Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Trump Menang, Ini Saham-saham yang Sebaiknya Dipilih

Kompas.com - 11/11/2016, 08:20 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan akhir pekan ini diperkirakan bergerak bervariasi, namun rawan koreksi akibat kekhawatiran pelemahan rupiah.

Saham-saham berbasiskan komoditas terutama logam masih berpeluang melanjutkan penguatannya. Namun, sektor yang sensitif nilai tukar dan tingkat bunga akan cenderung dilanda aksi ambil untung.

"IHSG diperkirakan bergerak dengan support di 5410 dan resisten di 5480 cenderung koreksi," tulis First Asia Capital dalam risetnya, Jumat (11/11/2016).

Saham-saham yang bisa menjadi pilihan antara lain TLKM, WIKA, INCO, ADRO, BUMI, JSMR, PTPP, ICBP, INDF, serta PWON.

First Asia Capital melihat, pelaku pasar kembali memburu sejumlah saham sektoral utamanya yang dianggap diuntungkan dengan kebijakan presiden baru Amerika Serikat, Donlad Trump, seperti sektor tambang logam, dan Infrastruktur.

IHSG pada perdagangan kemarin Kamis (10/11/2016) berhasil rebound dan menguji kembali resisten kuatnya tahun ini di kisaran 5.475, namun masih tutup di 5.450,306 atau menguat 35,985 poin (0,66 persen).

"Saham-saham pertambangan dan infrastruktur menjadi motor penguatan IHSG. Sementara itu saham sektor konsumsi cenderung dilanda aksi ambil untung," tulis riset.

Sementara tadi malam pasar saham global bergerak bervariasi. Indeks saham utama di Uni Eropa Eurostoxx terkoreksi 0,32 persen di 3.046,59.

Di Wall Street indeks DJIA mencapai level tertinggi baru di 18.807,88 atau menguat 1,2 persen, sedangkan indeks S&P menguat tipis 0,2 persen di 2.167,48.

"Sebaliknya indeks Nasdaq koreksi 0,8 persen di 5.208,80 akibat kekhawatiran kebijakan baru di sektor teknologi," tulis First Asia Capital.

Indeks saham DJIA berhasil mencapai level tertinggi baru dipicu optimisme pasar atas rencana Trump meningkatkan belanja pemerintah di infrastruktur yang mendorong reli harga komoditas baja, tembaga, dan logam. Namun harga obligasi anjlok karena kekhawatiran meningkatnya inflasi.

"Ekspektasi kenaikan inflasi ini semakin membuka ruang bagi The Fed untuk menaikkan tingkat bunganya. Hal ini akan berdampak buruk bagi pergerakan mata uang emerging market termasuk Rupiah," tulis riset.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com