Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setelah Cukai Hasil Tembakau Naik, Pemerintah Juga Kaji Kenaikan PPN Rokok

Kompas.com - 05/10/2016, 11:00 WIB
Iwan Supriyatna

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) masih mengkaji wacana pungutan ganda Pajak Pertambahan Nilai (PPN) rokok sebesar 10 persen pada tahun depan.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kemenkeu Heru Pambudi memastikan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sudah meminta timnya untuk membahas besaran PPN tersebut.

Menkeu meminta hal tersebut, terutama setelah pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) rata-rata sebesar 10,54 persen di tahun depan.

"Itu belum selesai dikaji, kami bicara tarif cukai dulu saja," kata Heru saat dihubungi wartawan, Rabu (5/10/2016).

Seperti yang telah disepakati sebelumnya antara Kementerian Keuangan dengan industri, kenaikan PPN HT (Hasil Tembakau) dilakukan bertahap dari tahun ke tahun.

Besarannnya mulai dari 8,7 persen menjadi 8,9 persen di 2017. Lalu di 2018 berikutnya naik menjadi 9,1 persen, dan selanjutnya di 2019.

Beban Ganda

Ketua Umum Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Muhaimin Moeftie menuturkan, kenaikan tarif CHT sudah dipastikan akan memberikan dampak pada volume penjualan rokok.

Kini, pengusaha rokok juga harus berhadapan dengan ancaman kenaikan pungutan PPN. Sebab jika PPN rokok ikut naik, hal tersebut akan memberikan beban ganda pada industri rokok.

"Harga rokok makin mahal. Ya memang tidak Rp 50.000 per bungkus tapi kenaikannya cukup signifikan," ujar Moeftie.

Moeftie meminta pemerintah untuk tidak eksesif dalam menaikan tarif penerimaan cukai rokok. Pasalnya, volume industri terus menurun sejak dua tahun lalu.

Moeftie juga berharap pemerintah tetap dengan kesepakatan awal untuk menaikkan PPN HT secara bertahap dari 2017 hingga 2019.

(Baca: Cukai Hasil Tembakau Naik, Produsen Rokok Ingatkan Pemerintah Soal Tenaga Kerja Tak Terdidik)

Kompas TV Pemerintah Naikkan Cukai Rokok Tahun Depan

 

"Bila dipaksakan, produksi akan semakin anjlok dan berdampak pada industri," jelasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com