Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

SBY Diminta Tinggalkan Warisan Baik di Bidang Tambang

Kompas.com - 11/01/2014, 21:07 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Jelang akhir masa jabatannya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono masih memiliki sejumlah pekerjaan rumah yang harus dibereskan. Salah satunya soal aturan tambang mineral dan batubara.

Pro dan kontra di kalangan pengusaha tambang, pengamat energi, lembaga swadaya masyarakat, bahkan pemerintah sendiri, mencuat lantaran sebelumnya sejumlah menteri menyatakan aturan minerba harus diterapkan konsisten. Namun, nyatanya toh pemerintah hendak merevisi aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).

Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara kepada Kompas.com, Sabtu (11/1/2014) mengatakan, ia tidak melihat ada kemungkinan pengaruh dari kontestan calon presiden dalam revisi aturan itu. Ia menyebutkan, bisa saja hal itu dipengaruhi oleh orang lain yang ingin ambil kesempatan.

"Tapi kan yang paling tertinggi pangkatnya itu Presiden. Sekarang ya harusnya Presiden independen. Itu yang kita harapkan supaya meninggalkan warisan yang terbaik bagi rakyat," kata Marwan.

Ia mengatakan bukan tidak mungkin, pemerintah yang akan datang harus menyelesaikan persoalan minerba ini. Namun, ia memastikan hal itu tergantung bunyi revisi aturan tersebut.

Marwan menyebutkan, jika pemimpin kelak memiliki komitmen kebangsaan yang lebih baik, maka bisa saja apa yang disepakati hari ini bakal diubah lagi. Ia berharap pemerintah tidak terpengaruh tekanan korporat tambang berskala besar, terutama korporasi asing.

Menuerut Marwan, kemungkinan relaksasi atau pelonggaran aturan minerba itu berupa penurunan kadar pemurnian dan tenggat dibangunnya pabrik pengolahan bijih mineral (smelter). Informasi yang berkembang dalam diskusi antara Direktorat Minerba Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan asosiasi serta perusahaan tambang, batas akhir pembangunan smelter diundur menjadi 2017. Namun, menurut Marwan, batas waktu 2017 terlalu longgar. Jika banyak perusahaan tambang yang mengaku sudah melakukan studi kelayakan beberapa bulan lalu, maka diperhitungkan smelter rampung dibangun pada akhir 2015.

"Kalau 2017 itu, sudah kelihatan pula itu niat jeleknya," kata Marwan.

Akibat kemungkinan relaksasi ini, praktis cita-cita Indonesia untuk menjadi negara industri lagi-lagi mundur. Marwan menengarai, jika pemerintah yang akan datang juga mudah dipengaruhi, maka bukan tidak mungkin tenggat pembangunan smelter pada 2017 diundur lagi jadi 2020.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com