Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengembalikan Pamor Otoritas Pelabuhan

Kompas.com - 27/07/2015, 16:59 WIB


KOMPAS.com - Kenyataannya, hingga sekitar sebulan silam, masa inap barang (dwell time) di Pelabuhan Tanjung Priok masih menyentuh angka 5,5 hari. Padahal, catatan dari laman Kementerian Perindustrian di alamat kemenperin.go.id, menunjukkan dwell time di Pelabuhan Tanjung Priok, idealnya cuma memakan tempo empat  hari. Kementerian itu menjadikan empat hari sebagai target yang mesti terpenuhi tahun ini.

Ihwal dwell time itu memang berujung pada kemarahan Presiden Joko Widodo saat berkunjung resmi ke Pelabuhan Tanjung Priok pada Rabu (17/6/2015). Menurut Presiden Joko Widodo, dwell time pelabuhan-pelabuhan di Indonesia paling lama di ASEAN. Sementara, Singapura berada di perangkat teratas lantaran masa inap barang di negeri itu cuma sehari. (Baca: Presiden Jokowi Kecewa dengan Petugas Bongkar Muat di Tanjung Priok).

Kemudian, dari begitu banyak masalah yang mesti dituntaskan di Pelabuhan Tanjung Priok demi mengejar daya saing di ASEAN, satu yang mencuat ke permukaan adalah kalah pamornya Otoritas Pelabuhan (OP) mengelola Pelabuhan Tanjung Priok. Bahkan, para pelaku industri kepelabuhanan, rantai pasokan (supply chain), dan logistik sama-sama mengakui bahwa OP terkesan terabaikan.

Berangkat dari hal tersebut, para pelaku mendesak agar OP bisa memaksimalisasikan perannya ketimbang Pelindo II, sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang jasa kepelabuhanan. Pelindo II mengelola 12 pelabuhan, termasuk Tanjung Priok.

Kewajiban

Adalah Ketua Asosiasi Logistik Indonesia Zaldy Ilham Masita yang berpandangan bahwa penguatan OP adalah kewajiban. Catatannya menunjukkan bahwa tanpa adanya penguatan OP, upaya menekan dwell time tak pernah membuahkan hasil. Menurutnya, dwell time kemudian menjadi masalah klasik. "Tanpa ada penguatan OP program menurunkan dwell time tidak akan berjalan baik," tuturnya, hari ini.

Zaldy memaparkan, otoritas tunggal ini harus bisa mengatur semua lembaga yang berhubungan dengan pelabuhan serta bertanggung jawab terhadap kelancaran arus barang di pelabuhan. Sedangkan lembaga lain, istilah Zaldy harus di-bawah komando operasi (BKO)-kan di bawah pengawasan OP sesuai dengan fungsinya.

Lebih lanjut, Zaldy menambahkan, penguatan OP termasuk pemberian anggaran dan wewenang melakukan penawaran perbaikan fasilitas pelabuhan. Selama ini, kewenangan itu dikuasai Pelindo II.

Pendapat ihwal penguatan OP juga datang dari Ketua Umum Asosiasi Badan Usaha Pelabuhan Indonesia (ABUPI) Aulia Febrial Fatwa. Menurutnya, masalah dwell time bisa tuntas andai semua kegiatan kepelabuhanan dikembalikan lagi sesuai amanat undang-undang dan peraturan yang ada.

Menurut Aulia, kegiatan kepelabuhanan terbagi menjadi dua yakni pelayanan kapal dan pelayanan barang atau cargo handling. Prosesnya pun sangat mudah ditelusuri. Mulai dari kapal masuk ke pelabuhan, bersandar, melakukan kegiatan bongkar-muat, hingga kembali bertolak keluar dari wilayah pelabuhan. “Jika ingin tahu di mana bottleneck-nya, cukup ditelusuri  satu per satu dari dua kegiatan utama kepelabuhan tersebut,” ujarnya.

Aulia juga berpandangan bahwa OP harus mempertanyakan mengapa saat ini bisa kalah pamor dengan Pelindo II. Ia berpesan andai kepercayaan sudah kembali, OP juga mesti mampu menunjukkan diri layak sebagai pengelola pelabuhan. "Semua kegiatan kepelabuhanan harus di bawah satu komando yakni OP sebagai regulator," demikian Aulia Febrial Fatwa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com