Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus TPPI Menyeret Sri Mulyani?

Kompas.com - 13/05/2015, 09:50 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com -
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengendus ketidakberesan dalam transaksi penjualan kondensat yang melibatkan Satuan Kerja Khusus Pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dengan PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI).

Dari hasil audit BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2012, ditemukan piutang yang berpotensi tidak tertagih dari kerjasama tersebut yang mencapai Rp 1,35 triliun. Dalam audit juga disebut, Menteri Keuangan yang menjabat saat SKK Migas (dulu BP Migas) melakukan penunjukan langsung ke TPPI dinilai ikut bertanggungjawab.

Kala itu, jabatan bendahara keuangan negara dipegang oleh Sri Mulyani yang memimpin Kementerian Keuangan sejak 2005 hingga 2010. BPK beralasan, Menkeu mengetahui pada awal 2009 TPPI sedang mengalami kesulitan keuangan sehingga perusahaan itu sulit memperoleh pinjaman modal kerja.

Apalagi Direktur Utama TPPI mengirimkan surat ke Menkeu tertanggal 19 Desember 2008 perihal Permohonan Persetujuan Tata Cara Pembayaran Kondensat yang Dikelola BP Migas untuk Diolah TPPI.

Namun, Menkeu tetap memberikan persetujuan terhadap pembayaran tidak langsung melalui Surat Nomor S-85/MK.02/2009 tanggal 12 Februari dengan merujuk pada Surat Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas. Persetujuan itu disampaikan kepada Direktur Utama TPPI lewat surat Nomor 011/BPC0000/2009/S2 tanggal 12 Januari 2009 tentang Penunjukan PT TPPI sebagai penjual kondensat bagian negara.

Dalam pelaksanaan kontrak, diketahui PT TPPI mengalami kesulitan pembayaran kepada pemerintah. Penyebabnya, Pertamina akan membayar dengan cara offsetting atau menghitung dengan utang PT TPPI kepada Pertamina sebelumnya. Akibatnya TPPI tidak mampu membayar kewajibannya ke negara.

Selain surat persetujuan Menkeu, BPK menyoroti surat dari Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas yang memberikan penunjukkan langsung kepada PT TPPI. Hal ini tak sesuai dengan Pedoman Tata Kerja BP Migas yang menetapkan penjualan kondensat bagian negara melalui mekanisme penunjukan langsung dilakukan oleh Kepala BP Migas. Meski kondisi keuangan PT TPPI bermasalah, SKK Migas tetap menyalurkan kondensat ke TPPI.

Padahal perusahaan yang dibangun oleh Hashim Djojohadikusumo ini terlambat melakukan pembayaran. Atas kejadian ini, BPK telah memberikan dua rekomendasi kepada pemerintah. Pertama, memberikan sanksi kepada pejabat pada instansi terkait yang terbukti lalai dalam penunjukan TPPI sebagai penjual kondensat bagian negara. Kedua, melakukan upaya pengamanan tagihan negara dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjamin tertagihnya tagihan negara kepada TPPI.

Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri tidak membantah hasil audit BPK ini. Namun Bareskrim belum menelusuri kasus ini hingga ke mantan Menkeu Sri Mulyani. "Dari pemeriksaan saksi, sampai saat ini masih belum ada saksi Sri Mulyani," ujar Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Victor Edison Simanjuntak, Selasa (12/5/2015).

Kemarin (12/5/2014), Bareskrim telah memanggil enam orang saksi dan diperiksa: terdiri dari dua pejabat TPPI, tiga pejabat SKK Migas, dan seorang dari Kemkeu. Sayangnya, Victor enggan menyebut identitas keenam saksi tersebut. (Tri Sulistiowati)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Whats New
[POPULER MONEY] Sri Mulyani 'Ramal' Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

[POPULER MONEY] Sri Mulyani "Ramal" Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

Whats New
Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Spend Smart
Perlunya Mitigasi Saat Rupiah 'Undervalued'

Perlunya Mitigasi Saat Rupiah "Undervalued"

Whats New
Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Whats New
Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Whats New
Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Whats New
Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Work Smart
Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Spend Smart
Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Whats New
Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Whats New
Cara Beli Pulsa melalui myBCA

Cara Beli Pulsa melalui myBCA

Spend Smart
Lima Emiten yang Akan Bayar Dividen Pekan Depan

Lima Emiten yang Akan Bayar Dividen Pekan Depan

Whats New
Pemerintah Dinilai Perlu Buat Formula Baru Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Pemerintah Dinilai Perlu Buat Formula Baru Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Whats New
5 Cara Beli Emas di Pegadaian, Bisa Tunai dan Nyicil

5 Cara Beli Emas di Pegadaian, Bisa Tunai dan Nyicil

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com