Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ekonom: Rupiah Melemah Paling Dalam

Kompas.com - 17/03/2015, 08:43 WIB
Stefanno Reinard Sulaiman

Penulis


BOGOR,KOMPAS.com - Ekonom Universitas Indonesia, Lana Soelistianingsih menilai nilai tukar rupiah sudah terdepresiasi cukup dalam.  Menurut dia, penurunan ini lebih tinggi jika dibandingkan negara Jepang yang memang sengaja melemahkan mata uangnya.

"Rupiah di antara mata uang asing paling dalam terdepresiasi. Padahal kita tidak sengaja dilemahkan. Tidak ada pengumuman resmi pemerintah maupun BI untuk melemahkan rupiah. Tapi rupiah lebih lemah dari Yen yang sengaja dilemahkan," jelas Lana dalam Media Workshop oleh PT Asuransi Jiwa Generali Indonesia, di Bogor, Senin (16/3/2015).

Lana mengatakan, tren penurunan ini perlu diwaspadai lantaran menurut dia tidak biasanya dalam 2 bulan rupiah melemah lebih dari Rp 500.

Lebih lanjut lagi, ia mengatakan Indonesia perlu mewaspadai pergerakan The Fed (Bank Sentral). "Kita mesti antisipasi dari The Fed. Kalau sudah terkena itu (The Fed) mau dibawa ke berapa rupiah, nanti semakin tidak menarik. IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) return-nya hanya 4 persen, rupiah melemah 6 persen, praktis pegang saham tidak menguntungkan untuk investor asing," kata Lana.

Soal intervensi, Lana mengatakan Bank Indonesia tidak hanya bisa melakukan intervensi terhadap dollar, melainkan juga kepada rupiah. "Seperti menarik jumlah rupiah melalui sertifikat deposito BI, jadi BI Rate tidak perlu naik. Bisa juga menaikkan (rate) Fasilitas Simpanan Bank Indonesia (FASBI)," jelas Lana.

Selain itu kata dia, masih banyak instrumen moneter lainnya yang dapat dilakukan BI, seperti menaikkan giro wajib minimum.

Lana menambahkan, cadangan devisa Indonesia untuk melakukan intervensi, dinilai masih cukup untuk menjalankan alternatif-alternatif tersebut.

Terkait kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE), Lana menilai implementasinya harus dipercepat. Menurut dia, hal tersebut bisa terjadi jika para menteri turut turun tangan dalam melaksanakan kebijakan ini.

"Itu menteri-menterinya harus turun, jangan cuma dikantor. Harus menghimbau pada eksportir di tingkat kementerian masing-masing bahwa DHE jangan di tahan-tahan, sekarang kan boleh sampai 6 bulan, ini harus dipercepat paling tidak 2 bulan sudah masuk," kata Lana.

Lana menambahkan, sudah saatnya para eksportir tersebut membantu pemerintah. Ditambah lagi, kata dia, Indonesia perlu mengantisipasi peluang kenaikkan suku bunga The Fed di bulan Juni. "Karena kita butuh cepat antisipasi untuk bulan Juni," ucapnya.

Seperti dikutip dari data Bloomberg, di pasar spot mata uang Garuda ini pada perdagangan kemarin ditutup melorot ke posisi Rp 13.245 per dollar AS.

Sementara kurs JISDOR Bank Indonesia Senin (16/3/3015), berada pada posisi 13.237 melemah dibanding sebelumnya di level 13.191.

baca juga: Ada yang Dapat Untung Saat Dollar AS Menguat

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Meski Ada Momen Ramadhan dan Pemilu, Konsumsi Rumah Tangga Dinilai Tidak Tumbuh Maksimal

Meski Ada Momen Ramadhan dan Pemilu, Konsumsi Rumah Tangga Dinilai Tidak Tumbuh Maksimal

Whats New
Era Suku Bunga Tinggi, Bank Mega Syariah Terapkan Jurus Angsuran Tetap untuk Pembiayaan Rumah

Era Suku Bunga Tinggi, Bank Mega Syariah Terapkan Jurus Angsuran Tetap untuk Pembiayaan Rumah

Whats New
Gojek Luncurkan Paket Langganan Gojek Plus, Ada Diskon di Setiap Transaksi

Gojek Luncurkan Paket Langganan Gojek Plus, Ada Diskon di Setiap Transaksi

Whats New
Laba Bersih MPXL Melonjak 123,6 Persen, Ditopang Jasa Angkut Material ke IKN

Laba Bersih MPXL Melonjak 123,6 Persen, Ditopang Jasa Angkut Material ke IKN

Whats New
Emiten Migas SUNI Cetak Laba Bersih Rp 33,4 Miliar per Kuartal I-2024

Emiten Migas SUNI Cetak Laba Bersih Rp 33,4 Miliar per Kuartal I-2024

Whats New
CEO Perusahaan Migas Kumpul di IPA Convex 2024 Bahas Solusi Kebijakan Industri Migas

CEO Perusahaan Migas Kumpul di IPA Convex 2024 Bahas Solusi Kebijakan Industri Migas

Whats New
Ramai soal 9 Mobil Mewah Pengusaha Malaysia Ditahan, Bea Cukai Beri Penjelasan

Ramai soal 9 Mobil Mewah Pengusaha Malaysia Ditahan, Bea Cukai Beri Penjelasan

Whats New
BEI Ubah Aturan 'Delisting', Ini Ketentuan Saham yang Berpotensi Keluar dari Bursa

BEI Ubah Aturan "Delisting", Ini Ketentuan Saham yang Berpotensi Keluar dari Bursa

Whats New
BEI Harmonisasikan Peraturan Delisting dan Relisting

BEI Harmonisasikan Peraturan Delisting dan Relisting

Whats New
Hadirkan Solusi Transaksi Internasional, Bank Mandiri Kenalkan Keandalan Livin’ by Mandiri di London

Hadirkan Solusi Transaksi Internasional, Bank Mandiri Kenalkan Keandalan Livin’ by Mandiri di London

Whats New
Biasakan 3 Hal Ini untuk Membangun Kekayaan

Biasakan 3 Hal Ini untuk Membangun Kekayaan

Earn Smart
Pertumbuhan Ekonomi RI 5,11 Persen Dinilai Belum Maksimal

Pertumbuhan Ekonomi RI 5,11 Persen Dinilai Belum Maksimal

Whats New
Laba Bersih JTPE Tumbuh 11 Persen pada Kuartal I 2024, Ditopang Pesanan E-KTP

Laba Bersih JTPE Tumbuh 11 Persen pada Kuartal I 2024, Ditopang Pesanan E-KTP

Whats New
Pabrik Sepatu Bata Tutup, Menperin Sebut Upaya Efisiensi Bisnis

Pabrik Sepatu Bata Tutup, Menperin Sebut Upaya Efisiensi Bisnis

Whats New
Jadwal LRT Jabodebek Terbaru Berlaku Mei 2024

Jadwal LRT Jabodebek Terbaru Berlaku Mei 2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com