Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Faisal Basri: Di Indonesia Banyak Fenomena Menyesatkan Berbasis Populisme

Kompas.com - 07/10/2015, 22:46 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Pengamat ekonomi politik Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri menyampaikan, pola pikir pembuat kebijakan di Indonesia cenderung populis, tapi susah diterima secara logika.

Salah satu contohnya, kata Faisal, langkah-langkah yang dilakukan untuk mencapai swasembada garam industri. Faisal mengatakan, tidak ada satu negara pun yang dapat mencapai swasembada sebuah komoditas apabila mengandalkan hanya pada petani rakyat.

“Swasembada sapi juga demikian. Karena apa? Karena saya sama tetangga saya, makanan sapinya saja sudah beda. Padahal, standar di seluruh restoran itu sama,” kata Faisal mencontohkan, Jakarta, Rabu (7/10/2015).

Menurut Faisal, rencana pemerintah untuk mencapai swasembada garam industri, harus dilakukan dengan langkah korporatisasi seperti yang dilakukan di India. Sebab, saat ini luas lahan yang dimiliki tiap-tiap petani garam hanya 0,75 hektar.

Tentu saja, dengan kepemilikan luas lahan yang amat sempit, sangat sulit untuk mendorong produksitivas, apalagi meningkatkan kualitas. Untuk urusan meningkatkan kualitas itu sendiri, Faisal berharap PT Garam (Persero) bisa mengambil produksi garam rakyat ketimbang ikut-ikutkan memproduksi garam konsumsi.

Sayangnya, realitas yang terjadi, Faisal menambahkan PT Garam saat ini malah bersaing dengan petani garam rakyat. Alih-alih meningkatkan kualitas produksi garam rakyat, pemerintah juga memberikan izin impor garam kepada PT Garam.

“Jadi banyak di Indonesia itu, fenomena menyesatkan berbasis populisme. Rakyat, rakyat, rakyat,” kata mantan Ketua Tim Reformasi dan Tata Kelola Migas itu.

Terakhir, Faisal menyampaikan, seharusnya pemerintah bisa memberdayakan petani garam rakyat agar derajat mereka terangkat. Caranya, tidak hanya dengan memberikan bantuan terpal, tetapi juga meminta PT Garam untuk menyerap produksi garam rakyat serta meningkatkan kualitasnya.

Jika perlu, Penyertaan Modal Negara (PMN) yang diterima PT Garam digunakan untuk peningkatan kualitas garam rakyat. “Maksud saya, jangan mengurus negara ini dengan emosional, sentimentil. Kalau tidak, sampai kiamat pun petani (garam) akan begini terus (tidak sejahtera) karena populism yang sesat,” tandas Faisal.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mobil Tertabrak KA Pandalungan, KAI Sampaikan Belasungkawa

Mobil Tertabrak KA Pandalungan, KAI Sampaikan Belasungkawa

Whats New
Pabrik Tutup, Bata Janji Beri Hak-hak Karyawan Sesuai Aturan

Pabrik Tutup, Bata Janji Beri Hak-hak Karyawan Sesuai Aturan

Whats New
Meski Ada Momen Ramadhan dan Pemilu, Konsumsi Rumah Tangga Dinilai Tidak Tumbuh Maksimal

Meski Ada Momen Ramadhan dan Pemilu, Konsumsi Rumah Tangga Dinilai Tidak Tumbuh Maksimal

Whats New
Era Suku Bunga Tinggi, Bank Mega Syariah Terapkan Jurus Angsuran Tetap untuk Pembiayaan Rumah

Era Suku Bunga Tinggi, Bank Mega Syariah Terapkan Jurus Angsuran Tetap untuk Pembiayaan Rumah

Whats New
Gojek Luncurkan Paket Langganan Gojek Plus, Ada Diskon di Setiap Transaksi

Gojek Luncurkan Paket Langganan Gojek Plus, Ada Diskon di Setiap Transaksi

Whats New
Laba Bersih MPXL Melonjak 123,6 Persen, Ditopang Jasa Angkut Material ke IKN

Laba Bersih MPXL Melonjak 123,6 Persen, Ditopang Jasa Angkut Material ke IKN

Whats New
Emiten Migas SUNI Cetak Laba Bersih Rp 33,4 Miliar per Kuartal I-2024

Emiten Migas SUNI Cetak Laba Bersih Rp 33,4 Miliar per Kuartal I-2024

Whats New
CEO Perusahaan Migas Kumpul di IPA Convex 2024 Bahas Solusi Kebijakan Industri Migas

CEO Perusahaan Migas Kumpul di IPA Convex 2024 Bahas Solusi Kebijakan Industri Migas

Whats New
Ramai soal 9 Mobil Mewah Pengusaha Malaysia Ditahan, Bea Cukai Beri Penjelasan

Ramai soal 9 Mobil Mewah Pengusaha Malaysia Ditahan, Bea Cukai Beri Penjelasan

Whats New
BEI Ubah Aturan 'Delisting', Ini Ketentuan Saham yang Berpotensi Keluar dari Bursa

BEI Ubah Aturan "Delisting", Ini Ketentuan Saham yang Berpotensi Keluar dari Bursa

Whats New
BEI Harmonisasikan Peraturan Delisting dan Relisting

BEI Harmonisasikan Peraturan Delisting dan Relisting

Whats New
Hadirkan Solusi Transaksi Internasional, Bank Mandiri Kenalkan Keandalan Livin’ by Mandiri di London

Hadirkan Solusi Transaksi Internasional, Bank Mandiri Kenalkan Keandalan Livin’ by Mandiri di London

Whats New
Biasakan 3 Hal Ini untuk Membangun Kekayaan

Biasakan 3 Hal Ini untuk Membangun Kekayaan

Earn Smart
Pertumbuhan Ekonomi RI 5,11 Persen Dinilai Belum Maksimal

Pertumbuhan Ekonomi RI 5,11 Persen Dinilai Belum Maksimal

Whats New
Laba Bersih JTPE Tumbuh 11 Persen pada Kuartal I 2024, Ditopang Pesanan E-KTP

Laba Bersih JTPE Tumbuh 11 Persen pada Kuartal I 2024, Ditopang Pesanan E-KTP

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com