"Sebetulnya bea keluar yang untuk ekspor itu bukan untuk revenue (penerimaan) negara. Itu alat penekan atau pemaksa agar mereka (pengusaha tambang) bangun smelter," kata Menteri Perindustrian MS Hidayat, ditemui di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Rabu (23/4/2014).
Hidayat mengatakan pihaknya tak memiliki wewenang untuk mengontrol implementasi bea keluar dan kadar mineralnya. "Saya hanya ditugasi membuat spek untuk industrinya (smelternya)," kata dia.
Saat ini Kementerian Perindustrian mencatat ada lima perusahaan tambang yang tengah merealisasikan pembangunan smelter. Menurutnya, beberapa diantaranya ada pula yang berinvestasikan modal asing (PMA).
Hidayat menambahkan, ada dua smelter di Bintan, dua di Sulawesi, dan satu di Kalimantan. "Saya bilang ke Kementerian ESDM dari 55 itu ada 5 yang riil membangun, termasuk Freeport," ujarnya.
Sementara itu saat ditanya mengenai garansi dari Kementerian Perindustrian agar bea keluar bisa diturunkan, Hidayat tak memberikan jawaban jelas. Dia hanya memastikan, jika smelter sudah dibangun, maka bea keluar tak lagi dikenakan.
"Bea keluar tidak ditargetkan untuk mencari tambahan pendapatan, itu untuk memaksa orang yang mau ekspor supaya kapok, supaya tidak lagi mengekspor mineral mentah makanya dikasih bea keluar tinggi," tukasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.