Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rapor Ekonomi Jokowi 2016, Masih Banyak Catatan

Kompas.com - 02/01/2017, 17:30 WIB
Yoga Sukmana

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Kondisi ekonomi Indonesia masih bergejolak sepanjang 2016. Meski pertumbuhan ekonomi diprediksi mampu menembus 5 persen, lebih baik dari tahun lalu yang hanya 4,79 persen, "rapor" Presiden Joko Widodo (Jokowi) di bidang ekonomi masih banyak catatan.

"Kami melihat proses kebijakan sudah bagus artinya ada optimisme. Tetapi, juga harus jujur bahwa masih banyak catatan," ujar Direktur Eksekutif Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati kepada Kompas.com, Jakarta, Senin (2/1/2016).

Catatan-catatan itu meliputi tiga hal yang krusial. Pertama, yakni masih tingginya tingkat pengangguran.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), angka pengangguran mencapai 5,61 juta orang pada Agustus 2016.

Kedua, angka kemiskinan. Dari data BPS, angka kemiskinan mencapai 28,01 juta orang pada Maret 2016. Data ini sedikit lebih baik dari Maret 2015 yang mencapai 28,59 juta orang.

Ketiga, ketimpangan masyarakat atau biasa disebut gini rasio. Masih dari data BPS, gini rasio mencapai 0,39 pada Maret 2016, atau turun 0,01 dari kondisi Maret 2015.

Menurut Enny, ketiga data itu tidak bisa dikesampingkan begitu saja apabila ingin menilai rapot ekonomi Presiden Jokowi sepanjang 2016. Sebab tujuan utama ekonomi adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat.

Mencermati Data

Baru-baru ini, Bloomberg mengulas singkat kinerja sejumlah pemimpin di Asia, termasuk Presiden Joko Widodo, sepanjang 2016. Sejumlah data pun ditampilkan untuk melengkapi ulasan tersebut.

Bloomberg memberikan nilai “hijau” untuk Jokowi dari sisi stabilitas nilai tukar yang naik 2,41 persen, menjaga pertumbuhan ekonomi 5,02 persen, dan memiliki tingkat penerimaan publik mencapai 69 persen.

Penilaian tersebut bersumber pada riset Bloomberg dan Saiful Mujani Research and Consulting dari Juli 2015 sampai Oktober 2016.

Namun, Enny berpesan agar publik cermat membaca data-data yang ditampilkan. Apalagi bila ingin mengambil satu kesimpulan terhadap data tersebut.

Menurut ia, membandingkan data ekonomi satu negara dengan negara lain harus secara apple to apple, setara atau berimbang. Dengan begitu maka penilaian bisa objektif.

Misalnya perbandingan pertumbuhan ekonomi Indonesia 5 persen yang diberi nilai hijau, dengan India yang mampu tumbuh 7,3 persen namun diberi nilai merah oleh Bloomberg.

"Bagaimana mungkin India yang approval rating-nya 81 persen dikatakan lebih lebih rendah dari Indonesia (yang hanya 69 persen)? Pertumbuhan ekonomi 7,3 persen itu turun (diberi nilai merah) karena tadinya 7,5 persen," ucap Enny.

Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Relaksasi Aturan Impor, Sri Mulyani: 13 Kontainer Barang Bisa Keluar Pelabuhan Tanjung Priok Hari Ini

Relaksasi Aturan Impor, Sri Mulyani: 13 Kontainer Barang Bisa Keluar Pelabuhan Tanjung Priok Hari Ini

Whats New
Produsen Refraktori BATR Bakal IPO, Bagaimana Prospek Bisnisnya?

Produsen Refraktori BATR Bakal IPO, Bagaimana Prospek Bisnisnya?

Whats New
IHSG Menguat 3,22 Persen Selama Sepekan, Ini 10 Saham Naik Paling Tinggi

IHSG Menguat 3,22 Persen Selama Sepekan, Ini 10 Saham Naik Paling Tinggi

Whats New
Mengintip 'Virtual Assistant,' Pekerjaan yang Bisa Dilakukan dari Rumah

Mengintip "Virtual Assistant," Pekerjaan yang Bisa Dilakukan dari Rumah

Work Smart
Tingkatkan Kinerja, Krakatau Steel Lakukan Akselerasi Transformasi

Tingkatkan Kinerja, Krakatau Steel Lakukan Akselerasi Transformasi

Whats New
Stafsus Sri Mulyani Beberkan Kelanjutan Nasib Tas Enzy Storia

Stafsus Sri Mulyani Beberkan Kelanjutan Nasib Tas Enzy Storia

Whats New
Soroti Harga Tiket Pesawat Mahal, Bappenas Minta Tinjau Ulang

Soroti Harga Tiket Pesawat Mahal, Bappenas Minta Tinjau Ulang

Whats New
Tidak Kunjung Dicairkan, BLT Rp 600.000 Batal Diberikan?

Tidak Kunjung Dicairkan, BLT Rp 600.000 Batal Diberikan?

Whats New
Lowongan Kerja Pamapersada untuk Lulusan S1, Simak Persyaratannya

Lowongan Kerja Pamapersada untuk Lulusan S1, Simak Persyaratannya

Work Smart
Menakar Peluang Teknologi Taiwan Dorong Penerapan 'Smart City' di Indonesia

Menakar Peluang Teknologi Taiwan Dorong Penerapan "Smart City" di Indonesia

Whats New
Harga Emas Terbaru 18 Mei 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 18 Mei 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Saat Sri Mulyani Panjat Truk Kontainer yang Bawa Barang Impor di Pelabuhan Tanjung Priok...

Saat Sri Mulyani Panjat Truk Kontainer yang Bawa Barang Impor di Pelabuhan Tanjung Priok...

Whats New
Cara Langganan Biznet Home, Biaya, dan Area Cakupannya

Cara Langganan Biznet Home, Biaya, dan Area Cakupannya

Spend Smart
9,9 Juta Gen Z Tak Bekerja dan Tak Sedang Sekolah, Menko Airlangga: Kita Cari Solusi...

9,9 Juta Gen Z Tak Bekerja dan Tak Sedang Sekolah, Menko Airlangga: Kita Cari Solusi...

Whats New
Apa Itu Stagflasi: Pengertian, Penyebab, dan Contohnya

Apa Itu Stagflasi: Pengertian, Penyebab, dan Contohnya

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com