Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kementan Pastikan Tidak Ada Benih Padi Hibrida Impor Berbakteri

Kompas.com - 20/12/2016, 05:41 WIB
Pramdia Arhando Julianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan saat ini tidak ada benih padi hibrida impor yang mengandung bakteri berbahaya dan tersebar di wilayah Indonesia.

Sebelumnya, beredar kabar adanya penelitian yang menyebutkan bahwa benih padi hibrida yang diimpor pemerintah mengandung bakteri. Apalagi penelitian yang dilakukan hanya mencakup dua daerah saja yaitu Tegal dan Blitar.

"Ini tidak mewakili seluruh Indonesia karena hanya dua wilayah, benih hibrida ini tersebar sedikit-sedikit di beberapa wilayah. Ada yang di Sulawesi, Kalimantan, NTB, Sumatera dan Jawa. Jadi kalau hanya di dua tempat ya tidak valid datanya," ujar Agung dalam konferensi pers di kantornya, Senin malam (19/12/2016).

Agung menjelaskan, impor benih hibrida hanya mencapai 800 ton per tahun. Jika dihitung, konsumsi benih dalam satu hektare bisa mengkonsumsi sekitar 15 kilogram. Artinya, benih ini hanya mencukupi areal lahan tanam padi seluas 53 ribu hektare.

"Jadi sangat kecil untuk menggiring benih ini tersebar di seluruh daerah," paparnya.

Sementara itu, Kepala Balai Besar Benih Muhammad Ismail mengatakan, bakteri Burkholderia glumae yang disebut terbawa dalam benih padi hibrida impor sebenarnya sudah ada di Indonesia sejak 1987 dan bukan organisme penggangu tanaman karantina baru atau yang belum ada di Indonesia.

Dia memastikan, sejak ditemukan bakteri tersebut belum pernah ada kejadian lahan padi rusak diakibatkan bakteri tersebut. Ini mengindikasi bahwa bakteri yang ada sebenarnya tidak berbahaya bagi padi maupun manusia yang mengkonsumsinya. Menurutnya, bakteri tersebut tidak menjadi penyakit utama bagi produksi padi.

"Bakteri ini tidak berbahaya dan tidak mengganggu produksi padi nasional," ungkap Ismail.

Direktur Perbenihan Ibrahim Saragih mengatakan, saat ini Kementan sudah tidak mendatangkan benih hibrida dari impor. Hal ini karena tenggat waktu impor selama tiga tahun sudah selesai.

Dengan itu, saat ini pihaknya akan menggunakan bibit hibrida yang diprodukai dari industri dalam negeri.

Benih padi hibrida buatan dalam negeri sudah sama kualitasnya dengan benih padi impor yang priduksivitasnya mencapai 13 hingga 14 ton per hektar dalam satu kali panen. Sementara itu untuk yang non-hibrida hanya mampu memproduksi 8-9 ton per hektar.

"Sekarang kami akan gunakan bibit dalam negeri. Ini juga sebagai upaya memproteksi adanya bakteri dari benih hibrida," ungkap Ibrahim.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Work Smart
Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Whats New
SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

Whats New
Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Whats New
Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Whats New
[POPULER MONEY] Sri Mulyani 'Ramal' Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

[POPULER MONEY] Sri Mulyani "Ramal" Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

Whats New
Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Spend Smart
Perlunya Mitigasi Saat Rupiah 'Undervalued'

Perlunya Mitigasi Saat Rupiah "Undervalued"

Whats New
Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Whats New
Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Whats New
Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Whats New
Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Work Smart
Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Spend Smart
Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com