Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menanti Pulihnya Perekonomian Tahun Ini

Kompas.com - 14/03/2016, 16:49 WIB

KOMPAS.com - Pemulihan ekonomi, masih menjadi penantian khalayak hingga kini. Harapan terwujudnya penantian itu, sebagaimana warta laman Bloomberg pada pekan lalu adalah berangsur susutnya fenomena alam El Nino, khususnya di Indonesia dan Asia Tenggara pada umumnya.

Mengutip catatan dari Biro Meteorologi Australia, laman itu mewartakan dampak El Nino membuat produksi kopi Indonesia bisa turun hingga 20 persen. Menurut data dari laman kemenperin.go.id, rerata produksi kopi nasional Indonesia berada di kisaran 800.000 ton per tahun.

Meski begitu, hingga kini, sebagai dampak El Nino pada setahun silam, titik-titik api di Provinsi Riau, misalnya, masih terus bermunculan. Lantaran itulah, langkah baru pemerintah sebagai salah satu pemicu pemulihan juga tetap dinantikan. Paling mutakhir, pada minggu pertama Maret 2016, informasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG)  kepada publik menunjukkan munculnya 59 titik api di Sumatera. Dari jumlah itu, 45 titik api terdeteksi di Riau. Sisanya, ada 3 titik api di Aceh, 1 titik api di Bengkulu, 3 di Sumatera Barat, 1 di Sumatera Selatan, dan 6 di Sumatera Utara.

Selanjutnya, masih menurut Bloomberg, Indonesia dan Malaysia adalah dua negara yang bersiap menghadapi pemulihan ekonomi sedikit demi sedikit di tengah-tengah masih berpotensinya kebakaran hutan di awal tahun ini. Kebakaran itu, pada salah satu bagian, memang memberi pengaruh pada produksi minyak sawit mentah (CPO) kedua negara yang jumlahnya mencapai 80 persen dari produksi dunia.

Meski ada potensi kebakaran hutan, catatan dari Bursa Derivatif Malaysia yang berkedudukan di Kuala Lumpur menunjukkan bahwa harga CPO kini naik 0,1 persen menjadi 2.473 ringgit per ton. Diperkirakan, produksi CPO Malaysia juga akan naik maksimal 0,7 persen menjadi 20,1 juta ton hingga tahun ini berakhir.

Sementara itu, menurut perkiraan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) harga CPO tahun ini akan berada di kisaran 600 per dollar AS per ton. Pada 2015, menurut laman gapki.or.id, pada setahun silam, harga CPO berada di posisi 584 dollar AS per ton.

Berikutnya, menyangkut pencegahan kebakaran hutan lantaran potensi titik api di Indonesia, pengamat lingkungan dan kehutanan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Ricky Avenzora pada pekan lalu, memberikan catatan bahwa pemerintah Indonesia perlu mengubah pendekatan hukum. Ini bisa menjadi langkah baru pemerintah menghadapi pemulihan dimaksud.

Menurutnya, bagaimanapun hak "masyarakat marjinal" untuk menggunakan api dalam mengolah lahannya masih dilindungi undang-undang. Di sisi lain, kemiskinan yang mereka alami selama ini akan terus mendorong mereka untuk bisa bertahan dengan berbagai cara.  
 
Pendekatan yang sama juga bisa dilakukan dengan merangkul seluruh pemangku kepentingan. “Pengusaha sawit dan Hutan Tanaman Industri (HTI) juga perlu segera dirangkul oleh pemerintah. Mereka adalah pemangku kepentingan yang selama ini sudah berkerja secara nyata dan siginifikan dalam menghasilkan devisa negara, serta memberikan dampak positif dalam sektor ekonomi,” demikian Ricky Avenzora.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Viral Video Petani Menangis, Bulog Bantah Harga Jagung Anjlok

Viral Video Petani Menangis, Bulog Bantah Harga Jagung Anjlok

Whats New
9,9 Juta Gen Z Indonesia Tidak Bekerja dan Tidak Sekolah

9,9 Juta Gen Z Indonesia Tidak Bekerja dan Tidak Sekolah

Whats New
Rombak Direksi ID Food, Erick Thohir Tunjuk Sis Apik Wijayanto Jadi Dirut

Rombak Direksi ID Food, Erick Thohir Tunjuk Sis Apik Wijayanto Jadi Dirut

Whats New
OJK Bakal Buka Akses SLIK kepada Perusahaan Asuransi, Ini Sebabnya

OJK Bakal Buka Akses SLIK kepada Perusahaan Asuransi, Ini Sebabnya

Whats New
Gelar RUPST, KLBF Tebar Dividen dan Rencanakan 'Buyback' Saham

Gelar RUPST, KLBF Tebar Dividen dan Rencanakan "Buyback" Saham

Whats New
Layanan LILO Lion Parcel Bidik Solusi Pergudangan untuk UMKM

Layanan LILO Lion Parcel Bidik Solusi Pergudangan untuk UMKM

Whats New
60 Persen Pekerja RI Bekerja di Sektor Informal dan Gig, Hadapi Tantangan Keterbatasan Akses Modal

60 Persen Pekerja RI Bekerja di Sektor Informal dan Gig, Hadapi Tantangan Keterbatasan Akses Modal

Whats New
Surat Utang Negara adalah Apa?

Surat Utang Negara adalah Apa?

Work Smart
Luhut Minta Kasus Tambak Udang di Karimunjawa Tak Terulang Lagi

Luhut Minta Kasus Tambak Udang di Karimunjawa Tak Terulang Lagi

Whats New
Kemenhub Bebastugaskan Sementara Kepala Kantor OBU Wilayah X Merauke yang Diduga KDRT

Kemenhub Bebastugaskan Sementara Kepala Kantor OBU Wilayah X Merauke yang Diduga KDRT

Whats New
Demi Tingkatkan Kinerja, Bakrie & Brothers Berencana Lakukan Kuasi Reorganisasi

Demi Tingkatkan Kinerja, Bakrie & Brothers Berencana Lakukan Kuasi Reorganisasi

Whats New
Seberapa Penting Layanan Wealth Management untuk Pebisnis?

Seberapa Penting Layanan Wealth Management untuk Pebisnis?

BrandzView
Kejar Produksi Tanaman Perkebunan Menuju Benih Unggul, Kementan Lakukan Pelepasan Varietas

Kejar Produksi Tanaman Perkebunan Menuju Benih Unggul, Kementan Lakukan Pelepasan Varietas

Whats New
Pemerintah Siapkan 2 Hektar Lahan Perkebunan Tebu di Merauke

Pemerintah Siapkan 2 Hektar Lahan Perkebunan Tebu di Merauke

Whats New
Mudahkan Reimbursement Perjalanan Bisnis, Gojek Bersama SAP Concur Integrasikan Fitur Profil Bisnis di Aplikasi

Mudahkan Reimbursement Perjalanan Bisnis, Gojek Bersama SAP Concur Integrasikan Fitur Profil Bisnis di Aplikasi

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com