Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kejaksaan Agung Bersikukuh Lanjutkan Kasus Chevron

Kompas.com - 19/06/2013, 19:01 WIB
Sabrina

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Agung Basrief Arief menegaskan pihaknya tak akan terpengaruh intervensi dari pihak mana pun dalam menangani kasus dugaan korupsi bioremedasi PT Chevron Pacific Indonesia (CPI).

Basrief menegaskan kasus tersebut akan jalan terus karena sudah masuk dalam proses pengadilan.

"Karena sedang proses di pengadilan, maka kita hormati tetap berjalan, harus jalan terus. Ada kabar seolah kami dapat tekanan, dari Presiden dan Wamen dan sudah saya jawab bahwa itu tidak ada. Presiden tidak pernah intervensi," ujar Basrief di Kompleks Parlemen, Rabu (19/6/2013).

Basrief juga membantah adanya surat dari Menteri ESDM Jero Wacik yang meminta agar perkara hukum PT CPI ini dihentikan terlebih dulu, karena menimbulkan keresahan dalam sektor migas Tanah Air.

Basrief menilai, sebaiknya publik melihat proses persidangan hingga akhir untuk menjawab keraguan atas tepat atau tidaknya para terdakwa diseret ke meja hijau. "Kita lihat saja nanti apakah ada kesalahan atau tidak," katanya.

Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung menyeret tujuh nama dengan dakwaan menyebabkan kerugian negara. Kasus ini bermula ketika PT CPI, yang bergerak di sektor minyak dan gas, menganggarkan biaya proyek lingkungan di seluruh Indonesia sebesar 270 juta dollar AS (sekitar Rp 2,43 triliun) untuk kurun waktu 2003-2011.

Salah satunya adalah proyek bioremediasi atau pemulihan lingkungan dari kondisi tanah yang terkena limbah akibat eksplorasi minyak yang dilakukan perusahaan migas.

PT CPI menggandeng PT Green Planet Indonesia dan PT Sumigita Jaya. Namun, saat diselidiki, diketahui bahwa kedua perusahaan itu tak memenuhi klasifikasi teknis dan sertifikasi dari pejabat berwenang sebagai perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan limbah.

Kedua perusahaan tersebut ternyata perusahaan kontraktor umum sehingga tidak layak melaksanakan proyek bioremidiasi. Proyeknya juga ternyata diketahui sebagai proyek fiktif. Kerugian negara dalam kasus ini diperkirakan mencapai 23,361 juta dollar AS atau setara dengan Rp 200 miliar.

Komnas HAM sempat merilis adanya dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan kejaksaan agung dalam menangani perkara ini. Para terdakwa yang diseret ke meja hijau, dalam versi Komnas HAM, sebenarnya tidak pantas dipersalahkan karena mereka hanyalah karyawan. Sementara proyek ini adalah proyek korporasi yang mekanisme pengadaan, perencanaan, dan persetujuannya mengikuti mekanisme Production Sharing Contract (PSC).

Di dalam PSC ini, terdapat klausul jika ada perbedaan tafsiran kebutuhan. Keurgian, dan segala macam maka mekanisme yang ditempuh ada perdata. Kalau tidak bisa diselesaikan melalui jalur perdata, maka akan dibawa ke arbitrase.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com