Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan, Agung Kuswanodo, mengatakan, sebenarnya agak susah bagi DJBC untuk membandingkan lebih efektif gambar seram atau kemasan polos, untuk menekan konsumsi minumal beralkohol. Pasalnya, belum ada pengalaman soal hal tersebut.
“Pengalaman Bea Cukai hanya dengan mengenakan tarif cukai yang lebih tinggi. Kalau untuk menekan, bagi DJBC paling tepat gunakan tarif. Karena dengan tarifnya dinaikkan, otomatis daya belinya jadi lebih rendah, kan gitu,” katanya, ditemui di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Rabu malam (16/7/2014).
Ditanya mengenai konsumen minuman beralkohol yang cenderung inelastis terhadap harga, Agung masih optimistis pengenaan cukai tinggi mampu menekan volume konsumsi, setidaknya bagi para peminum pemula. “Jadi pemulai yang bisa kita cegah dengan menaikkan harga ini,” ujarnya.
“Sehingga, pemuda yang biasanya beli ketengan ini bisa kita stop, gitu kira-kira. Jadi itu fungsinya (cukai). Kalau yang minum, ya masih ada. Wong dilarang di Al-Quran aja tetap diminum kok. Apalagi cuma pakai PMK,” kata Agung.
Sebelumnya, pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan tengah mewacanakan pemasangan pictorial healt warning (PHW) atau gambar seram, maupun plain packaging (kemasan polos) pada minuman beralkohol.
Jika disahkan dalam bentuk PHW, artinya aturan ini menyusul aturan gambar seram yang terlebih dahulu diberlakukan untuk rokok. Sebagaimana diketahui, PHW untuk produk rokok mulai diberlakukan pada 24 Juni 2014. (baca: Setelah Rokok, Minuman Beralkohol Juga Akan Ditempeli Gambar Seram)