Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketergantungan terhadap Komoditas Juga Jadi Tanggung Jawab Pemda

Kompas.com - 29/07/2015, 02:18 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Riset CORE Indonesia, Mohammad Faisal, menyebut untuk bisa keluar dari jebakan komoditas, atau ketergantungan pertumbuhan ekonomi yang bersumber pada komoditas, diperlukan upaya tidak hanya dari pemerintah pusat, melainkan juga pemerintah daerah (pemda).

Pasalnya, kata Faisal, akibat peraturan desentralisasi, pemda memiliki kekuasaan yang lebih besar untuk menjalankan atau mengelola ekonomi di daerahnya. Dia bilang, pemda harus mulai memikirkan untuk membangun industri hilir dari sumber daya alam yang dimiliki.

Faisal mencontohkan daerahnya sendiri Kalimantan, di mana sangat tergantung akan komoditas seperti sawit, batubara, serta minyak. Akibat melorotnya harga komoditas dan melemahnya permintaan, pada akhirnya pertumbuhan ekonomi Kalimantan pada kuartal-I 2015 hanya 1,1 persen. Padahal, pada tahun 2014 tanah Borneo itu mampu tumbuh 3,2 persen.

Dibandingkan dengan Sulawesi, pertumbuhan ekonomi di Kalimantan tak lebih menggembirakan. Pada kuartal-I 2015, Sulawesi mampu tumbuh 7,3 persen. Pada 2014, ekonomi Sulawesi tumbuh 6,9 persen.

"Di Sulawesi Selatan tidak terjadi apa-apa (perlambatan) karena mereka mengandalkan pertanian dan industri turunannya," kata Faisal ditemui usai diskusi, Selasa (28/7/2015).

Sisa waktu lima bulan ke depan merupakan kesempatan bagi pemda untuk menentukan prioritas industri hilir apa yang akan dibangun, yang sesuai dengan sumber daya alam yang ada. Baru setelah itu, dilakukan pembangunan infrastruktur yang berkaitan.

"Apa yang mau dibangun, apakah manufaktur turunan sawit. Atau pariwisata," sambung dia.

Mengenai pendanaan pembangunan infrastruktur, Faisal mengakui memang dibutuhkan banyak biaya. Tentu saja kata dia, tidak bisa seluruhnya mengandalkan APBN ataupun APBD.

Dalam hal ini, Faisal menyebut bisa dilakukan kerjasama pemerintah swasta (KPS), mula-mula dengan investor dalam negeri, baru setelahnya kalau masih juga kurang dengan investor luar negeri.

Kepala Pusat Ekonomi Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Lucky Al Firman mengatakan, rendahnya harga komoditas menjadi satu dari empat resiko perbaikan ekonomi Indonesia.

Lucky mengatakan, harga komoditas yang melorot telah menekan ekspor dan menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal-I 2015 hanya mampu mencapai 4,7 persen.

"Apa yang terjadi? Pulau-pulau banyak tergantung komoditas. Kalimantan hanya tumbuh 1,1 persen sedangkan Sumatera tumbuh 3,5 persen. Yang memukul kita adalah komoditas. Ke depan kita tidak bisa lagi tergantung dari komoditas," ucap Lucky.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Lowongan Kerja PT Honda Prospect Motor untuk S1, Ini Persyaratannya

Lowongan Kerja PT Honda Prospect Motor untuk S1, Ini Persyaratannya

Whats New
Sudah Bisa Dibeli, Ini Besaran Kupon Sukuk Tabungan ST012

Sudah Bisa Dibeli, Ini Besaran Kupon Sukuk Tabungan ST012

Whats New
Revisi Target Penyaluran Kredit, BTN Antisipasi Era Suku Bunga Tinggi

Revisi Target Penyaluran Kredit, BTN Antisipasi Era Suku Bunga Tinggi

Whats New
Mampukah IHSG Bangkit Hari Ini ? Simak Anlisis dan Rekomendasi Sahamnya

Mampukah IHSG Bangkit Hari Ini ? Simak Anlisis dan Rekomendasi Sahamnya

Whats New
Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah

Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah

Whats New
Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km/Jam, Perjalanan Terlambat

Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km/Jam, Perjalanan Terlambat

Whats New
BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

Whats New
[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

Whats New
KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat gara-gara Hujan Lebat

KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat gara-gara Hujan Lebat

Whats New
Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Earn Smart
Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Whats New
Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Whats New
Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Whats New
Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

Whats New
BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com