Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tarif Batas Atas Penumpang Pesawat Akan Direvisi

Kompas.com - 17/05/2014, 14:13 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan akan merevisi aturan tentang mekanisme formulasi perhitungan dan penetapan tarif batas atas penumpang pelayanan kelas ekonomi angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri.

Revisi ini dilakukan karena aturan yang ada sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini. Namun, revisi baru akan ditetapkan setelah Lebaran agar tidak menimbulkan gejolak.

Kepala Bagian Hukum dan Humas Ditjen Perhubungan Udara Kemenhub Israfulhayat mengatakan, revisi itu memerlukan waktu karena ada sejumlah tahapan yang harus dilalui.

”Kami berharap revisi ini cepat selesai, tetapi sebentar lagi akan memasuki musim mudik, mungkin akan lebih bijak jika penetapan revisi tarif batas tersebut dilakukan sesudah Lebaran,” kata Israfulhayat di Jakarta, Jumat (16/5/2014).

Dia menambahkan, saat ini pihaknya mengharapkan masukan dari pihak maskapai terkait revisi terhadap Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 26 Tahun 2010 tersebut. Masukan itu mulai dari besaran kenaikan tarif batas atas hingga bagian-bagian dari komponen tarif yang harus direvisi.

Ia menambahkan, rencana pemerintah merevisi aturan tersebut terkait dengan kondisi ekonomi saat ini demi kelangsungan usaha badan usaha angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri. Hal itu dilakukan dengan tetap mempertimbangkan aspek perlindungan konsumen, terutama keamanan dan keselamatan penerbangan.

Rencana revisi KM 26/2010 difokuskan pada perlu atau tidaknya tarif referensi dijadikan satu di dalam peraturan yang mengatur tentang mekanisme penetapan tarif atau tetap menjadi peraturan tersendiri.

Sementara itu, Ketua Umum INACA Arif Wibowo pernah mengatakan, saat ini maskapai penerbangan mengalami pukulan yang sangat berat karena masalah infrastruktur bandara, harga avtur yang tinggi, dan pelemahan nilai tukar rupiah.

Infrastruktur bandara yang kurang memadai membuat bandara sangat padat, baik di sisi darat maupun di sisi udara. Kepadatan bandara di sisi darat menyebabkan pesawat harus antre untuk lepas landas dan mendarat.

Untuk antrean lepas landas dari jalur antrean menuju landasan dibutuhkan waktu selama 20 menit, maskapai yang menggunakan pesawat berbadan kecil sekelas Airbus 320 atau Boeing 737 bakal mengalami kerugian hingga Rp 10 juta. Kerugian ini baru datang dari konsumsi bahan bakar.

”Jadi, kalau telat 20 menit, biayanya bisa sampai 1.000 dollar AS atau Rp 10 juta. Tinggal dihitung saja kalau telatnya sampai 1 jam. Lalu, hitung lagi berapa kerugian yang harus ditanggung dalam 1 bulan. Ruginya hingga miliaran rupiah dari sisi bahan bakar saja,” katanya.

Biaya bahan bakar akan lebih membengkak ketika pesawat antre atau berputar-putar di udara ketika belum diizinkan mendarat oleh petugas navigasi udara. ”Berapa banyak kerugian yang harus kami tanggung karena 50 persen biaya operasional maskapai berasal dari bahan bakar,” kata Arif.

Akibatnya, makin lama keterlambatan, semakin menambah beban operasional maskapai. Menurut dia, untuk mengoperasikan pesawat berbadan kecil, maskapai harus mengeluarkan biaya hingga 6.000 dollar AS per jam. Karena itu, pada 2013, hampir semua maskapai di Indonesia sebenarnya menanggung kerugian operasional.

Pengamat penerbangan, Gerry Soejatman, mengatakan, tarif batas atas memang sudah waktunya dinaikkan.

