Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BRTI Diminta Tegas Tangani Sengketa Pemasaran Antar-operator

Kompas.com - 21/06/2016, 14:19 WIB
Aprillia Ika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah pihak meminta Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) tegas menyelesaikan sengketa pemasaran antara dua operator papan atas, PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) dan PT Indosat Tbk (Indosat Ooredoo).

Ketua Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi (LPPMI) Kamilov Sagala menilai kampanye pemasaran Indoesat Ooredoo di media sosial dengan menyindir tarif Telkomsel sebagai cara pemasaran yang kurang etis.

Kamilov juga menyayangkan tuduhan isu praktik monopoli di luar Jawa melalui media massa oleh Indosat, padahal industri seluler nasional memasuki era persaingan sehat.

“Sangat tak etis yang dilakukan Indosat terhadap Telkomsel. Mereka sudah tumpang tindih antara sebagai pemain atau regulator," kata Kamilov, Selasa (21/6/2016).

"Kampanye yang membandingkan secara langsung dengan kompetitor itu jelas salah di etika pariwara. Soal isu monopoli, kalau memang ada sebaiknya lapor saja ke regulator. Ini seperti menggiring opini publik.”

Dia mengharapkan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) melihat masalah ini secara jernih dan bisa menindak tegas pihak-pihak bermasalah dalam sengketa ini. "Yang paling kasihan nanti pelanggan, mereka (operator) bertempur, kualitas layanan menjadi  turun,” tambahnya.

Sekjen Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi ITB M Ridwan Effendi memberikan penilaian, tidak relevan jika Indosat menggunakan alasan belum turunnya biaya interkoneksi sebagai sebab kurang kompetitifnya kompetisi.

Menurut dia, komponen biaya interkoneksi itu tidak terlalu signifikan, dan tidak bisa dijadikan alasan. Sebab, sebenarnya biaya interkoneksi muncul akibat adanya perbedaan coverage layanan dari para operator.

Dia menjelaskan, operator tidak boleh mengambil untung dari intekoneksi karena itu perhitungan berbasis biaya.

“Ini kan recovery cost. Hanya harga dasarnya saja yang dibayar. Teorinya, kalau jaringan sudah mature, tarif interkoneksi akan terus turun,” katanya

Natural Monopoli

Pengamat Telekomunikasi Kalamullah Ramli juga memiliki pendapat senada. Menurut dia, keuntungan Telkomsel saat ini di luar Jawa didapat karena mereka terus membangun jaringan.  

"Kalau kemudian mereka dominan di sana, karena yang lain tidak membangun. Istilahnya Natural Monopoli. Monopoli yang terjadi secara alamiah karena yang lain tidak membangun. Ingat ya, monopoli tak dilarang, yang dilarang itu perilaku monopoli menghambat persaingan,” tutup dia.

Sebelumnya, BRTI telah meminta Indosat untuk menghentikan kampanye negatif terhadap Telkomsel di media massa karena tak sesuai dengan etika.

Manajemen Indosat dalam pertemuan dengan BRTI sendiri beralasan aksi tersebut dilakukan karena selama ini terhambat dalam berbagai isu strategis. Misal, penurunan biaya interkoneksi, network sharing, dan adanya praktik monopoli oleh Telkomsel di luar Jawa.

Kompas TV Inilah Faktor Penyebab Orang Ganti Smartphone

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Dukung 'Green Building', Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Dukung "Green Building", Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Whats New
Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Whats New
Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Whats New
Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Whats New
Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Work Smart
Viral Mainan 'Influencer' Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Viral Mainan "Influencer" Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Whats New
Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Spend Smart
Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Work Smart
Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com