"BMTP secara kasuistik memang jarang. Lagipula lebih manis BMAD, maksudnya karena melalui proses investigasi," kata Agung ditemui dalam Pelantikan Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayan dan Resiko, Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (19/3/2015).
Agung menjelaskan, pengenaan BMTP dilakukan secara langsung ketika ada indikasi lonjakan impor yang berlebih. Sementara BMAD dikenakan setelah ada laporan dari industri yang resah akibat produk mereka tidak berdaya saing lantaran ada indikasi produk impor yang lebih murah (dumping).
Laporan dari industri tersebut lantas ditindaklanjuti oleh Komite Anti Dumping Indonesia (KADI). Agung mengakui proses investigasi yang dilakukan KADI bisa memakan waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Baru setelah diputuskan benar terjadi dumping, produk tersebut dikenakan BMAD, dengan tarif yang diputuskan Menteri Keuangan.
"Indonesia pernah mengenakan BMAD atas baja. Proses investigasinya waktu itu juga sangat lama," kata Agung.
Mengenai kebijakan BMADS (BMAD Sementara), Agung menjelaskan, hal tersebut dilakukan pemerintah untuk menyiasati lamanya proses investigasi KADI. Tujuannya, agar produk lokal tidak mati digempur produk impor yang terindikasi dumping.
Adapun tarifnya sesuai dengan tarif BMAD. Alasannya, ketika tuduhan dumping terbukti, maka sudah tidak ada lagi perubahan tarif ketika BMADS berubah menjadi BMAD.
Di sisi lain, BMTPS (BMTP Sementara) bisa langsung dikenakan pada produk yang menunjukkan lonjakan impor. Apalagi jika produk tersebut berkaitan dengan moral hazard, seperti minuman beralkohol.
"Kalau misalnya ada lonjakan minuman alkohol sampai 800 persen, kita bisa kenakan langsung BMTPS," kata Agung.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.