Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menteri Susi Dorong Budidaya Perikanan yang Mandiri dan Lestari

Kompas.com - 22/04/2016, 12:42 WIB
EDINBURG, KOMPAS.com - Selain memperkuat industri perikanan tangkap, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti juga gencar mendorong pertumbuhan perikanan budidaya.
 
"Salah satu fokus Ibu Menteri adalah mengembangkan perikanan budidaya yang mandiri. Artinya, kita ingin semua kebutuhan untuk budidaya bisa dipasok dari dalam negeri," kata Direktur Jenderal Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Slamet Soebjakto Kamis (21/4/2016) di Edinburg, Skotlandia seperti dilaporkan wartawan Kompas.com M Fajar Marta.
 
Menurut Slamet, selama ini industri budidaya perikanan belum mandiri.
 
Pasalnya, sebagian besar kebutuhan bahan baku pakan ikan, seperti tepung ikan masih diimpor.
 
"Dengan adanya kebijakan moratorium kapal eks asing, pasokan ikan dari nelayan meningkat. Ini membuat bakan baku ikan untuk pakan ikan budidaya juga meningkat," katanya.
 
Ketersediaan bahan baku tersebut akan mendorong masyarakat dan perusahaan berinvestasi memproduksi pakan ikan.
 
Karena bahan bakunya murah, harga pakan akan turun sehingga meringankan beban pembudidaya ikan.
 
"Dengan harga pakan yang murah, pembudidaya ikan akan bergairah untuk berbudidaya sehingga produksi ikan akan meningkat. Sebab, porsi biaya pakan mencapai 70 persen biaya produksi," ujar Slamet.
 
Selama ini, margin keuntungan pembudidaya ikan  hanya sekitar 10 persen. Jika harga pakan dapat ditekan, maka keuntungan petani akan meningkat.
 
"Ujungnya, kita mengharapkan kesejahteraan pembudidaya ikan naik," katanya.
diharapkan margin keuntungan 
 
Lestari
Slamet menambahkan selain mandiri, perikanan budidaya juga diarahkan agar tidak merusak lingkungan dan berkesinambungan.
 
Contohnya, KKP bersama pemerintah daerah akan mengatur zonasi dan jumlah jaring apung dan karamba yang boleh dipasang di suatu waduk.
 
"Sekarang, sebagian besar waduk kita kelebihan kapasitas karena terlalu banyak dipasangi jaring apung. Ini nanti kita mau atur," kata Slamet.
 
Pengaturan ini dilakukan untuk kepentingan pembudidaya sendiri. Jika jumlah jaring apung tidak terkendali maka akan semakin banyak sisa pakan ikan dan feces yang akan akan mencemari perairan waduk.
 
Dampaknya, ikan yang ditanam di jaring apung bisa mati akibat kualitas air yang buruk.
 
Sebaliknya, dengan pengaturan zonasi dan jaring apung, daya dukung lingkungan waduk bisa mengimbangi sehingga kualitas air akan terus terjaga.
 
Berdasarkan data KKP, jumlah produksi perikanan budidaya pada akhir 2015 mencapai 17 juta ton, meningkat 23 persen dibandingkan tahun 2014.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Dukung 'Green Building', Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Dukung "Green Building", Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Whats New
Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Whats New
Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Whats New
Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Whats New
Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Work Smart
Viral Mainan 'Influencer' Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Viral Mainan "Influencer" Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Whats New
Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Spend Smart
Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Work Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com