Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Bola Panas" Iuran Pensiun Dilempar ke Presiden Jokowi

Kompas.com - 19/05/2015, 09:45 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Deadlock! Itulah hasil rapat final atas iuran program pensiun wajib Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Baik pengusaha maupun pemerintah masih bersikukuh dengan usulan besaran iuran masing-masing.  

Rapat koordinasi di kantor Kementerian Perekonomian, Senin (18/5/2015) kemarin sepakat keputusan besaran iuran akan diserahkan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) paling lambat akhir Mei. Hal ini mengingat program pensiun BPJS Ketenagakerjaan mulai berlaku pada 1 Juli 2015.

Ada tiga usulan yang akan dibawa ke Jokowi. Pertama, besaran iuran 8 persen dari gaji pokok pekerja yang merupakan usulan dari BPJS Ketenagakerjaan, Kemko Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Ketenagakerjaan, serta Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN).

Usulan kedua yakni iuran 3 persen dari Kementerian Keuangan. Ketiga usulan pemberi kerja yakni iuran 1,5 persen, naik bertahap. "Semua usulan memiliki plus minus, biar nanti Presiden memutuskan mana yang baik saat ini untuk semua pihak,” tandas Dirut BPJS Ketenagakerjaan Elvyn G. Masassya, kemarin, Senin (19/5/2015).

Menurut Elvyn, iuran 8 persen  dengan porsi 5 persen ditanggung pemberi kerja dan 3 persen oleh pekerjanya adalah angka yang tepat. Sebab, besaran iuran itu sudah dihitung berdasarkan manfaat wajar bagi para pensiunan. Yakni 35 persen dari rata-rata upah pekerja yang didapatkan saat pekerja pensiun.

Aktuaris PT Dayamandiri Dharmakonsilindo, Steven Tanner menghitung, iuran 8 persen terlalu besar. Ini mengingat, manfaat pensiun baru dibayarkan setelah 15 tahun keikutsertaan pekerja atau mulai tahun 2030.

Dengan menggunakan dasar manfaat pasti, sesuai Undang-Undang No. 24/2011 tentang BPJS,  berapapun iuran yang dibayarkan pekerja dan pengusaha tak berpengaruh atas manfaat yang diterima. Ini beda bila program pensiun menggunakan konsep iuran pasti. Manfaat yang diterima tergantung iuran yang dibayar pekerja.

Hitungan ini sesuai dengan kalkulasi pengusaha.  Apindo pernah berucap, dengan iuran 1,5 persen manfaat yang diterima pekerja bisa 40 persen dari penghasilan tertimbang. Ini sesuai standar International Labour Organization atau ILO.

Bola panas atas besaran iuran dana pensiun kini ada di tangan Presiden Jokowi. Di tengah sorotan atas perlambatan ekonomi, jelas ini bukan perkara mudah. Tapi, sgar berjalan sesuai amanat UU, keputusan politik nampaknya harus dilakukan. (Adinda Ade Mustami, Handoyo, Tendi Mahadi)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Whats New
Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Whats New
[POPULER MONEY] Sri Mulyani 'Ramal' Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

[POPULER MONEY] Sri Mulyani "Ramal" Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

Whats New
Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Spend Smart
Perlunya Mitigasi Saat Rupiah 'Undervalued'

Perlunya Mitigasi Saat Rupiah "Undervalued"

Whats New
Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Whats New
Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Whats New
Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Whats New
Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Work Smart
Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Spend Smart
Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Whats New
Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Whats New
Cara Beli Pulsa melalui myBCA

Cara Beli Pulsa melalui myBCA

Spend Smart
Lima Emiten yang Akan Bayar Dividen Pekan Depan

Lima Emiten yang Akan Bayar Dividen Pekan Depan

Whats New
Pemerintah Dinilai Perlu Buat Formula Baru Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Pemerintah Dinilai Perlu Buat Formula Baru Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com