalau misal brand-kan ada brand ambassador. Pas tidak orangnya. Siapa tahu orang yang mengkomunikasikan itu tidak disukai sama publik. Kalau tidak dikenal tidak apa-apa. Tidak disukai itu langsung resisten dong orang," terang Indira.

Bahkan, lanjut dia, berdasarkan riset, sekarang ini orang lebih percaya pada orang-orang terdekat, misal teman, saudara, tetangga, dan bukannya selebritas. "Nah itu artinya kita harus membuat sesuatu (proses komunikasi) yang warm," ujarnya.

Dalam sebuah seminar konvergensi yang digelar Kompas Gramedia, kemarin, Indira menjelaskan, ada perubahan signifikan resistensi publik, yang juga mengubah paradigma humas baik humas pemerintahan maupun korporat dalam menyampaikan pesan. Berdasarkan riset, katanya, saat ini publik semakin resisten dengan regulasi, arogansi, otoritas, serta gaya lecturing and telling.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

TransNusa Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

TransNusa Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

Whats New
Suku Bunga BI Naik, ST012 Dinilai Lebih Menarik

Suku Bunga BI Naik, ST012 Dinilai Lebih Menarik

Earn Smart
Kesejahteraan Buruh Tani Era Jokowi dan Tantangan bagi Prabowo

Kesejahteraan Buruh Tani Era Jokowi dan Tantangan bagi Prabowo

Whats New
3,84 Juta Penumpang Naik LRT Jabodebek pada Kuartal I 2024

3,84 Juta Penumpang Naik LRT Jabodebek pada Kuartal I 2024

Whats New
Merger Tiktok Shop dan Tokopedia Dinilai Ciptakan Model Belanja Baru di Industri Digital

Merger Tiktok Shop dan Tokopedia Dinilai Ciptakan Model Belanja Baru di Industri Digital

Whats New
Lowongan Kerja Perum Damri untuk SMA/SMK, Ini Persyaratan dan Cara Mendaftarnya

Lowongan Kerja Perum Damri untuk SMA/SMK, Ini Persyaratan dan Cara Mendaftarnya

Work Smart
IMF Naikkan Proyeksi Pertumbuhan Asia, Ada Apa?

IMF Naikkan Proyeksi Pertumbuhan Asia, Ada Apa?

Whats New
Tak Mau Kejadian Nasabah Lempar Piring Saat Ditagih Kredit Terulang, PNM Kini Fokus Lindungi Karyawannya

Tak Mau Kejadian Nasabah Lempar Piring Saat Ditagih Kredit Terulang, PNM Kini Fokus Lindungi Karyawannya

Whats New
Bertemu Mendag Inggris, Menko Airlangga Bahas Kerja Sama JETCO dan Energi Bersih

Bertemu Mendag Inggris, Menko Airlangga Bahas Kerja Sama JETCO dan Energi Bersih

Whats New
Sepatu Impor Sudah Diterima Pemilik, Siapa yang Tanggung Denda Rp 24,74 Juta?

Sepatu Impor Sudah Diterima Pemilik, Siapa yang Tanggung Denda Rp 24,74 Juta?

Whats New
BI: Biaya Merchant QRIS 0,3 Persen Tidak Boleh Dibebankan ke Konsumen

BI: Biaya Merchant QRIS 0,3 Persen Tidak Boleh Dibebankan ke Konsumen

Whats New
Pemerintahan Baru Bakal Hadapi 'PR' Risiko Impor dan Subsidi Energi

Pemerintahan Baru Bakal Hadapi 'PR' Risiko Impor dan Subsidi Energi

Whats New
Kinerja Baik APBN pada Triwulan I-2024, Pendapatan Bea Cukai Sentuh Rp 69 Triliun

Kinerja Baik APBN pada Triwulan I-2024, Pendapatan Bea Cukai Sentuh Rp 69 Triliun

Whats New
Hadirkan Fitur Menabung Otomatis, Bank Saqu Siapkan Hadiah 50 Motor Honda Scoopy 

Hadirkan Fitur Menabung Otomatis, Bank Saqu Siapkan Hadiah 50 Motor Honda Scoopy 

Whats New
Bahan Pokok Hari Ini 30 April 2024: Harga Daging Ayam Naik, Cabai Merah Keriting Turun

Bahan Pokok Hari Ini 30 April 2024: Harga Daging Ayam Naik, Cabai Merah Keriting Turun

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com