Wakil Sekjen Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Satria Hamid menilai, pelemahan nilai tukar ini sangat memukul pertumbuhan industri ritel, setelah pada tahun lalu dihantam harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, dilanjut kenaikan tarif listrik, dan kenaikan harga gas non subsidi.
"Kemudian, pelemahan nilai rupiah juga memukul kita di hilirnya. Karena apa? Kurs ini juga memukul di hulunya kan. Di pabrikannya harga terkoreksi. Sehingga di hilir juga terkoreksi," kata dia, di Jakarta, Kamis (14/10/2014).
Oleh karena itu, target pertumbuhan ritel tahun ini yang sebesar 15 persen atau kisaran Rp 175 triliun berpeluang meleset. Satria menaksir, pertumbuhan ritel tahun ini hanya mampu tumbuh 10 persen, atau mencapai Rp 168 triliun.
Dia berharap, pelantikan presiden terpilih Joko Widodo, pada 20 Oktober 2014 mendatang, dan setelah itu disusun dengan pelantikan kabinet, dapat meredam pelemahan nilai tukar rupiah. "Terutama terpilihnya menteri-menteri di bidang ekonomi," tandas Satria.
Sementara itu, jika pelemahan rupiah bertahan hingga kuartal kedua tahun depan, Satria pun memastikan target pertumbuhan ritel tahun 2015 bakal meleset. Aprindo, secara konvensional, menargetkan pertumbuhan ritel tahun depan antara 10 persen hingga 15 persen.
"Cuma, kalau di angka 8 persen saja itu nanti sudah bagus," tukas dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.