WASHINGTON, KOMPAS.com - Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan tindak pidana suap menyedot antara 1,5 triliun hingga 2 triliun dollar AS di seluruh dunia tiap tahun. Akhirnya, ekonomi pun menurun dan memperburuk layanan sosial bagi masyarakat tak mampu.
Dalam laporan terbarunya mengenai dampak korupsi, IMF menyatakan tindak suap, gratifikasi, dan tindakan curang sejenisnya baik di negara kaya maupun miskin terbukti membatasi pertumbuhan ekonomi dan menurunkan gaung kebijakan pemerintah.
Managing Director IMF Christine Lagarde menyatakan, kini semakin banyak pemimpin dunia yang secara terbuka mencari pertolongan untuk melawan tindakan kejahatan tersebut.
"Baik kemiskinan maupun pengangguran dapat menjadi gelaja korupsi yang kronis. Walaupun biaya ekonomi langsung akibat korupsi sudah diketahui, namun biaya tidak langsungnya dapat lebih substansial dan melemahkan, berujung pada rendahnya pertumbuhan dan kesenjangan pendapatan yang lebih besar," jelas Lagarde.
Lagarde tak setuju ide bahwa korupsi adalah fenomena kultural yang susah diubah di banyak negara. Faktanya, di banyak negara telah ditemukan cara untuk menangani tindak tersebut.
"Mendiang pemimpin Singapura Lee Kuan Yew sangat efektif baik dalam memberi sinyal kebijakan tanpa toleransi terhadap korupsi dan membangun institusi yang kompeten saat itu ketika korupsi sangat menjalar di Singapura," ujar Lagarde.
Dalam laporannya, IMF menyatakan korupsi memicu inefisiensi ekonomi, merusak kebijakan publik, dan memperparah kesenjangan. Selain itu, korupsi juga membuat investor lokal maupun asing enggan berinvestasi.
"Investor pada dasarnya mencari negara yang bisa memberi mereka jaminan bahwa ketika investasi dilakukan, mereka tidak akan didorong untuk melakukan suap," terang Lagarde.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.