Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dana Ketahanan Energi, Pungli Negara kepada Rakyat?

Kompas.com - 29/12/2015, 13:46 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, tanpa payung hukum regulasi yang jelas, dan tanpa adanya badan pengelola yang bisa diaudit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dana ketahanan energi (DKE) tidak ada bedanya dengan pungutan liar (pungli).

"Sebelum ada payung hukum yang jelas, saya kira ini menjadi pungli kepada rakyatnya yang dilakukan oleh negara. Kalau kelembagaan belum jelas, nanti audit bahwa dana itu betul digunakan untuk ketahanan energi seperti apa?" tanya Tulus saat ditemui seusai diskusi di Jakarta, Selasa (29/12/2015).

Tulus mengatakan, sebelum memungut dana ketahanan energi ini, pemerintah seharusnya membuat satu lembaga atau badan independen yang jelas, dengan pengelolaan dana yang bisa diawasi dan diaudit.

Dia menambahkan, potensinya sangat besar bahwa pungutan yang dihasilkan sangat rawan untuk diselewengkan sehingga tidak sesuai dengan peruntukannya.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said pun mengaku, potensi pungutan per tahun adalah Rp 15 triliun hingga Rp 16 triliun.

"Sebelum ada regulasi dan lembaga, itu (dana ketahanan energi) menjadi pungli dan rawan sekali untuk disalahgunakan," kata Tulus.

Senada dengan Tulus, anggota Dewan Energi Nasional (DEN) dari unsur akademisi, Rinaldy Dalimi, menuturkan, belum adanya dasar hukum yang jelas dari DKE tersebut menjadi masalah yang krusial untuk diselesaikan.

Rinaldy mengatakan, pemerintah tidak bisa menjadikan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) sebagai payung hukum pungutan DKE. Sebab, mengacu pada beleid tersebut, premi pengurasan energi fosil dikenakan pada sektor hulu.

Sementara itu, dalam konsep DKE ini, premi dikenakan di sektor hilir, yang dalam hal ini adalah harga jual bahan bakar minyak (BBM). Padahal, BBM yang dikonsumsi tidak seluruhnya diperoleh dari hasil pengurasan energi fosil dalam negeri, atau sebagian besar diperoleh secara impor.

"Oleh karena itu, pemerintah harus dengan tepat mendefinisikan dana ini dana apa? Apakah ini dana untuk menekan depletion rate? Kalau iya, tidak cocok (regulasinya). Kalau tidak dibuat aturannya, lalu dana ini untuk apa?" ujar Rinaldy.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Lampaui Malaysia hingga Amerika Serikat

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Lampaui Malaysia hingga Amerika Serikat

Whats New
KKP Terima 99.648 Ekor Benih Bening Lobster yang Disita TNI AL

KKP Terima 99.648 Ekor Benih Bening Lobster yang Disita TNI AL

Rilis
Di Hadapan Menko Airlangga, Wakil Kanselir Jerman Puji Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Di Hadapan Menko Airlangga, Wakil Kanselir Jerman Puji Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Whats New
Soal Rencana Kenaikan Tarif KRL, Anggota DPR: Jangan Sampai Membuat Penumpang Beralih...

Soal Rencana Kenaikan Tarif KRL, Anggota DPR: Jangan Sampai Membuat Penumpang Beralih...

Whats New
Menteri ESDM Pastikan Perpanjangan Izin Tambang Freeport Sampai 2061

Menteri ESDM Pastikan Perpanjangan Izin Tambang Freeport Sampai 2061

Whats New
Pertumbuhan Ekonomi 5,11 Persen, Sri Mulyani: Indonesia Terus Tunjukan 'Daya Tahannya'

Pertumbuhan Ekonomi 5,11 Persen, Sri Mulyani: Indonesia Terus Tunjukan "Daya Tahannya"

Whats New
“Wanti-wanti” Mendag Zulhas ke Jastiper: Ikuti Aturan, Kirim Pakai Kargo

“Wanti-wanti” Mendag Zulhas ke Jastiper: Ikuti Aturan, Kirim Pakai Kargo

Whats New
Astra Honda Motor Buka Lowongan Kerja untuk D3-S1, Simak Kualifikasinya

Astra Honda Motor Buka Lowongan Kerja untuk D3-S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Jadwal Lengkap Perjalanan Ibadah Haji 2024

Jadwal Lengkap Perjalanan Ibadah Haji 2024

Whats New
Kasus SPK Fiktif Rugikan Rp 80 Miliar, Kemenperin Oknum Pegawai yang Terlibat

Kasus SPK Fiktif Rugikan Rp 80 Miliar, Kemenperin Oknum Pegawai yang Terlibat

Whats New
Laba Bersih Avrist Assurance Tumbuh 18,3 Persen pada 2023

Laba Bersih Avrist Assurance Tumbuh 18,3 Persen pada 2023

Whats New
Mendag Zulhas Usul HET Minyakita Naik Jadi Rp 15.000 Per Liter

Mendag Zulhas Usul HET Minyakita Naik Jadi Rp 15.000 Per Liter

Whats New
Marak Modus Penipuan Undangan Lowker, KAI Imbau Masyarakat Lebih Teliti

Marak Modus Penipuan Undangan Lowker, KAI Imbau Masyarakat Lebih Teliti

Whats New
Vira Widiyasari Jadi Country Manager Visa Indonesia

Vira Widiyasari Jadi Country Manager Visa Indonesia

Rilis
Ada Bansos dan Pemilu, Konsumsi Pemerintah Tumbuh Pesat ke Level Tertinggi Sejak 2006

Ada Bansos dan Pemilu, Konsumsi Pemerintah Tumbuh Pesat ke Level Tertinggi Sejak 2006

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com