"Jadi bisa bayangkan dari infrastruktur itu, biasnya 10-20 persennya untuk tenaga kerja. Nah, artinya kesempatan dalam 5 tahun ke depan, minimal Rp 160 triliun itu untuk tenaga kerja," kata Lukas, di Jakarta, Sabtu (24/5/2014).
Lukas menjelaskan, infrastruktur dipandang sebagai dua entitas. Pertama, infrastruktur sebagai fasilitator penggerak pertumbuhan ekonomi. Dia mengatakan, dalam hal ini, infrastruktur akan mengalami perlambatan seiring dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi.
Kedua, infrastruktur saat ini juga sudah menjadi lahan investasi. Seperti misalnya, kata dia, swasta kini diberikan hak mengambil keuntungan yang wajar jika mau ikut membangun infrastruktur.
"Artinya bukan hanya sebagai fasilitator pertumbuhan ekonomi, tapi ada pekerjaan yang ditimbulkan dari pembangunan infrastruktur," sambungnya.
Terkait instruksi Presiden soal pemotongan anggaran sebesar Rp 100 triliun, dia mengakui pastinya belanja modal akan menurun, termasuk belanja tenaga kerja. Namun, lanjut Lukas, porsi swasta dalam kerjasama pemerintah swasta (KPS) infrastruktur saat ini kurang lebih 70 persen dari total nilai proyek KPS.
"Jadi tidak bergantung pada budget dipotong apa enggak. Swasta tetap berjalan kalau diberi kesempatan pemerintah," ujarnya.
Dengan kata lain, sambung Lukas, penyerapan tenaga kerja akibat pembangunan infrastruktur masih aman, karena swasta tetap berjalan, dan tidak terpengaruh pemotongan anggaran.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.