Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: Pemanfaatan Listrik Energi Surya Harus Didukung Semua Pihak

Kompas.com - 24/10/2016, 16:00 WIB
Iwan Supriyatna

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan dan Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Sofyan Basir sebelumnya telah melakukan pertemuan untuk persiapan launching peraturan menteri nomor 19 tahun 2016 tentang pembelian listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) oleh PLN.

Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Rida Mulyana juga belum lama ini mengatakan, PLN tidak keberatan dengan aturan tersebut. Namun demikian PLN menyampaikan bahwa pengoperasian PLTS akan berdampak pada keandalan sistem kelistrikan.

Pengamat energi dari Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menilai, pemanfaatan pembangkit dengan energi terbarukan harus didukung semua pihak. Selain itu, tak ada alasan mengeluhkan tingkat keandalan sistem kelistrikan PLTS yang tidak stabil.

Karena menurut Fabby, kelemahan tersebut bisa diatasi dengan teknologi, komponen kompensasi biaya instalasi, dan operasi yang disebut Feed in Tarif (FIT). FIT dalam Permen 19/2016, lanjut Fabby, pasti sudah memasukkan komponen biaya keandalan dan biaya lainnya yang selama ini dikeluhkan PLN.

"Nantinya komponen biaya kemahalan tadi akan ditanggung konsumen, dan pemerintah sudah pasti akan memberikan berbagai insentif. Karena itulah alasan Permen ini keluar," ujar Fabby dalam keterangan tertulisnya yang diterima Kompas.com, Senin (24/10/2016).

Menurut Fabby, bila PLN dan didukung pemerintah serius menjalankan komitmen ini, maka target sesuai peta jalan Komite Energi Nasional (KEN), dimana energi terbarukan mencapai 23 persen dari bauran energi nasional pada 2025, tentu bisa tercapai.

Saat ini, baru lima persen target bauran energi yang tercapai.

Di sisi lain pemerintah juga menagetkan 5.000 Megawatt (Mw) dari energi terbarukan bisa tercapai pada 2019.

Yang menarik, menurut Fabby, investasi pengembangan PLTS bila dijalankan dengan baik, maka dalam tiga sampai lima tahun setelah pembangkit beroperasi maka biaya produksi tarif listrik akan turun hingga mencapai lebih kecil dari 0,1 dollar AS per Kwh.

"Biaya ini tentu sangat murah dibandingkan PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel) yang mencapai 0,4 dollar AS per Kwh," ucap Fabby.

Fabby menambahkan, biaya produksi listrik untuk PLTS bisa jauh lebih murah. Bahkan, di luar negeri seperti Brazil, Uni Emirat Arab, India dan Thailand sudah mencapai angka 0,08 dollar AS per Kwh.

"Memang banyak faktor kenapa bisa sangat murah seperti itu, namun kelemahan pengembangan PLTS di Indonesia semuanya bisa di atasi, tinggal jalankan saja komitmennya, mau atau tidak menjalankan bisnis PLTS," tuturnya.

Seperti diketahui, tantangan terbesar yang dihadapi PLN saat ini adalah upaya melistriki kabupaten-kabupaten terpencil dengan kendala geografis yang sulit dijangkau. Untuk melistriki daerah-daerah pedalaman selama ini PLN sudah terlanjur menggunakan pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD).

Sebagai gambaran, biaya pengangkutan bahan bakar minyak (BBM) untuk Kabupaten Mamberamo Tengah sebesar Rp 31.173 per liter, yang berarti biaya produksi listrik per kWh di Kabupaten Mamberamo Tengah sebesar Rp 10.167/kWh atau 900 persen dari harga jual rata-rata PLN Papua ke masyarakat.

Ke depan, agar biaya produksi listrik bisa lebih murah, PLN akan memperbanyak penggunaan potensi-potensi energi lokal di Papua, energi baru terbarukan (EBT) akan lebih dikembangkan seperti tenaga surya dan mikro hidro.

Kompas TV Mobil Hemat Energi Karya Mahasiswa Aceh
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Apresiasi Karyawan Tingkatkan Keamanan dan Kenyamanan di Lingkungan Kerja

Apresiasi Karyawan Tingkatkan Keamanan dan Kenyamanan di Lingkungan Kerja

Whats New
Potensi Devisa Haji dan Umrah Capai Rp 200 Triliun, Menag Konsultasi dengan Sri Mulyani

Potensi Devisa Haji dan Umrah Capai Rp 200 Triliun, Menag Konsultasi dengan Sri Mulyani

Whats New
Kartu Prakerja Gelombang 68 Sudah Dibuka, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

Kartu Prakerja Gelombang 68 Sudah Dibuka, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

Whats New
MARK Tambah Jajaran Direksi dan Umumkan Pembagian Dividen

MARK Tambah Jajaran Direksi dan Umumkan Pembagian Dividen

Whats New
Miliki Risiko Kecelakaan Tinggi, Bagaimana Penerapan K3 di Lingkungan Smelter Nikel?

Miliki Risiko Kecelakaan Tinggi, Bagaimana Penerapan K3 di Lingkungan Smelter Nikel?

Whats New
Pemerintah Akan Revisi Aturan Penyaluran Bantuan Pangan

Pemerintah Akan Revisi Aturan Penyaluran Bantuan Pangan

Whats New
Kolaborasi Pentahelix Penting dalam Upaya Pengelolaan Sampah di Indonesia

Kolaborasi Pentahelix Penting dalam Upaya Pengelolaan Sampah di Indonesia

Whats New
Menteri Teten Ungkap Alasan Kewajiban Sertifikat Halal UMKM Ditunda

Menteri Teten Ungkap Alasan Kewajiban Sertifikat Halal UMKM Ditunda

Whats New
Viral Video Petani Menangis, Bulog Bantah Harga Jagung Anjlok

Viral Video Petani Menangis, Bulog Bantah Harga Jagung Anjlok

Whats New
9,9 Juta Gen Z Indonesia Tidak Bekerja dan Tidak Sekolah

9,9 Juta Gen Z Indonesia Tidak Bekerja dan Tidak Sekolah

Whats New
Rombak Direksi ID Food, Erick Thohir Tunjuk Sis Apik Wijayanto Jadi Dirut

Rombak Direksi ID Food, Erick Thohir Tunjuk Sis Apik Wijayanto Jadi Dirut

Whats New
OJK Bakal Buka Akses SLIK kepada Perusahaan Asuransi, Ini Sebabnya

OJK Bakal Buka Akses SLIK kepada Perusahaan Asuransi, Ini Sebabnya

Whats New
Gelar RUPST, KLBF Tebar Dividen dan Rencanakan 'Buyback' Saham

Gelar RUPST, KLBF Tebar Dividen dan Rencanakan "Buyback" Saham

Whats New
Layanan LILO Lion Parcel Bidik Solusi Pergudangan untuk UMKM

Layanan LILO Lion Parcel Bidik Solusi Pergudangan untuk UMKM

Whats New
60 Persen Pekerja RI Bekerja di Sektor Informal dan Gig, Hadapi Tantangan Keterbatasan Akses Modal

60 Persen Pekerja RI Bekerja di Sektor Informal dan Gig, Hadapi Tantangan Keterbatasan Akses Modal

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com