Sulastri seorang petani lada di Kabupaten Kepahiang, pada panen lada kali ini, langsung melunasi kredit truknya. "Seperti biasa harga lada Rp 120.000 per kilo gramnya, tahun ini panen membaik saya bisa melunasi kredit truk saya," kata Sulastri, Kamis (10/9/2015).
Harga lada dan cengkeh atau komoditas rempah-rempah cenderung stabil Harga terburuk yang pernah dialami petani yakni Rp 45.000 per kilogram beberapa tahun lalu, setelah itu harga kembali stabil di atas Rp 100.000 per kilogram. Dari lada dengan luas satu hektar, Sulastri mampu mendapatkan uang hingga Rp 350 juta per tahun. Pencapaian ini sulit dilebihi bahkan disamai oleh hasil petani kelapa sawit.
Sejarah kejayaan rempah Bengkulu sebenarnya banyak tercatat dalam lembaran cerita perjuangan daerah itu. Dosen Fisip Universitas Bengkulu Agus Setiyanto, dengan rapi menuliskan kedigdayaan rempah-rempah Bengkulu yang justru cenderung tersingkirkan oleh kelapa sawit.
Buku Agus Setiyanto berjudul "Elite Pribumi Bengkulu Prespektif Sejarah Abad 19" menuliskan Bangsa Spanyol datang ke Bengkulu pada tahun 1698 dengan membawa bibit cengkeh dan pala. Kemudian pada tahun 1703 Spanyol mulai memperdagangkan hasil tanaman cengkeh dan pala ke luar negeri.
Tetapi pada tahun 1721 bangsa Spanyol meninggalkan Bengkulu karena merasa hasil tanaman cengkeh dan pala di Bengkulu sudah tidak menguntungkan.