Sekjen Gabungan Asosiasi Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Franky Sibarani bahkan mengatakan, kalangan industri berniat hengkang ke luar negeri.
“Bukan hanya berniat, beberapa industri memang sudah berorientesi bangun pabrik di luar Indonesia dalam 2-3 tahun terakhir, baik multinasional maupun perusahaan nasional,” katanya dihubungi wartawan, Rabu (2/7/2014).
Dia mengatakan, pelaku industri memandang positif kehadiran Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Franky menuturkan, dengan berlakunya MEA akhir 2015, pelaku industri tidak harus membangun pabrik di negaranya.
”Investasi di luar negeri, seperti di Malaysia, Thailand, dan Vietnam,” ujarnya.
Menurutnya, di luar negeri lebih ada jaminan hukum soal pasokan dan harga energi, di samping jaminan bahan baku dan kepastian usaha. Namun demikian, dia menyadari relokasi ke luar negeri itu, hanya bisa dilakukan oleh industri besar. “Tapi itu bagi industri kecil dan rumah tangga, mereka langsung mati, beralih jadi pedagang,” katanya,
Franky mengaku, selain ada kemungkinan relokasi, khususnya bagi industri makanan-minuman, kenaikan tarif listrik ini akan dijadikan pertimbangan untuk mengurangi produksi, dan memperbanyak impor.
Atas dasar itu, dia meminta pemerintah untuk merevisi keputusan kenaikan tarif listrik.
Di sisi lain, Franky menambahkan, tidak hanya soal listrik yang dinilai membebani pengusaha industri. Rupiah yang terus melemah juga menjadi tekanann. “Tidak mungkin kenaikan biaya produksi dialihkan pada kenaikan harga ke konsumen. Kalau tidak sanggup omzet bisa turun, atau barangnya tidak laku,” ujarnya.
baca juga: Ini Tarif Baru Listrik Mulai 1 Juli