Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pajak Barang Mewah Dihapuskan, Industri Domestik Bisa Terdesak?

Kompas.com - 15/06/2015, 08:52 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com – Rencana pemerintah untuk menggenjot konsumsi lewat penghapusan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dinilai tidak tepat. Direktur Eksekutif INDEF Enny Sri Hartati mengatakan, kebijakan tersebut justru akan berdampak signifikan negatif terhadap industri domestik.

Dia mengatakan, saat ini industri dalam negeri baru mengalami tekanan tinggi high cost economy. Pertumbuhan industri manufaktur pada triwulan pertama tahun ini juga tidak menunjukkan kabar gembira. “Kalau semakin dibanjiri dengan barang-barang impor, ini justru malah makin mendesak mereka. Malah semakin mengakibatkan keterpurukan mereka, tidak mampu bersaing,” kata Enny dihubungi Kompas.com, Minggu (14/6/2015).

Menurut Enny, kalau tujuan pemerintah adalah untuk meningkatkan daya beli masyarakat, seharusnya yang mendapatkan insentif adalah impor bahan baku. Dia mengatakan, tidak bisa dipungkiri industri dalam negeri saat ini masih memiliki ketergantungan tinggi terhadap bahan baku impor. Bahan baku ini tidak hanya dibutuhkan bagi industri yang berorientasi ekspor saja, melainkan juga untuk pemenuhan pasar dalam negeri.

“Kalau misalnya bahan bakunya relatif menurun biayanya, harapannya harga produk dalam negeri tidak mengalami kenaikan yang cukup berarti. Sehingga itu justru memelihara daya beli konsumen domestik kita,” jelas Enny.

Bersamaan dengan penghapusan PPnBM, Kementerian Keuangan juga berencana menaikkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas impor barang tertentu, untuk mengimbangi dibebaskannya PPnBM. (baca: PPh Impor Barang Naik Jadi 10 Persen) Kebijakan penaikan tarif PPh Impor menjadi 10 persen dimaksudkan untuk melindungi industri dalam negeri, sehingga barang-barang dari luar diasumsikan tetap mahal kendati PPnBM dihapuskan.

Namun menurut Enny, kebijakan PPh impor tersebut juga malah membebani importir dan bisa berdampak terhadap biaya produksi barang-barang dalam negeri. Masalahnya, kata Enny, PPh Pasal 22 tidak hanya dikenakan pada impor barang mewah saja melainkan juga impor bahan baku.

“Jadi, ini mestinya pemerintah itu ‘Menyelesaikan masalah tanpa masalah’. Memang mestinya ada kerja keras yang enggak bisa instan. Jadi yang diberikan insentif itu industri, bukan konsumen,” tandas Enny.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Capai 12,5 Persen, Pertumbuhan Ekonomi Dua Wilayah Ini Tertinggi di Indonesia

Capai 12,5 Persen, Pertumbuhan Ekonomi Dua Wilayah Ini Tertinggi di Indonesia

Whats New
Per Februari 2024, Jumlah Pengangguran RI Turun Jadi 7,20 Juta Orang

Per Februari 2024, Jumlah Pengangguran RI Turun Jadi 7,20 Juta Orang

Whats New
Pembangunan Infrastruktur di Australia Jadi Peluang untuk Produsen Baja Lapis RI

Pembangunan Infrastruktur di Australia Jadi Peluang untuk Produsen Baja Lapis RI

Whats New
KAI Ubah Pola Operasi, 21 Kereta Berhenti di Stasiun Jatinegara

KAI Ubah Pola Operasi, 21 Kereta Berhenti di Stasiun Jatinegara

Whats New
Kejar Target 1 Juta Barrel Minyak, Industri Hulu Migas Hadapi Keterbatasan Rig

Kejar Target 1 Juta Barrel Minyak, Industri Hulu Migas Hadapi Keterbatasan Rig

Whats New
PGN Suplai Gas Bumi untuk Smelter Tembaga Freeport

PGN Suplai Gas Bumi untuk Smelter Tembaga Freeport

Whats New
KKP Kembangkan Jejaring Perbenihan Nasional Ikan Nila

KKP Kembangkan Jejaring Perbenihan Nasional Ikan Nila

Whats New
Kemenhub Evaluasi Pola Pengasuhan di STIP Jakarta

Kemenhub Evaluasi Pola Pengasuhan di STIP Jakarta

Whats New
Konsumsi Rumah Tangga Kembali Jadi Penopang Pertumbuhan Ekonomi Indonesia pada Kuartal I-2024

Konsumsi Rumah Tangga Kembali Jadi Penopang Pertumbuhan Ekonomi Indonesia pada Kuartal I-2024

Whats New
Frekuensi Perjalanan LRT Jabodebek Ditambah, Waktu Tunggu Lebih Cepat

Frekuensi Perjalanan LRT Jabodebek Ditambah, Waktu Tunggu Lebih Cepat

Whats New
Kepala Bappenas Sebut Pembangunan IKN Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas Sebut Pembangunan IKN Capai 80,82 Persen

Whats New
Simak Kurs Rupiah Hari Ini di BCA hingga BNI

Simak Kurs Rupiah Hari Ini di BCA hingga BNI

Spend Smart
Pabrik Sepatu Bata di Purwakarta Tutup, Bagaimana Prospek Sahamnya?

Pabrik Sepatu Bata di Purwakarta Tutup, Bagaimana Prospek Sahamnya?

Earn Smart
Ada Regulasi Ketransmigrasian Baru, Kemendes Sebut Sebagai Modal Pengembangan Transmigrasi Modern

Ada Regulasi Ketransmigrasian Baru, Kemendes Sebut Sebagai Modal Pengembangan Transmigrasi Modern

Whats New
Bagaimana Rekomendasi IHSG Pekan Ini? Simak Aneka Sentimen yang Memengaruhinya

Bagaimana Rekomendasi IHSG Pekan Ini? Simak Aneka Sentimen yang Memengaruhinya

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com