Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Beratnya Cari Anggaran untuk Biayai Program Ambisius Jokowi-JK

Kompas.com - 21/10/2014, 07:03 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden RI ke-7 Joko Widodo, baru saja dilantik. Ditemani wakilnya, Jusuf Kalla, berdua akan memimpin Indonesia untuk tumbuh. Sejumlah program "ambisius" sudah disusun. Soal anggaran, menjadi pertanyaan di belakangnya.

"Kita tahu program-program yang sangat ambisius untuk kesejahteraan masyarakat butuh penghematan di APBN," kata Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistianingsih, kepada Kompas.com, Senin sore (20/10/2014).

Sebabnya, kata Lana, dalam 100 hari ke depan, atau hingga pergantian tahun 2014-2015 tantangan yang dihadapi Indonesia masih belum berkurang. Risiko dari kebijakan normalisasi AS, pelemahan ekonomi global, serta merosotnya harga komoditas ekspor andalan Indonesia di pasar dunia, seperti crude palm oil dan batubara serta minyak, mengancam penerimaan negara.

Jika tak bisa mengandalkan penerimaan negara untuk tahun pertamanya, Lana menyarankan penghematan anggaran menjadi salah satu opsi yang bisa diambil Jokowi-JK untuk menggulirkan program-programnya.

"Yang bisa dihemat itu ada 26 persen (APBN), karena yang 74 persen itu sudah tidak bisa lagi. Untuk TNI/Polri itu ada 15 persen, pembayaran bunga utang (7,5 persen), pendidikan (20 persen), transfer daerah (32 persen). Keempat komponen itu sudah 74 persen, belum termasuk dana desa yang sekitar Rp 9 triliun," jelas Lana.

Artinya, ruang fiskal yang masih bisa dimanfaatkan sekitar 26 persen. Menurut dia yang pasti bisa dihemat lagi adalah subsidi energi 13,5 persen. "Itu di tahun pertama. Di tahun 2016 kalau butuh pembiayaan lagi, maka utang masih menjadi andalan. Lalu, dalam 2-3 tahun ke depan yang harus bisa dibenahi Jokowi-JK adalah sistem perpajakan, sistem koleksinya," imbuh dia.

Apalagi, sebut Lana, Jokowi telah berambisi untuk mencapai rasio pajak 16 persen pada akhir 2019. Dengan asumsi pertumbuhan 10 persen dari PDB nominal, maka pada 2019 tambahan perpajakan bisa mencapai Rp 200 triliun.

Lana memandang di tahun pertamanya pemerintah akan lebih memilih menaikkan harga BBM bersubsidi ketimbang memperbanyak utang. Sebab, jika ingin memperbanyak menerbitkan surat utang, pemerintah harus menawarkan imbal hasil lebih besar.

"Saya kira isunya saat ini lebih kuat BBM ya, karena tahun depan ada kebijakan Fed, jadi kalaupun mau nerbitin surat utang banyak-banyak yield-nya harus lebih menarik," tandas Lana.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Spend Smart
Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Work Smart
Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Whats New
SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

Whats New
Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Whats New
Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Whats New
[POPULER MONEY] Sri Mulyani 'Ramal' Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

[POPULER MONEY] Sri Mulyani "Ramal" Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

Whats New
Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Spend Smart
Perlunya Mitigasi Saat Rupiah 'Undervalued'

Perlunya Mitigasi Saat Rupiah "Undervalued"

Whats New
Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Whats New
Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Whats New
Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Whats New
Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Work Smart
Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com