”Kondisi maskapai sudah sangat berat. Pemerintah harus mendukung dengan merevisi tarif berdasarkan kemampuan membayar, bukan keinginan membayar,” kata Gerry.

Dengan kenaikan tarif ambang atas itu, pasar akan bereaksi. Jika masyarakat merasa tidak mampu, mereka tidak membeli. Jika tidak mampu, mereka akan mencari alternatif angkutan lain. (ARN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dari Hulu ke Hilir, Begini Upaya HM Sampoerna Kembangkan SDM di Indonesia

Dari Hulu ke Hilir, Begini Upaya HM Sampoerna Kembangkan SDM di Indonesia

Whats New
Disebut Jadi Penyebab Kontainer Tertahan di Pelabuhan, Ini Penjelasan Kemenperin

Disebut Jadi Penyebab Kontainer Tertahan di Pelabuhan, Ini Penjelasan Kemenperin

Whats New
Perbankan Antisipasi Kenaikan Kredit Macet Imbas Pencabutan Relaksasi Restrukturisasi Covid-19

Perbankan Antisipasi Kenaikan Kredit Macet Imbas Pencabutan Relaksasi Restrukturisasi Covid-19

Whats New
KKP Tangkap Kapal Ikan Berbendera Rusia di Laut Arafura

KKP Tangkap Kapal Ikan Berbendera Rusia di Laut Arafura

Whats New
Defisit APBN Pertama Pemerintahan Prabowo-Gibran Dipatok 2,45 Persen-2,58 Persen

Defisit APBN Pertama Pemerintahan Prabowo-Gibran Dipatok 2,45 Persen-2,58 Persen

Whats New
Bos Bulog Sebut Hanya Sedikit Petani yang Manfaatkan Jemput Gabah Beras, Ini Sebabnya

Bos Bulog Sebut Hanya Sedikit Petani yang Manfaatkan Jemput Gabah Beras, Ini Sebabnya

Whats New
Emiten Gas Industri SBMA Bakal Tebar Dividen Rp 1,1 Miliar

Emiten Gas Industri SBMA Bakal Tebar Dividen Rp 1,1 Miliar

Whats New
Citi Indonesia Tunjuk Edwin Pribadi Jadi Head of Citi Commercial Bank

Citi Indonesia Tunjuk Edwin Pribadi Jadi Head of Citi Commercial Bank

Whats New
OJK: Guru Harus Punya Pengetahuan tentang Edukasi Keuangan

OJK: Guru Harus Punya Pengetahuan tentang Edukasi Keuangan

Whats New
Sekjen Anwar: Kemenaker Punya Tanggung Jawab Besar Persiapkan SDM Unggul dan Berdaya Saing

Sekjen Anwar: Kemenaker Punya Tanggung Jawab Besar Persiapkan SDM Unggul dan Berdaya Saing

Whats New
Lowongan Kerja BUMN Viramakarya untuk Posisi di IKN, Ini Posisi dan Persyaratannya

Lowongan Kerja BUMN Viramakarya untuk Posisi di IKN, Ini Posisi dan Persyaratannya

Whats New
Soal Relaksasi HET Beras Premium, Dirut Bulog: Biasanya Sulit Dikembalikan...

Soal Relaksasi HET Beras Premium, Dirut Bulog: Biasanya Sulit Dikembalikan...

Whats New
Potensi Pasar Geospasial di Indonesia

Potensi Pasar Geospasial di Indonesia

Whats New
OJK Minta Lembaga Keuangan Bikin 'Student Loan' Khusus Mahasiswa S-1

OJK Minta Lembaga Keuangan Bikin "Student Loan" Khusus Mahasiswa S-1

Whats New
Soal Tarif PPN 12 Persen, Sri Mulyani: Kami Serahkan kepada Pemerintahan Baru

Soal Tarif PPN 12 Persen, Sri Mulyani: Kami Serahkan kepada Pemerintahan Baru

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com