Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mendayung di Antara Dua Karang Itu Masih Relevan...

Kompas.com - 22/06/2015, 12:12 WIB
Yoga Sukmana

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Di Amerika Serikat (AS), minggu lalu, Presiden Obama mendapatkan pukulan telak usai kongres menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesepakatan Perdagangan Trans Pasifik atau Trans Pacific Partnership (TPP). Aturan itu tadinya akan digunakan untuk membendung pengaruh ekonomi Tiongkok di Asia.

Menurut Obama, Tiongkok akan menciptakan aturan-aturan baru ekonomi di Asia jika AS tak mengaturnya terlebih dahulu. Sejak 4 tahun silam, AS memang sangat ingin menciptakan zona perdagangan bebas Trans-Pasifik. Oleh karena itulah, AS mendorong Jepang, mengupayakan kesepakatan antara 12 negara penggerak 40 persen ekonomi dunia yang tergabung dalam TPP.

Ada 12 negara yang ikut dalam TPP, yaitu AS, Jepang, Brunei Darussalam, Malaysia, Vietnam, Singapura, Australia, Selandia Baru, Kanada, Meksiko, Cile, dan Peru.

Tak mau kalah, Tiongkok mendorong pemberlakuan Kawasan Perdagangan Bebas di Asia Pasifik (FTAAP) dalam pertemuan puncak Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Ke-22 APEC di Beijing pada November 2014 lalu. Hasilnya, para pemimpin APEC setuju perlunya upaya pencapaian FTAAP secara bertahap berdasarkan konsensus yang telah disepakati. Namun, meski disepakati, persetujuan itu tak bersifat mengikat.

Posisi Indonesia
Adu pengaruh ekonomi antara AS dan Tiongkok memang tak bisa terhindarkan. Dua negara raksasa ekonomi dunia itu memang memiliki pengaruh besar bagi perekonomian suatu kawasan. Lantas bagaimana terhadap Indonesia?

Sudah bukan barang baru, ekonomi Indonesia sangat tergantung dari dua negara itu. Bahkan, jika menengok data neraca perdagangan Indonesia, terutama ekspor pada Januari-Mei 2014, AS dan Tiongkok merupakan mitra dagang utama Indonesia.

Nilai ekspor Indonesia ke AS pada Januari-Mei 2015 mencapai 6,4 miliar dollar atau yang tertinggi dibandingkan dengan negara lain. Sementara itu, ekspor Indonesia ke Tiongkok mencapai 5,4 miliar dollar.

Namun, nilai ekspor Indonesia ke kedua negara itu secara tren memang mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Hal itu diakibatkan ekonomi AS yang belum pulih benar dan melemahnya perekonomian Tiongkok. Artinya, baik atau buruknya kondisi perekonomian kedua negara itu, dampaknya terhadap neraca perdagangan Indonesia tidaklah kecil.

Ekonom Universitas Indonesia, Berly Martawardaya, menilai, Indonesia harus memikirkan dengan cermat posisinya terkait adu kuat dua kekuatan ekonomi dunia itu. Bagi dia, memilih jalan perekonomian sendiri, tanpa harus tergantung pada satu sisi, yaitu AS atau Tiongkok, akan jauh lebih bermanfaat daripada terikat dengan salah satu negara.

Keberanian mengambil sikap yang tak terikat pada satu sisi itu, kata dia, persis dengan sikap politik luar negeri Indonesia pada saat era perang dingin, saat AS dengan liberalisme-nya dan Uni Soviet dengan komunisme-nya saling berebut pengaruh.

Politik bebas aktif itu dituangkan dalam pidato Wakil Presiden pertama RI, Bung Hatta, yang berjudul "Mendayung Diantara Dua Karang" di depan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP) pada 2 September 1948 silam.

"Mendayung di antara dua karang itu masih sangat relevan buat kita. Saya kira, kita harus memikirkan sikap kita ke Eropa seperti apa, ke Asia Timur dan Amerika seperti apa," ujar Berly dalam acara diskusi Smart FM pada akhir pekan lalu.

