Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DNI Bioskop Dicabut, Bioskop Daerah Bisa Hancur Dalam Lima Tahun

Kompas.com - 15/02/2016, 19:00 WIB
Aprillia Ika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Gabungan Perusahaan Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI) Djonny Syafruddin memperkirakan usaha bioskop di daerah bisa hancur akibat masuknya bioskop asing dalam lima tahun mendatang.

"Kalau di kota besar, sekitar 80 persen jaringan bioskop dikuasai oleh jaringan Cinemaxx, Blitz Megaplex dan Cinema 21. Paling pemain asing baru kebagian porsi 20 persen saja," kata Djonny kepada KOMPAS.com, Senin (15/02/2016).

Menurut dia, bisnis bioskop dan perfilman nasional secara keseluruhan akan terganggu dari beberapa sisi. Pertama, dari sisi kebudayaan.

Djonny menilai, masuknya pengusaha bioskop dan distributor asing akan cenderung memasukkan film dan budaya asing ketimbang film dalam negeri.

"Nanti orang kita bisa apa? Jadi pembantu mereka aja, kan. Pastinya 70 persen sampai 75 persen film di bioskop mereka adalah film asing. Dengan kata lain, film Indonesia akan sulit berkembang," kata dia.

Kedua, dari sisi distribusi. Pemain bioskop asing, misal dari Korea, jika masuk pastinya tidak ingin diatur oleh distribusi dalam negeri. Mereka akan membawa distributornya sendiri untuk menayangkan filmnya.

Sementara produser lokal, harus membayar lagi untuk mendistribusikan filmnya. Padahal, dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman, produsen bisa mendistribusikan filmnya sendiri.  

Menurut dia, saat ini film lokal bisa sampai lima hari tayang. "Kalau besok cuman dikasi waktu sehari tayang, siapa yang akan protes? Hal ini yang tidak difikirkan teman-teman lain yang setuju jika asing masuk," tambah dia.

Ketiga, dari sisi peraturan. Dari UU Film, ada banyak peraturan yang dilanggar. Misal tentang distribusi film oleh produser. Lalu, aturan mengenai kuota layar 40 persen film asing dan 60 persen film lokal. "Itu nanti siapa yang akan atur?" imbuh Djonny.

Dia mengatakan, para pemodal asing di bisnis bioskop pastinya enggan diatur mengenai kuota layar. Mereka pasti akan kaget jika ternyata dalam UU Film diatur mengenai layar.

Padahal mereka sudah 100 persen masuk Indonesia. "Ini juga jadi aspek yang merugikan ke depan," kata dia.

Djonny menambahkan, dalam lima tahun ke depan ketatnya persaingan bioskop akan membunuh perfilman nasional karena akan sulit bersaing. "Kami tidak bisa melakukan apa-apa," tambah dia.

Sebelumnya, Kepala Badan Kordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani menyatakan sudah ada investor asal Korea yang lirik industri bioskop nasional.

Franky mengatakan para investor asal Korea itu sekarang sudah melakukan pembicaraan. Bahkan beberapa dari investor juga ada yang berencana untuk bergabung perusahaan bioskop dalam negeri. (Baca: Investor Korea Lirik Industri Bioskop Indonesia).

Seperti yang diberitakan sebelumnya, pada Kamis (11/2/2016) lalu pemerintah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi jilid X terkait Daftar Negatif Investasi (DNI).

Salah satu yang disoroti dalam paket tersebut adalah soal industri perfilman dalam negeri, khususnya bioskop. Dalam paket ini, pemerintah membuka peluang bagi para penanam modal asing untuk bisa memiliki 100 persen saham badan usaha bioskop dalam negeri. (Baca: Bisnis Bioskop Dibuka 100 Persen untuk Asing, Ini Alasan Pemerintah).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Dukung 'Green Building', Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Dukung "Green Building", Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Whats New
Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Whats New
Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Whats New
Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Whats New
Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Work Smart
Viral Mainan 'Influencer' Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Viral Mainan "Influencer" Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Whats New
Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Spend Smart
Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Work Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com