Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

2013, Waspadai Lonjakan Kredit Bermasalah

Kompas.com - 20/06/2013, 08:26 WIB
Palupi Annisa Auliani

Penulis

Sumber

JAKARTA, KOMPAS.com - Tahun 2013 betul-betul jadi tahun yang menantang bagi perbankan. Selain mengantisipasi penurunan pendapatan dan laba, perbankan juga harus mengantisipasi kenaikan non performing loan (NPL) atau rasio kredit bermasalah pada beberapa sektor yang sudah mulai meningkat.

Berdasarkan statistik perbankan Indonesia (SPI), April lalu ada beberapa sektor yang mencatatkan peningkatan NPL. Kenaikan NPL tertinggi di sektor pertambangan dan penggalian, mencapai sekitar Rp 1,13 triliun atau tumbuh 96 persen dibandingkan periode yang sama pada 2012. Padahal kredit sektor ini hanya tumbuh 22 persen jadi Rp 114 triliun.

Peningkatan NPL secara signifikan pada sektor pertambangan memang sudah terjadi sejak pertengahan tahun lalu. Peningkatan ini akibat masih lesunya harga komoditas dunia yang menyebabkan laba perusahaan tambang terganggu dan mengurangi kemampuan mereka membayar cicilan kredit.

Sektor yang mengancam lain adalah pemilikan ruko atau rukan. Kredit bermasalah sektor ini meroket hingga 78 persen menjadi  Rp 506 miliar. Sementara kredit tumbuh 33 persen senilai Rp 21,68 triliun.

Sektor pertanian dan perkebunan, listrik, gas serta air bisa mengancam bisnis bank. Kredit bermasalah sektor pertanian dan perkebunan meningkat 55 persen menjadi Rp 2,89 triliun. Adapun kredit hanya tumbuh 28 persen. Sementara kredit bermasalah sektor listrik, gas dan air menanjak Rp 29 persen menjadi Rp 265 miliar dan kredit cuma tumbuh 1,6 persen.

Secara umum NPL perbankan masih aman. April lalu NPL masih 1,95 persen atau menurun dari awal tahun 2,01 persen. NPL ini juga masih jauh di bawah batas maksimal kredit bermasalah yang ditetapkan Bank Indonesia (BI) mencapai 5 persen.

Direktur Risiko Bisnis Bank BNI, Sutirta Budiman, menduga kenaikan NPL pada beberapa sektor tersebut lantaran pelambatan ekonomi global dan domestik. Ini mempengaruhi kapasitas bisnis perusahaan sehingga menjadi kredit bermasalah bagi bank.

Nah, tekanan kenaikan NPL akan semakin tinggi pada semester II-2013. NPL berpotensi naik, karena bank menaikkan bunga kredit  yang dipicu  kenaikan BI rate dan LPS rate. Kenaikan bunga kredit akan menghambat kemampuan debitur mencicil pinjaman.

Mengantisipasi hal ini, BNI akan menerapkan kehati-hatian menaikkan bunga dan penyaluran kredit. "Potensi kredit bermasalah akan datang dari sektor properti dan industri," ujarnya, Rabu (19/6/2013).

Direktur Bank Hana, Bayu Wisnu Wardhana, menyampaikan kenaikan NPL bukan cuma akibat bank menaikkan bunga kredit, melainkan juga karena faktor penurunan produksi usaha. "Kami akan hati-hati menaikkan bunga kredit karena akan membebani debitur jika ekonomi masih lambat. Kami berencana menaikkan bunga kredit sekitar 50 basis poin," ucapnya.

Sementara menurut Presiden Direktur Bank Bumi Arta, Wikan Aryono, perbankan harus berhati-hati dalam memberikan kredit, karena perekonomian belum stabil. Bank miliknya telah membentuk tim remedial untuk menangani sejumlah kredit bermasalah. Misalnya, tim berunding dengan nasabah soal permasalahan usaha yang terjadi sehingga menjadi macet atau terlambat bayar. "Saat ini NPL net kami di bawah 0 persen, sedangkan NPL gross sekitar 0,6 persen," tuturnya.

Direktur Utama Bank Mandiri, Budi Gunadi Sadikin, menjelaskan menentukan bunga kredit bukan hal mudah. Bunga kredit akan naik, bila bank menemukan tekanan pada suku bunga pendanaan dan sedang membutuhkan likuiditas besar untuk memenuhi kewajiban. "Jika suku bunga pendanaan naik, margin bank tertekan, pasti suku bunga kredit akan berubah," ucap Budi, Rabu (19/6/2013).

Menurut Budi, biasanya terdapat jeda antara kenaikan suku bunga dana dengan naiknya bunga kredit. Awalnya, bank akan menaikkan suku bunga pendanaan. Setelah itu, baru suku bunga kredit. Budi tak memungkiri, bunga kredit memiliki fungsi kompetitif. Jika persaingan ketat, belum tentu bank menaikkan suku bunga kredit.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com