Dia menuturkan, dengan segala kondisi ekonomi Indonesia saat itu, ikut bergabung ke TPP, yang sangat mengikat, misalnya, akan berdampak pada keleluasaan pergerakan sikap Indonesia dalam ekonomi global.

Terlebih lagi, kata dia, aturan kemitraan TPP tersebut ditolak oleh kongres di AS. Menurut Berly, pantas klausul TPP yang diajukan Obama untuk mematok pengaruh di kawasan Asia dikritik keras di AS. Pasalnya, kata dia, klausul itu bagian dari suatu rezim ekonomi yang nantinya sangat mengikat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harga Saham Bank Mandiri Terkoreksi, Waktunya 'Serok'?

Harga Saham Bank Mandiri Terkoreksi, Waktunya "Serok"?

Earn Smart
Tutuka Ariadji Lepas Jabatan Dirjen Migas, Siapa Penggantinya?

Tutuka Ariadji Lepas Jabatan Dirjen Migas, Siapa Penggantinya?

Whats New
Panen Jagung bersama Mentan di Sumbawa, Jokowi Tekankan Pentingnya Keseimbangan Harga

Panen Jagung bersama Mentan di Sumbawa, Jokowi Tekankan Pentingnya Keseimbangan Harga

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Peritel Khawatir Bunga Pinjaman Bank Naik

Suku Bunga Acuan BI Naik, Peritel Khawatir Bunga Pinjaman Bank Naik

Whats New
Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

Whats New
Bank Sentral AS Sebut Kenaikan Suku Bunga Tak Dalam Waktu Dekat

Bank Sentral AS Sebut Kenaikan Suku Bunga Tak Dalam Waktu Dekat

Whats New
Panduan Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu ATM BRI Bermodal BRImo

Panduan Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu ATM BRI Bermodal BRImo

Spend Smart
PMI Manufaktur April 2024 Turun Jadi 52,9 Poin, Menperin: Ada Libur 10 Hari...

PMI Manufaktur April 2024 Turun Jadi 52,9 Poin, Menperin: Ada Libur 10 Hari...

Whats New
Siapa Hendry Lie, Pendiri Sriwijaya Air yang Jadi Tersangka Korupsi Timah Rp 271 Triliun?

Siapa Hendry Lie, Pendiri Sriwijaya Air yang Jadi Tersangka Korupsi Timah Rp 271 Triliun?

Whats New
Inflasi Lebaran 2024 Terendah dalam 3 Tahun, Ini Penyebabnya

Inflasi Lebaran 2024 Terendah dalam 3 Tahun, Ini Penyebabnya

Whats New
Transformasi Digital, BRI Raih Dua 'Award' dalam BSEM MRI 2024

Transformasi Digital, BRI Raih Dua "Award" dalam BSEM MRI 2024

Whats New
Emiten Buah Segar BUAH Targetkan Pendapatan Rp 2 Triliun Tahun Ini

Emiten Buah Segar BUAH Targetkan Pendapatan Rp 2 Triliun Tahun Ini

Whats New
SYL Gunakan Anggaran Kementan untuk Pribadi, Stafsus Sri Mulyani: Tanggung Jawab Masing-masing Kementerian

SYL Gunakan Anggaran Kementan untuk Pribadi, Stafsus Sri Mulyani: Tanggung Jawab Masing-masing Kementerian

Whats New
Saat Sri Mulyani Sampai Turun Tangan Urusi Kasus Alat Tunanetra SLB yang Tertahan Bea Cukai

Saat Sri Mulyani Sampai Turun Tangan Urusi Kasus Alat Tunanetra SLB yang Tertahan Bea Cukai

Whats New
Emiten Manufaktur Kosmetik VICI Catat Pertumbuhan Laba Bersih 20 Persen Menjadi Rp 47,1 Miliar pada Kuartal I-2024

Emiten Manufaktur Kosmetik VICI Catat Pertumbuhan Laba Bersih 20 Persen Menjadi Rp 47,1 Miliar pada Kuartal I-2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com