Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenaikan Harga Rokok hingga Rp 50.000 Per Bungkus Harus Dikaji Ulang, Apa Alasannya?

Kompas.com - 22/08/2016, 17:00 WIB
Iwan Supriyatna

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menaikkan harga rokok tanpa perhitungan dan mekanisme yang jelas akan merugikan industri dan tenaga kerja.

Menurut Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan, dan Minuman (FSP RTMM) Sudarto, bila kenaikan itu tidak didasari dengan pertimbangan dan riset yang jelas, akan memukul industri dan para tenaga kerja.

"Kenaikan cukai sebesar 11,7 persen saja sudah terjadi pengurangan tenaga kerja sebanyak 32.279 orang pada kurun waktu 2012 sampai 2015. Apalagi bila dinaikkan sampai Rp 50.000 per bungkus, tentu kenaikan cukai berkali-kali lipat besarnya," kata Sudarto dalam keterangan tertulisnya, Senin (22/8/2016).

Para tenaga kerja tersebut datang dari industri kretek yang merupakan industri padat karya. Ditambah, mayoritas dari mereka berpendidikan rendah.

"Ketika dirumahkan, mereka tak mampu bersaing dan bekerja di industri lain. Dan ini sangat berbahaya," jelasnya.

Menurut Sudarto, riset kenaikan harga rokok yang dikeluarkan oleh Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM – UI) seharusnya mencari jalan keluar yang bijak, bukan menyudutkan pihak-pihak tertentu.

"Bila akibat riset itu banyak yang dirumahkan, siapa yang mau bertanggung jawab," tandas Sudarto.

Selain tenaga kerja, hal lain yang diakibatkan atas dampak kenaikan harga rokok adalah semakin banyaknya beredar rokok ilegal. Hingga saat ini, kata Sudarto, jumlah rokok ilegal berada di angka lebih dari 11 persen.

"Nantinya, tentu yang akan dirugikan adalah pemerintah karena penerimaan cukai akan turun," tambahnya.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia (APCI) I Ketut Budiman mengatakan, riset yang dilakukan oleh orang yang kontra rokok tentu akan membuahkan ketidakadilan.

"Fokus mereka kan kesehatan, tapi bagaimana dengan tenaga kerja dan petani, apakah mereka pikirkan?" katanya.

Budiman menegaskan, saat ini produksi cengkeh di Indonesia sekitar 100.000 sampai 110.000 ton per tahun.

"Dan sekitar 94 persen diserap oleh industri rokok. Jika nanti industri itu terganggu akibat kenaikan harga ini, mau dikemanakan hasil cengkeh ini?" lanjut Budiman.

Budiman mengatakan, jumlah petani cengkeh di Indonesia mencapai satu juta orang. Bila produksi mereka terganggu, tentu akan mendatangkan masalah baru.

"Alangkah lebih baik bila riset seperti itu digunakan untuk solusi yang tepat. Jangan berat sebelah tanpa memperhatikan kehidupan orang lain," pungkas Budiman.

Kompas TV Petani Tembakau Tolak Wacana Kenaikan Harga Rokok

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com