Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Istilah "Pasti Turun dan Mungkin Naik" dalam Investasi Saham

Kompas.com - 23/08/2015, 08:00 WIB
Bambang P. Jatmiko

Editor

Oleh Ryan Filbert
@RyanFilbert

KOMPAS.com - "Pak, saya beli saham akhir tahun lalu. Saat ini saham saya merugi, padahal salah satu bank besar di Indonesia. Kata orang-orang sudah saatnya jual karena akan terus memburuk. Saya bingung, Pak."

Begitulah kira-kira sebuah pesan di fanpage Facebook saya awal minggu ini.
Memang benar, semenjak awal tahun, saham secara umum mengalami penurunan di Bursa Efek Indonesia, saya kira semua yang telah memiliki saham dari awal tahun 2015 merasakan hal itu.

Apakah saham yang saya miliki tidak turun? Jawabannya, tentu saja turun. Mari kita pahami bersama bahwa tidak ada Superman di pasar saham, yang artinya seseorang yang memiliki 'kekuatan khusus' sehingga sahamnya kebal dari kerugian.

Ketika kita sadari, saham adalah sebuah instrumen investasi yang mungkin mengalami penurunan dan berpotensi mengalami kenaikan.

Dan tentu saja ada keragu-raguan bagi banyak orang yang memiliki saham untuk terus mempertahankan kepemilikan dalam sebuah saham ketika mengalami penurunan.

Namun, mari kita berbicara hal yang lainnya. Bila kita membeli sebuah kendaraan misalnya adalah mobil. Apakah Anda tahu, bahwa ketika kita menjual kendaraan mobil kita setelah kita membeli harganya akan mengalami penurunan?

Kendaraan mengalami penurunan akibat pemakaian yang terjadi. Dalam bahasa keren akuntansi dikenal dengan depresiasi penyusutan kendaraan. Itulah sebabnya mengapa kendaraan dan barang-barang yang kita gunakan bila dijual kembali akan mengalami penurunan.

Apakah kendaraan yang kita beli dibuat oleh sebuah perusahaan? Ya tentu saja, meski mungkin Anda akan berkata bahwa ada negara yang membuat kendaraan dengan industri rumahan (home industry) tapi mayoritas kendaraan diproduksi oleh sebuah perusahaan yang besar dan berskala besar (pabrik).

Setidaknya bila Anda tahu, perusahaan produsen kendaraan di Indonesia yang memiliki saham di Bursa Efek Indonesia salah satunya adalah Astra Internasional Indonesia. Apakah kendaraan yang diproduksi oleh Astra juga akan mengalami depresiasi ketika dijual kembali? Jawabannya iya. Lantas bagaimana dengan saham Astra-nya sendiri?

Ambillah sebuah rentang jangka waktu 1 tahun selama tahun 2014 maka Astra Internasional Indonesia (ASII) di harga Rp 6.750 dan pada akhir tahun 2014 harga saham ASII adalah Rp 7 400. Artinya dalam 1 tahun pergerakan perusahaannya memberikan kita pemilik sahamnya potensi keuntungan hampir 10 persen.

Sementara itu, harga kendaraan yang kita beli dari produsen yang sama justru dalam 1 tahun bisa mengalami penurunan nilai hingga diatas 10%. Belum dihitung juga dengan pembayaran pajak tahunan dari kendaraan yang harus kita keluarkan.

Memang, mungkin banyak orang yang mengatakan bahwa cara saya membandingkan tidak setara, namun saya hanya mencarikan sebuah korelasi antara kebiasaan membeli barang hasil produksi dengan memiliki perusahaan. Ya, membeli saham perusahaan adalah sebuah cara memiliki perusahaan tersebut dan itu adalah sebuah hal yang bisa jauh berbeda.

Banyak orang yang bersifat konsumtif membeli sesuatu padahal orang itu antara butuh dan tidak butuh barang tersebut. Bila Anda dengan begitu beraninya membeli barang konsumtif dengan keadaan butuh dan tidak butuh tanpa peduli dengan kerugian atas harga barang tersebut nantinya, respon itu sangat kontras dengan banyak orang yang ditawarkan berinvestasi salah satunya pada aset berbentuk saham.

Orang sering bertanya: bagaimana dengan saham yang dibelinya, apakah bisa menguntungkan dan banyak lagi. Memiliki saham yang perusahaannya baik dan berkinerja benar akan memberikan potensi kenaikan hingga kita pemiliknya merasakan keuntungan meski tidak terlepas bahwa harga saham bersifat fluktuatif, yakni bisa saja naik dan mengalami penurunan.

