"Multiple efek sangat besar, Ongkos angkut besar, operator akan alami kesulitan menunjang operasionalnya. Ketiga, kebijakan tanpa melalui sosialisasi dan koordinasi dengan stake holder sehingga di lapangan terjadi konflik. Ini berbahaya. Bisa timbulkan gangguan keamanan. Kami Minta kebijakan BPH migas dicabut sementara dan lakukan pembicaran dengan instansi lembaga terkait dan stakeholder untuk mencapai formulasi yang tepat dalam rangka pengedalian bbm subsidi," ujar Sekretaris Organda, Andriansyah di Jakarta, Selasa (5/8/2014).
Andrisyah menjelaskan, kebijakan pemerintah saat ini membuat ketimpangan di lapangan. Pasalnya, di lapangan katanya, surat edaran Pertamina malah ditujukan di seluruh SPBU, padahal seharusnya hanya di beberapa titik daerah saja.
Hal tersebut menurut dia, menimbulkan kebingungan antara operator angkutan umum dan akhirnya menimbulkan gesekan dengan operator SPBU. Oleh karena itu, kata Andriansyah, surat edaran tersebut harus diluruskan sehingga ada kejelasan SPBU mana saja yang tidak menjual solar bersubsidi.
"Dalam waktu dekat ini, kami minta Pertamina dalam tataran implementasi segera cabut surat edaran," katanya.
Dia pun sangat berharap agar penarikan keputusan tersebut bisa segera dilakukan dan solar bersubsidi dikembalikan seperti semula. Setelah itu, sebut dia, BPH Migas, Kemenhub, Kemenkeu dan lembaga negara terkait harus duduk secara besama mencari solusi terbaik bagi pengendalian subsidi tersebut.
"Kami harapkan bahwa ini dapat segera dilaksanakan. Sementara solar subsidi dikembalikan pada semula. Setelah itu, BPH Migas, Kemenhub, Kemenkeu dan lain-lain duduk bersama untuk atasi situasi nasional dimana BBM subsidi kuotanya sedikit. Sehingga, tujuan mengendalikan BBM bersubsidi bisa tepat," tandasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.