Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dampak Kenaikan Harga BBM Belum Terlihat di Inflasi November

Kompas.com - 01/12/2014, 06:06 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Belum ditetapkannya sejumlah tarif angkutan umum dalam kota membuat dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) belum tertangkap di inflasi November 2014. Inflasi akibat tarif angkutan umum sebagai dampak langsung kenaikan harga BBM baru akan terlihat pada Desember 2014.

Kendati demikian, indeks harga konsumen pada November 2014 ditaksir di level 1,3 persen – 1,4 persen.

Direktur Eksekutif Institute for Development Economy and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati menyebut, komoditas cabai menjadi andil utama inflasi November 2014. “Inflasi November selain ada faktor kenaikan harga BBM, namun yang lebih utama ini karena cabai,” kata Enny dihubungi Kompas.com, Minggu (30/11/2014).

Meski tarif angkutan umum belum seluruhnya naik, namun Enny juga menilai ada kontribusi kenaikan harga makanan jadi. Ikan segar juga memberikan sedikit tekanan pada indeks harga konsumen, akibat cuaca buruk. Inflasi November 2014 lebih tinggi dibanding pola pada umumnya.

Enny menuturkan, biasanya pada November terjadi deflasi. Namun, akibat daya beli masyarakat yang memang sudah menurun, maka meski terjadi inflasi pun lompatannya tidak terlalu tinggi. Sebab, dengan daya beli yang sudah turun, produsen tidak sembarangan menaikkan harga.

Sementara itu, dibandingkan dengan inflasi Juni 2013, di mana pada saat itu pemerintah juga menaikkan harga BBM bersubsidi, Enny mengatakan secara kumulatif inflasi tetap lebih tinggi pada 2013.

Tekanan impor masih tinggi

Di sisi neraca perdagangan, Enny pesimistis sudah ada surplus neraca perdagangan pada Oktober 2014. Harga komoditas seperti crude palm oil masih terus merosot. Padahal komoditas dari sektor perkebunan ini merupakan andalan ekspor RI.

“Belum ada pengurangan impor BBM pada Oktober. Dan setiap menjelang akhir tahun impor konsumsinya selalu naik karena kebutuhan tinggi, pun saat pertumbuhannya (ekonomi) turun,” ucap Enny.

Ekspor mineral sedikit membantu, kendati tak mampu mengkompensasi tekanan impor. Impor barang konsumsi yang makin hari kian mengkhawatirkan sebut Enny, seperti gadget, mainan anak-anak, produk teksil, produk karet, serta suku cadang untuk LCGC.

Pelemahan rupiah di satu sisi membuat tekanan impor makin besar, namun seharusnya menjadi peluang menggenjot ekspor lantaran harga barang-barang RI jadi makin murah.

Sayangnya, sebut Enny, kebijakan devisa hasil ekspor (DHE) belum maksimal. Penegakkan hukum yang masih longgar membuat para eksportir nakal banyak akal-akalan dengan nilai ekspor mereka.

Pada akhirnya, kata Enny, pelemahan rupiah yang sengaja didesain untuk membuat harga barang-barang Indonesia lebih kompetitif, menjadi sia-sia. “Sampai akhir tahun ekspor saya kira masih akan terkoreksi, tapi jangan lah kalau 3 persen dari target (190 miliar dollar AS). Maksimal koreksinya kalau bisa 2 persen saja. Tapi ini nanti tergantung apakah Pak Gobel (Menteri Perdagangan) bisa mencari pasar non tradisional yang potensial,” ucap Enny.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Gas Murah buat Industri, Menteri ESDM: Insya Allah Akan Dilanjutkan

Soal Gas Murah buat Industri, Menteri ESDM: Insya Allah Akan Dilanjutkan

Whats New
Cara Bayar Pajak Daerah secara Online lewat Tokopedia

Cara Bayar Pajak Daerah secara Online lewat Tokopedia

Spend Smart
Apa Itu 'Cut-Off Time' pada Investasi Reksadana?

Apa Itu "Cut-Off Time" pada Investasi Reksadana?

Earn Smart
Mengenal Apa Itu 'Skimming' dan Cara Menghindarinya

Mengenal Apa Itu "Skimming" dan Cara Menghindarinya

Earn Smart
BRI Beri Apresiasi untuk Restoran Merchant Layanan Digital

BRI Beri Apresiasi untuk Restoran Merchant Layanan Digital

Whats New
Kemenhub Tingkatkan Kualitas dan Kompetensi SDM Angkutan Penyeberangan

Kemenhub Tingkatkan Kualitas dan Kompetensi SDM Angkutan Penyeberangan

Whats New
CGAS Raup Pendapatan Rp 130,41 Miliar pada Kuartal I 2024, Didorong Permintaan Ritel dan UMKM

CGAS Raup Pendapatan Rp 130,41 Miliar pada Kuartal I 2024, Didorong Permintaan Ritel dan UMKM

Whats New
Simak Cara Menyiapkan Dana Pendidikan Anak

Simak Cara Menyiapkan Dana Pendidikan Anak

Earn Smart
HET Beras Bulog Naik, YLKI Khawatir Daya Beli Masyarakat Tergerus

HET Beras Bulog Naik, YLKI Khawatir Daya Beli Masyarakat Tergerus

Whats New
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Lampaui Malaysia hingga Amerika Serikat

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Lampaui Malaysia hingga Amerika Serikat

Whats New
KKP Terima 99.648 Ekor Benih Bening Lobster yang Disita TNI AL

KKP Terima 99.648 Ekor Benih Bening Lobster yang Disita TNI AL

Rilis
Di Hadapan Menko Airlangga, Wakil Kanselir Jerman Puji Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Di Hadapan Menko Airlangga, Wakil Kanselir Jerman Puji Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Whats New
Soal Rencana Kenaikan Tarif KRL, Anggota DPR: Jangan Sampai Membuat Penumpang Beralih...

Soal Rencana Kenaikan Tarif KRL, Anggota DPR: Jangan Sampai Membuat Penumpang Beralih...

Whats New
Menteri ESDM Pastikan Perpanjangan Izin Tambang Freeport Sampai 2061

Menteri ESDM Pastikan Perpanjangan Izin Tambang Freeport Sampai 2061

Whats New
Pertumbuhan Ekonomi 5,11 Persen, Sri Mulyani: Indonesia Terus Tunjukan 'Daya Tahannya'

Pertumbuhan Ekonomi 5,11 Persen, Sri Mulyani: Indonesia Terus Tunjukan "Daya Tahannya"

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com