Investasi adalah demi masa depan kita, sedangkan konsumsi adalah membuat kita hidup hari ini, namun konsumsi yang berlebihan akan menyebabkan kita tidak memiliki masa depan.

Salam investasi untuk Indonesia.

Ryan Filbert merupakan praktisi dan inspirator investasi Indonesia. Ryan memulai petualangan dalam investasi dan keuangan semenjak usia 18 tahun. Aneka instrumen dan produk investasi dijalani dan dipraktikkan, mulai dari deposito, obligasi, reksa dana, saham, options, ETF, CFD, forex, bisnis, hingga properti. Semenjak 2012, Ryan mulai menuliskan perjalanan dan pengetahuan praktisnya. Buku-buku yang telah ditulis antara lain:Investasi Saham ala Swing Trader Dunia, Menjadi Kaya dan Terencana dengan Reksa Dana, Negative Investment: Kiat Menghindari Kejahatan dalam Dunia Investasi, dan Hidden Profit from The Stock Market, Bandarmology , dan Rich Investor from Growing Investment.
Di tahun 2015 Ryan Filbert menerbitkan 2 judul buku terbarunya berjudul Passive Income Strategy dan Gold Trading Revolution. Ryan Filbert juga sering memberikan edukasi dan seminar baik secara independen maupun bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Setelah Investasi di Indonesia, Microsoft Umumkan Bakal Buka Pusat Data Baru di Thailand

Setelah Investasi di Indonesia, Microsoft Umumkan Bakal Buka Pusat Data Baru di Thailand

Whats New
Emiten Persewaan Forklift SMIL Raup Penjualan Rp 97,5 Miliar pada Kuartal I 2024

Emiten Persewaan Forklift SMIL Raup Penjualan Rp 97,5 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
BNI Danai Akusisi PLTB Sidrap Senilai Rp 1,76 Triliun

BNI Danai Akusisi PLTB Sidrap Senilai Rp 1,76 Triliun

Whats New
Soroti Kinerja Sektor Furnitur, Menperin: Masih di Bawah Target

Soroti Kinerja Sektor Furnitur, Menperin: Masih di Bawah Target

Whats New
Harga Jagung Turun di Sumbawa, Presiden Jokowi: Hilirisasi Jadi Kunci Stabilkan Harga

Harga Jagung Turun di Sumbawa, Presiden Jokowi: Hilirisasi Jadi Kunci Stabilkan Harga

Whats New
IHSG Ditutup Merosot 1,61 Persen, Rupiah Perkasa

IHSG Ditutup Merosot 1,61 Persen, Rupiah Perkasa

Whats New
Emiten TPIA Milik Prajogo Pangestu Rugi Rp 539 Miliar pada Kuartal I 2024, Ini Sebabnya

Emiten TPIA Milik Prajogo Pangestu Rugi Rp 539 Miliar pada Kuartal I 2024, Ini Sebabnya

Whats New
BI Beberkan 3 Faktor Keberhasilan Indonesia Mengelola Sukuk

BI Beberkan 3 Faktor Keberhasilan Indonesia Mengelola Sukuk

Whats New
Pertemuan Tingkat Menteri OECD Dimulai, Menko Airlangga Bertemu Sekjen Cormann

Pertemuan Tingkat Menteri OECD Dimulai, Menko Airlangga Bertemu Sekjen Cormann

Whats New
Induk Usaha Blibli Cetak Pendapatan Bersih Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024

Induk Usaha Blibli Cetak Pendapatan Bersih Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

Whats New
Cek Tagihan Listrik secara Online, Ini Caranya

Cek Tagihan Listrik secara Online, Ini Caranya

Work Smart
Harga Beras Alami Deflasi Setelah 8 Bulan Berturut-turut Inflasi

Harga Beras Alami Deflasi Setelah 8 Bulan Berturut-turut Inflasi

Whats New
17 Bandara Internasional yang Dicabut Statusnya Hanya Layani 169 Kunjungan Turis Asing Setahun

17 Bandara Internasional yang Dicabut Statusnya Hanya Layani 169 Kunjungan Turis Asing Setahun

Whats New
Berikan Pelatihan Keuangan untuk UMKM Lokal, PT GNI Bantu Perkuat Ekonomi di Morowali Utara

Berikan Pelatihan Keuangan untuk UMKM Lokal, PT GNI Bantu Perkuat Ekonomi di Morowali Utara

Rilis
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com