"Ada pesan yang kuat bahwa hampir semua wakil menteri datang dari orang profesional, pada saat menterinya beberapa dari parpol. Nah itu menyeimbangkan kemampuan dari politik dan profesional," kata dia kepada wartawan di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Jumat (8/8/2014).
Atas dasar itu, menurut Bayu, ada alasan logis jika jabatan wakil menteri tetap dipertahankan. Walaupun, lanjut dia, sebelumnya jabatan tersebut tidak ada, lalu diadakan jabatan wamen.
"Kalau kabinet selanjutnya mau ditiadakan lagi, itu hak prerogratif Presiden selanjutnya. Kalau menteri saja dianggap cukup, dan memberdayakan unsur lain (sebagai pembantu menteri), itu kan hak prerogratif Presiden," kata Bayu.
Selain untuk menyeimbangkan kepentingan politik, lanjut dia, nyatanya di beberapa kementerian, jabatan wamen sangat membantu tugas menteri. Bayu mencontohkan, jabatan Wamen Keuangan.
"Kalau tidak ada Wamenkeu sekarang, saya bisa bayangkan dia (Chatib Basri) terpaksa terus-menerus di DPR dalam pembahasan APBN," kata dia.
Demikian juga dengan jabatan Wamen Luar Negeri yang juga memegang peranan penting. "Jadi, ada fungsinya wamen. Jangan dianggap tidak ada fungsinya. Teman-teman Wamen bekerja cukup berat," ucap Bayu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.