JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyampaikan, pemerintah tengah memilah-milah proyek infrastruktur yang menarik yang bakal ditawarkan kepada para pemilik dana repatriasi.
Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi kemungkinan menumpuknya dana di sektor properti.
Saat ini, aturan penempatan dana repatrasi di sektor non-keuangan telah dirilis, yakni Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 122 Tahun 2016.
Dalam beleid tersebut, dana repatriasi dimungkinkan diinvestasikan pada properti dalam bentuk tanah dan/atau bangunan yang didirikan di atasnya.
"Pemerintah sudah identifikasi satu per satu (proyek apa saja). KPPIP (Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas) juga sudah mengidentifikasi proyek infrastruktur apa saja, mana yang KPBU (kerja sama pemerintah dan badan usaha), mana yang skemanya lain," kata Darmin kepada wartawan di kantornya, Rabu (10/8/2016).
Dalam beberapa hari ke depan, lanjutnya, pihaknya akan berdiskusi dengan Kementerian Keuangan untuk menentukan proyek mana saja yang akan ditawarkan kepada pemilik dana.
Sayangnya, Darmin masih enggan membocorkan berapa jumlah proyek yang akan dibahas bersama Sri Mulyani Indrawati.
Dihubungi Kompas.com, Rabu, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxiation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, penempatan dana pada properti yang dimungkinkan melalui PMK 122 tahun 2016 berpotensi distortif terhadap repatriasi.
"Kalau bisa langsung dibelikan properti, maka akan terjadi bubble (gelembung), harga properti naik karena banyaknya penawaran. Tanah murah, cuma mimpi," kata Yustinus.
Yustinus menambahkan, apabila menumpuk di instrumen properti, maka dana repatriasi akan menimbulkan bubble dan tidak berkontribusi signifikan terhadap sektor riil.
"Penumpukan dana repatriasi di properti hanya akan menguntungkan pengembang, agen, dan spekulan," ucap Yustinus.
Di sisi lain, instrumen di sektor keuangan bisa menjadi tidak laku. Lebih ekstrem lagi, dia mengatakan, tujuan repatriasi dari pengampunan pajak bisa tidak tercapai.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.