Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemulihan Ekonomi RI Tidak Bisa Berkiblat kepada Amerika

Kompas.com - 07/08/2015, 10:54 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara menyatakan, pemulihan perekonomian Indonesia tidak bisa menggunakan metode seperti yang diterapkan oleh Amerika Serikat.

"Menanggapi pertanyaan sejumlah kalangan tentang penggelontoran likuiditas dan penurunan suku bunga di Amerika Serikat berdampak positif pada pemulihan ekonomi negara itu dan berpikir bisa diterapkan di Indonesia, (saya berpendapat) negara kita tidak bisa seperti itu. Jika diterapkan malahan akan berdampak negatif," kata dia di Bengkulu, Jumat (7/8/2015).

Bahkan dengan penggelontoran likuiditas akan menyebabkan nilai mata uang rupiah semakin tertekan, menyebabkan angka inflasi semakin tinggi.

"Orang akan menjadikan rupiah untuk membeli dollar AS, sementara untuk penurunan suku bunga kita harus menunggu seperti apa kebijakan suku bunga di Amerika," katanya.

Untuk pemulihan ekonomi Indonesia, menurut Mirza, akan lebih efektif jika melakukan diversifikasi penopang perekonomian, terutama perekonomian daerah.

"Jadi kita jangan mengandalkan sektor ekspor-impor, karena jika perekonomian dunia sedang lesu, maka dampaknya sangat terasa di Indonesia. Saya masih percaya pariwisata bisa mendorong pertumbuhan ekonomi," ucapnya.

Sektor pariwisata juga mampu mendorong industri kecil dan kreatif, sektor jasa, kuliner serta perhotelan tumbuh positif, sebab pariwisata di Indonesia diyakini sangat menarik minat turis jika dikelola dengan baik.

"Sekarang tinggal bagaimana menarik minat turis, cara terbaik dengan membebaskan visa kunjungan dari banyak negara seperti yang diterapkan Malaysia, bahkan disana ada 100 negara yang bebas visa untuk masuk ke Malaysia," kata Mirza.

Sementara kondisi perekonomian Indonesia saat ini diakui memang sedang terjadi perlambatan, namun kata Deputi Senior BI itu, pertumbuhan ekonomi masih sehat.

"Cukup sehat, jika menilai inflasi pada 2013-2014 masih pada level 8,4 persen, pada 2015 diperkirakan pada level 4,3 persen. Jadi angka-angka makro kita cukup baik, pemerintah juga sudah melakukan insentif fiskal, tapi memang globalnya masih buruk. Ini bukan fenomena domestik, tetapi global," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kinerjanya Banyak Dikeluhkan di Medsos, Berapa Gaji PNS Bea Cukai?

Kinerjanya Banyak Dikeluhkan di Medsos, Berapa Gaji PNS Bea Cukai?

Work Smart
Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Whats New
Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Whats New
Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Whats New
Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Work Smart
Viral Mainan 'Influencer' Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Viral Mainan "Influencer" Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Whats New
Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Spend Smart
Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Work Smart
Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Whats New
SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

Whats New
Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Whats New
Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Whats New
[POPULER MONEY] Sri Mulyani 'Ramal' Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

[POPULER MONEY] Sri Mulyani "Ramal" Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

Whats New
Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com