Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tanah Diserobot, Usia PLTA Saguling Menyusut 20 Tahun

Kompas.com - 08/06/2015, 09:45 WIB


BANDUNG, KOMPAS.com -
Anak usaha PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Yakni, PT Indonesia Power (IP) sebagai pengelola Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Saguling, Bandung, Jawa Barat, mulai resah.

Pasalnya, usia operasional penampungan air atau Waduk Saguling usianya terus alami penyusutan. Seperti yang direncanakan sebelumnya, usia waduk mencapai 50 tahun. Tapi saat ini diperkirakan hanya 30 tahun. Hal tersebut diungkapkan oleh General Manager Indonesia Power, Hendres Wayen Prihantoro.

Berkurangnya usia operasional waduk Saguling, kata Hendres, disebabkan laju penumpukan sedimentasi yang selalu meninggi tiap tahunnya akibat erosi. Hal itu secara otomatis membuat ketersediaan air bagi PLTA Saguling semakin menipis.

Dari desain awal pembangunan pada tahun 1978-1980, angka sedimentasi Saguling meningkat menjadi 4,6 juta meter kubik dari semula 4 juta meter kubik atau mengalami kenaikan sekitar 9 persen. 

Hendres menambahkan, salah satu penyebab utama berkurangnya usia operasional Waduk Saguling adalah pencaplokan dan tumpang tindih lahan (overlapping) yang terjadi antara Indonesia Power dengan PT Belaputera Intiland (BI) sebagai pengelola kawasan perumahan elite, Kota Baru Parahyangan.

"Padahal, ada Undang-Undang No 26/2007 tentang penataan ruang, menyatakan penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan terdiri dari kawasan lindung dan kawasan budidaya," jelasnya, di Lokasi PLTA Saguling, Bandung, Minggu (7/6/2015).

Dia bilang, yang dimaksud kawasan lindung itu antara lain sepadan pantai, sepadan sungai serta kawasan sekitar waduk. Bahkan, lanjut Hendres, ada peraturan pemerintah No 26/2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, yang menyatakan kawasan lindung setempat adalah kawasan di sekitar danau dan waduk.

Dalam pasal 56, kawasan di sekitar danau atau waduk sebagaimana dimaksud adalah dataran dengan jarak 50 hingga 100 meter dari titik pasang air tertinggi, titik pasang air tertinggi Waduk Saguling ada disekitar 645 Meter Diatas Permukaan Laut (MDPL). Namun pihak Belaputera Intiland malah bangun hingga titik 643 MDPL.

"Tanah overlap ini sebenarnya tanah kami. Karena tingkat elevasi sampai 645 MDPL. Tapi mereka membangun hingga elevasi 643 MDPL. Dia menyerobot tanah kami jadinya. Ini yang harusnya mereka tidak boleh bangun. Kalau elevasi air tinggi, perumahan yang dipinggir Waduk mereka bisa kelelap itu," ungkapnya.

Pembangunan dan ekspansi Kota Baru Parahyangan mulai mengancam Waduk Saguling dengan cara mencaplok wilayah bantaran sungai. Urukan tanah hasil cut and fill terus bergeser ke wilayah waduk. Bahkan, patok batas wilayah milik Indonesia Power yang berfungsi sebagai tanda ketinggian air satu persatu hilang terkubur aktivitas pembangunan.

"Kami sudah lapor ke Badan Pertanahan Nasional (BPN), BPN bilang jangan dilakukan pembangunan sampai masalah overlap ini selesai. Tapi mereka tetap melakukan pembangunan. Saya duduk bersama dengan teman-teman BPN, disepakati tidak melakukan pembangunan di area overlap, kita jadikan ruang terbuka hijau saja, tapi mereka tetap membangun," tandasnya. (Pratama Guitarra)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jalan Tol Akses IKN Ditargetkan Beroperasi Fungsional Pada Agustus 2024

Jalan Tol Akses IKN Ditargetkan Beroperasi Fungsional Pada Agustus 2024

Whats New
Cara Menghitung Dividen Saham bagi Investor Pemula Anti-Bingung

Cara Menghitung Dividen Saham bagi Investor Pemula Anti-Bingung

Earn Smart
Sepanjang 2023, AirAsia Indonesia Kantongi Pendapatan Rp 6,62 Triliun

Sepanjang 2023, AirAsia Indonesia Kantongi Pendapatan Rp 6,62 Triliun

Whats New
Menyehatkan Pesawat di Indonesia dengan Skema 'Part Manufacturer Approval'

Menyehatkan Pesawat di Indonesia dengan Skema "Part Manufacturer Approval"

Whats New
Libur Panjang, Tiket Whoosh Bisa untuk Masuk Gratis dan Diskon 12 Wahana di Bandung

Libur Panjang, Tiket Whoosh Bisa untuk Masuk Gratis dan Diskon 12 Wahana di Bandung

Whats New
Memahami Dividen: Pengertian, Sistem Pembagian, Pajak, dan Hitungannya

Memahami Dividen: Pengertian, Sistem Pembagian, Pajak, dan Hitungannya

Earn Smart
Limbah Domestik Dikelola Jadi Kompos, Solusi Kurangi Sampah di Kutai Timur

Limbah Domestik Dikelola Jadi Kompos, Solusi Kurangi Sampah di Kutai Timur

Whats New
Harga Emas Terbaru 11 Mei 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 11 Mei 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Harga Emas Antam: Detail Harga Terbaru Pada Sabtu 11 Mei 2024

Harga Emas Antam: Detail Harga Terbaru Pada Sabtu 11 Mei 2024

Spend Smart
Harga Bahan Pokok Sabtu 11 Mei 2024, Semua Bahan Pokok Naik, Kecuali Daging Sapi Murni

Harga Bahan Pokok Sabtu 11 Mei 2024, Semua Bahan Pokok Naik, Kecuali Daging Sapi Murni

Whats New
Pembinaan Berkelanjutan Sampoerna Diapresiasi Stafsus Presiden dan Kemenkop UKM

Pembinaan Berkelanjutan Sampoerna Diapresiasi Stafsus Presiden dan Kemenkop UKM

Whats New
Sanksi Menanti Pejabat Kemenhub yang Viral Usai Ajak Youtuber Korea Mampir ke Hotel

Sanksi Menanti Pejabat Kemenhub yang Viral Usai Ajak Youtuber Korea Mampir ke Hotel

Whats New
[POPULER MONEY] Buntut Ajak Youtuber Korsel ke Hotel, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan | Intip Tawaran 250 Merek Waralaba di Pameran Franchise Kemayoran

[POPULER MONEY] Buntut Ajak Youtuber Korsel ke Hotel, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan | Intip Tawaran 250 Merek Waralaba di Pameran Franchise Kemayoran

Whats New
Cukupkah Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen?

Cukupkah Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen?

Whats New
3 Cara Blokir Kartu ATM BRI, Bisa lewat HP

3 Cara Blokir Kartu ATM BRI, Bisa lewat HP

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com