Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Transaksi Rp 5 Juta Bakal Kena Bea Meterai Rp 10.000

Kompas.com - 01/07/2015, 14:47 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com
— Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) masih mengkaji rencana untuk merevisi Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai. Salah satu poin perubahan materi UU yang diusulkan Ditjen Pajak adalah perubahan tarif bea meterai.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2 Humas) Ditjen Pajak Kemenkeu, Mekar Satria Utama, mengatakan, Ditjen Pajak berencana mengubah pemberlakuan pengenaan meterai yang selama ini terdiri dari dua tarif menjadi satu tarif. Tarif meterai baru diusulkan Rp 10.000.

Padahal, sebelumnya, Ditjen Pajak telah mengumumkan akan mengubah dua jenis tarif meterai yang berlaku saat ini. Meterai bertarif Rp 3.000 akan dinaikkan menjadi Rp 10.000 untuk dokumen dengan nilai nominal tertentu.

Sementara itu, meterai bertarif Rp 6.000 akan naik menjadi Rp 18.000 untuk dokumen dengan nilai nominal tertentu. "Kami ingin ada kemudahan dan tidak ingin memisahkan antara satu dokumen dengan dokumen lain. Makanya, perubahan hanya dibuat satu tarif," kata Mekar, Selasa (30/6/2015).

Dalam Undang-Undang tentang Bea Meterai yang berlaku saat ini, diatur soal penggunaan meterai, yakni untuk dokumen yang menyatakan nilai nominal hingga jumlah tertentu, dokumen bersifat perdata, dan dokumen yang digunakan di muka pengadilan.

Menurut Mekar, UU tersebut sebenarnya memperbolehkan penggunaan bea meterai pada alat bukti transaksi belanja ritel masyarakat. Namun, aturan itu belum dilaksanakan. Karena itu, setelah revisi UU Bea Meterai diberlakukan, Ditjen Pajak akan mengenakan meterai senilai Rp 10.000 atas transaksi itu.

Namun, lanjut Mekar, pengenaan meterai ada batasan nilai, yaitu untuk nominal lebih dari Rp 5 juta untuk semua dokumen, termasuk dokumen hasil pembelanjaan ritel.

Dengan demikian, nilai transaksi di ritel tidak lagi menjadi masalah. "Karena, transaksi dengan nilai lebih dari Rp 5 juta ialah transaksi untuk pembelanjaan barang elektronik," kata Mekar.

Nah, meterai ini akan dikenakan kepada si pembeli berupa meterai yang terkomputerisasi.

Di sisi lain, meterai dengan tarif Rp 10.000 tidak berlaku bagi dokumen hasil transaksi pembelian saham dan properti. Khusus untuk dua transaksi ini, Ditjen Pajak akan memungut tarif berdasarkan persentase (ad volerem) 0,01 persen dari nilai transaksi yang akan dikenakan kepada pembeli. Namun, untuk kedua jenis transaksi itu, Ditjen Pajak tidak mematok batasan nilai tertentu. Tarif 0,01 persen ini lebih rendah dari rencana sebelumnya, 0,1 persen.

Mekar menyebut, jika pembahasan revisi UU Bea Meterai selesai pada awal 2016, beleid ini baru akan berlaku efektif mulai tahun 2017.

Pengamat pajak dari Universitas Pelita Harapan (UPH), Ronny Bako, menilai, konsep pengenaan meterai dalam UU Bea Meterai ialah hanya kepada dokumen yang menyatakan nilai tertentu, bukan mencantumkan sebuah nilai. Sebab itu, kata dia, pengenaan meterai atas alat bukti pembelanjaan ritel menyimpang dari UU.

Sementara itu, dengan pengenaan meterai atas alat bukti transaksi belanja tadi, penjual jadi pemungut pajak. "Nah, pemungut pajak ini harus jelas, benar-benar wajib pajak terdaftar. Jika memang dilakukan perluasan obyek meterai, pengawasannya juga harus dilakukan," ujar Ronny. (Adinda Ade Mustami)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

7 Bandara Ditutup Smentara Akubat Erupsi Gunung Ruang, 50 Penerbangan Terdampak

7 Bandara Ditutup Smentara Akubat Erupsi Gunung Ruang, 50 Penerbangan Terdampak

Whats New
Harga Bahan Pokok Rabu 1 Mei 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Harga Bahan Pokok Rabu 1 Mei 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Whats New
Emiten Kendaraan Listrik VKTR Catat Pendapatan Bersih Rp 205 Miliar per Kuartal I-2024

Emiten Kendaraan Listrik VKTR Catat Pendapatan Bersih Rp 205 Miliar per Kuartal I-2024

Whats New
Cek Harga BBM Pertamina per 1 Mei 2024

Cek Harga BBM Pertamina per 1 Mei 2024

Whats New
Harga BBM Shell per 1 Mei 2024 Naik, Cek Rinciannya!

Harga BBM Shell per 1 Mei 2024 Naik, Cek Rinciannya!

Whats New
Satgas Judi 'Online' Belum Mulai Bekerja, Pemerintah Masih Susun Formula

Satgas Judi "Online" Belum Mulai Bekerja, Pemerintah Masih Susun Formula

Whats New
Penyaluran Kredit Ultramikro Capai Rp 617,9 Triliun pada Kuartal I-2024

Penyaluran Kredit Ultramikro Capai Rp 617,9 Triliun pada Kuartal I-2024

Whats New
Bayar Klaim Simpanan 10 BPR Bangkrut, LPS Kucurkan Rp 237 Miliar per April 2024

Bayar Klaim Simpanan 10 BPR Bangkrut, LPS Kucurkan Rp 237 Miliar per April 2024

Whats New
[POPULER MONEY] Mendag Zulhas: Warung Madura Boleh Buka 24 Jam | KFC Malaysia Tutup Lebih dari 100 Gerai, Imbas Boikot

[POPULER MONEY] Mendag Zulhas: Warung Madura Boleh Buka 24 Jam | KFC Malaysia Tutup Lebih dari 100 Gerai, Imbas Boikot

Whats New
Kode Transfer BCA, BRI, BNI, BTN, Mandiri, dan Bank Lainnya

Kode Transfer BCA, BRI, BNI, BTN, Mandiri, dan Bank Lainnya

Spend Smart
Cara Beli Token Listrik di ATM BRI, BNI, Mandiri, BTN, dan BSI

Cara Beli Token Listrik di ATM BRI, BNI, Mandiri, BTN, dan BSI

Spend Smart
Cara Tukar Uang Rusak di Bank Indonesia dan Syaratnya

Cara Tukar Uang Rusak di Bank Indonesia dan Syaratnya

Spend Smart
Lelang 7 Seri SUN, Pemerintah Kantongi Rp 21,5 Triliun

Lelang 7 Seri SUN, Pemerintah Kantongi Rp 21,5 Triliun

Whats New
Indosat Catat Laba Rp 1,29 Triliun di Kuartal I-2024

Indosat Catat Laba Rp 1,29 Triliun di Kuartal I-2024

Whats New
Adira Finance Cetak Laba Bersih Rp 432 Miliar pada Kuartal I-2024

Adira Finance Cetak Laba Bersih Rp 432 Miliar pada Kuartal I-2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com