Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sepuluh Tahun ke Depan, Indonesia Impor 80 Persen BBM

Kompas.com - 14/04/2015, 19:34 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengaku was-was. Soalnya, jika tidak ada langkah serius untuk melakukan diversifikasi energi,   pada 2025 mendatang, Indonesia akan mengimpor 80 persen bahan bakar minyak (BBM). “Sejak 2008 Indonesia sudah menjadi nett importir, sepuluh tahun lagi 80 persen BBM kita impor,” kata Sudirman, di Jakarta, Selasa (14/4/2015).

Sudirman mengatakan, untuk melakukan diversifikasi energi ini Kementerian ESDM menjanjikan akan melakukan penganggaran (budgeting) yang sama sekali berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. “Saya akan taruh energi baru itu paling depan,” kata dia.

Dalam  kesempatan diskusi sama, Kepala Pusat Studi Energi Universitas Gadjah Mada, Deendarlianto mengatakan, mengacu Peraturan Pemerintah No.79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) kebutuhan maksimal dari BBM di 2025 mencapai 68 million ton oil equivalen (MTOE) hanya untuk transportasi. Sedangkan kebutuhan total BBM untuk segala keperluan ditaksir mencapai 100 MTOE. “Artinya, sebesar 68 persen dari kebutuhan minyak kita hanya untuk transportasi. Ini menjadi beban besar untuk pemerintah. Kalau kita tidak berfikir detil, kita akan jebol lagi di 2025,” kata Deen.

Pusat Studi Energi UGM dan beberapa pemangku kepentingan telah melakukan kajian. Hasilnya, ada enam skenario.

Deen menyebutkan beberapa di antaranya yakni jika pemerintah tidak melakukan apa-apa,  (business as usual)  kebutuhan minyak akan jebol 11 persen dari yang bisa dicukupi. Skenario lain, yakni jika dimasukkan faktor perkembangan teknologi mesin pun, hal tersebut tidak menghasilkan perubahan konsumsi energi yang begitu banyak.

Deen juga menjelaskan, jika dilakukan kewajiban biodiesel 30 persen dan bioethanol 20 persen,  akan ada penghematan BBM sebesar 8 persen pada 2025. “Kalau memasukkan (kewajiban) kendaraan roda dua,  penghemataannya 17 persen. Inilah mengapa energi baru menjadi vital (dikembangkan),” ujar Deen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com