Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Coca-Cola Diduga Akali Setoran Pajak

Kompas.com - 13/06/2014, 11:35 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com -
Satu lagi kasus penggelapan pajak yang melibatkan perusahaan kelas wahid. Kali ini melibatkan salah satu perusahaan dalam kelompok Coca-Cola Company, yakni PT Coca-Cola Indonesia (CCI). PT CCI diduga mengakali pajak sehingga menimbulkan kekurangan pembayaran pajak senilai Rp 49,24 miliar.

Sekarang kasus ini sedang dalam tahap banding di Pengadilan Pajak. PT CCI mengajukan banding karena merasa sudah membayar pajak sesuai ketentuan.

Kasus ini terjadi untuk tahun pajak 2002, 2003, 2004, dan 2006. Hasil penelusuran Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Kementerian Keuangan menemukan, ada pembengkakan biaya yang besar pada tahun itu. Beban biaya yang besar menyebabkan penghasilan kena pajak berkurang, sehingga setoran pajaknya pun mengecil.

Beban biaya itu antara lain untuk iklan dari rentang waktu tahun 2002-2006 dengan total sebesar Rp 566,84 miliar. Itu untuk iklan produk minuman jadi merek Coca-Cola.

Akibatnya, ada penurunan penghasilan kena pajak. Menurut DJP, total penghasilan kena pajak CCI pada periode itu adalah Rp 603,48 miliar. Sedangkan perhitungan CCI, penghasilan kena pajak hanyalah Rp 492,59 miliar. Dengan selisih itu, DJP menghitung kekurangan pajak penghasilan (PPh) CCI Rp 49,24 miliar.

Bagi DJP, beban biaya ini sangat mencurigakan dan mengarah pada praktik transfer pricing demi meminimalisir pajak. Transfer pricing merupakan transaksi barang dan jasa antara beberapa divisi pada suatu kelompok usaha dengan harga yang tidak wajar, sehingga beban pajak berkurang.

Praktik ini bisa dideteksi jika ada kegiatan yang tak sesuai dengan bisnis perusahaan. Produk PT CCI adalah konsentrat, bukan produk minuman jadi. Namun, mereka harus mengeluarkan biaya yang besar untuk iklan. "Biaya iklan yang dibebankan oleh PT CCI tidak memiliki kaitan langsung dengan produk yang dihasilkan," kata Edward Sianipar, perwakilan DJP di persidangan, Kamis (12/6/2014).

Wajarnya, biaya iklan menjadi tanggungan perusahaan Coca-Cola lainnya. Asal tahu saja, Coca-Cola Indonesia terbagi pada tiga perusahaan, yakni yang fokus menangani konsentrat, pengemasan, dan distribusi.

Sementara itu, dalam persidangan ini, PT CCI diwakili Price Water House Cooper (PWC) dengan kuasanya adalah Ay Tjhin Pan dan Mardianto. Mereka mengajukan banding karena DJP dianggap tak konsisten melakukan pemeriksaan.

Namun, saksi ahli yang hadir di persidangan itu, yakni Zainal Arifin Muchtar, pakal hukum Administrasi Negara, berpendapat, pemeriksaan DJP bisa saja berbeda di setiap periode. Itu tergantung tujuan pemeriksaaan, apakah untuk kewajaran atau kebenaran dan bukti. "Pemeriksaan kewajaran lebih dalam dibandingkan dengan pemeriksaan kebenaran," katanya.

Namun, di persidangan itu, perwakilan PT CCI tidak memberikan bantahan ataupun tanggapan. Selanjutnya, hakim masih akan memeriksa kasus ini sebelum menjatuhkan putusan. (Adinda Ade Mustami)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Rombak Direksi ID Food, Erick Thohir Tunjuk Sis Apik Wijayanto Jadi Dirut

Rombak Direksi ID Food, Erick Thohir Tunjuk Sis Apik Wijayanto Jadi Dirut

Whats New
OJK Bakal Buka Akses SLIK kepada Perusahaan Asuransi, Ini Sebabnya

OJK Bakal Buka Akses SLIK kepada Perusahaan Asuransi, Ini Sebabnya

Whats New
Gelar RUPST, KLBF Tebar Dividen dan Rencanakan 'Buyback' Saham

Gelar RUPST, KLBF Tebar Dividen dan Rencanakan "Buyback" Saham

Whats New
Layanan LILO Lion Parcel Bidik Solusi Pergudangan untuk UMKM

Layanan LILO Lion Parcel Bidik Solusi Pergudangan untuk UMKM

Whats New
60 Persen Pekerja RI Bekerja di Sektor Informal dan Gig, Hadapi Tantangan Keterbatasan Akses Modal

60 Persen Pekerja RI Bekerja di Sektor Informal dan Gig, Hadapi Tantangan Keterbatasan Akses Modal

Whats New
Surat Utang Negara adalah Apa?

Surat Utang Negara adalah Apa?

Work Smart
Luhut Minta Kasus Tambak Udang di Karimunjawa Tak Terulang Lagi

Luhut Minta Kasus Tambak Udang di Karimunjawa Tak Terulang Lagi

Whats New
Kemenhub Bebastugaskan Sementara Kepala Kantor OBU Wilayah X Merauke yang Diduga KDRT

Kemenhub Bebastugaskan Sementara Kepala Kantor OBU Wilayah X Merauke yang Diduga KDRT

Whats New
Demi Tingkatkan Kinerja, Bakrie & Brothers Berencana Lakukan Kuasi Reorganisasi

Demi Tingkatkan Kinerja, Bakrie & Brothers Berencana Lakukan Kuasi Reorganisasi

Whats New
Seberapa Penting Layanan Wealth Management untuk Pebisnis?

Seberapa Penting Layanan Wealth Management untuk Pebisnis?

BrandzView
Kejar Produksi Tanaman Perkebunan Menuju Benih Unggul, Kementan Lakukan Pelepasan Varietas

Kejar Produksi Tanaman Perkebunan Menuju Benih Unggul, Kementan Lakukan Pelepasan Varietas

Whats New
Pemerintah Siapkan 2 Hektar Lahan Perkebunan Tebu di Merauke

Pemerintah Siapkan 2 Hektar Lahan Perkebunan Tebu di Merauke

Whats New
Mudahkan Reimbursement Perjalanan Bisnis, Gojek Bersama SAP Concur Integrasikan Fitur Profil Bisnis di Aplikasi

Mudahkan Reimbursement Perjalanan Bisnis, Gojek Bersama SAP Concur Integrasikan Fitur Profil Bisnis di Aplikasi

Whats New
Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di CIMB Biaga hingga BCA

Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di CIMB Biaga hingga BCA

Whats New
Harga Emas Terbaru 17 Mei 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 17 Mei 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com