Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Revolusi Kebijakan Penganggaran

Kompas.com - 17/09/2015, 15:03 WIB

Oleh: Boediarso Teguh Widodo

JAKARTA, KOMPAS - Dalam penyusunan RAPBN 2016 ada perubahan mendasar terhadap strategi kebijakan fiskal dan politik anggaran. Salah satunya yang cukup revolusioner adalah reformulasi kebijakan penganggaran transfer ke daerah dan dana desa.

Perubahan kebijakan penganggaran transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) pada RAPBN 2016 tersebut tidak hanya bersifat transformasional, melainkan juga sangat radikal dan fundamental. Selain merupakan instrumen kebijakan yang tepat dalam mewujudkan misi "membangun Indonesia dari pinggiran", sekaligus lebih memperkuat jati diri Indonesia sebagai negara yang konsisten melaksanakan asas otonomi daerah dan desentralisasi dalam wadah NKRI.

Sebagaimana disampaikan Presiden dalam pidato pengantar penyampaian RAPBN 2016 dan Nota Keuangan 14/8/2015, ada empat langkah perubahan fundamental dalam kebijakan TKDD mulai 2016. Pertama, meningkatkan alokasi anggaran TKDD sehingga lebih besar dari anggaran belanja kementerian dan lembaga (K/L), agar lebih mencerminkan ciri Indonesia sebagai negara yang menjalankan desentralisasi fiskal penuh.

Kedua, memperluas cakupan dan struktur anggaran TKDD agar lebih sesuai dengan pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah.

Ketiga, mereformulasi dan penguatan kebijakan dana alokasi khusus (DAK) dan dana insentif daerah (DID). Keempat, meningkatkan alokasi dana desa sekurang-kurangnya 6 persen dari dan di luar transfer ke daerah guna memenuhi secara bertahap amanat UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Pertama terjadi

Langkah menaikkan alokasi anggaran TKDD sehingga jumlahnya lebih besar dari alokasi belanja K/L merupakan kali pertama dalam sejarah perencanaan anggaran dan penyusunan APBN. Selama ini anggaran TKDD hanya naik rata-rata 14,1 persen dalam lima tahun terakhir. Pada RAPBN 2016 anggaran TKDD mencapai Rp 782,2 triliun, naik Rp 117,6 triliun (17,8 persen) dari pagu anggaran TKDD dalam APBN-P 2015.

Sebaliknya, anggaran belanja K/L yang dalam lima tahun terakhir tumbuh rata-rata 19,7 persen per tahun, dalam RAPBN 2016 justru turun Rp 15,1 triliun (1,9 persen), dari Rp 795,5 triliun pada APBN-P 2015 menjadi Rp 780,4 triliun. Perubahan orientasi ini juga diikuti dengan kebijakan realokasi belanja K/L, khususnya dana-dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan (dana dekon dan tugas pembantuan/TP), terutama bagi K/L yang fungsi, urusan, dan kewenangannya sudah diserahkan ke daerah.

Setidaknya ada tiga makna penting dari perubahan ini. Pertama, lebih besarnya anggaran TKDD dibandingkan anggaran belanja K/L membuktikan kuatnya komitmen pemerintah untuk memperkuat desentralisasi fiskal dengan mengalokasikan anggaran berdasarkan prinsip money follows function, sekaligus solusi mengatasi keterbatasan ruang fiskal RAPBN 2016 dalam memenuhi kewajiban penyediaan anggaran ataupun menstimulasi perekonomian masyarakat terutama di daerah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com