Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Negara Berkembang Belum Miliki Sistem Keuangan yang Sesuai Kebutuhan

Kompas.com - 13/01/2017, 12:32 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga konsultan internasional Pricewaterhouse Cooper (PwC) menyatakan tidak adanya sistem keuangan yang efisien dan kuat masih menghambat proses pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan di negara berkembang.

Hal ini berdasarkan laporan terkini PwC bertajuk 'Geared up for growth: Shaping a fit for purpose financial system.'

Bagi negara berkembang, mengembangkan sistem keuangan yang berfungsi dengan baik masih menjadi komponen penting dalam upaya menghadapi kemiskinan dan mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dalam jangka panjang.

PwC memandang, negara berkembang butuh infrastruktur keuangan yang kuat dan luas agar dapat menyalurkan dana dengan efisien, menarik masyarakat dalam kegiatan ekonomi dan membuka jalan agar mereka dapat merasakan manfaatnya.

Dalam penelitian PwC, tujuh negara berkembang memiliki catatan kinerja baik pada tingkat pinjaman sektor swasta yang telah diketahui secara luas sebagai mesin penggerak pertumbuhan.

Selain Brasil, sebaran perbankan, yakni selisih antara pinjaman bank dan tingkat simpanan di negara berkembang terbilang rendah, sehingga meningkatkan kemampuan debitur untuk membayar utang.

Sebagian besar tujuh negara berkembang tersebut memiliki catatan kinerja baik adalah pengendalian skala sistem perbankan mereka.

Hanya skala sektor perbankan China dinilai dapat menimbulkan kekhawatiran sistemik.

PwC meneliti Afrika Selatan, Brasil, China, India, Indonesia, Meksiko, dan Nigeria.

Dibandingkan negara berkembang lainnya, China mengalami kesulitan terbesar dalam hal manajemen aset pensiun dan skala sistem perbankan.

Bank-bank di China menghadapi benturan saldo neraca yang membengkak yang mengkhawatirkan, tingkat utang perusahaan yang tinggi, dan meningkatnya jumlah kebrangkutan dan gagal bayar.

Adapun Indonesia memiliki kesenjangan tertentu dalam hal inklusi keuangan dan fungsi sektor perumahan.

Inovasi yang kuat disertai dukungan dari segi peraturan terbukti menjadi penyebab majunya inklusi keuangan di India, dengan industri pembayaran yang cenderung menonjol di antara negara berkembang lainnya dengan menggerakkan pertumbuhan pembayaran non tunai di atas rata-rata.

"Namun, manajemen aset pensiun dan penetrasi asuransi jiwa negara ini secara signifikan berada di bawah target yang dapat disebut sehat," tulis PwC dalam laporannya yang diterima Kompas.com, Jumat (13/1/2017).

Hugh Harley, Pimpinan Riset Sistem Keuangan Negara Berkembang Global PwC meyakini pembuat kebijakan dan perusahaan jasa keuangan harus lebih berperan aktif. 

Yakni dalam membentuk sistem keuangan yang sesuai tujuan memperkuat inklusi, investasi, akses kredit, dan dukungan bagi masyarakat ketika mereka pensiun, sementara mempromosikan efisiensi dan melindungi dari risiko sistemik.

"Pengembangan sistem keuangan ini tidak bersifat organik atau pasif. Andalah yang membentuk perkembangan tersebut. Peraturan yang kuat dan penegakan penting bagi sistem keuangan agar dapat berkembang, sehingga pembuat kebijakan di sektor pasar yang berbeda harus turun tangan dan bekerja sama," ungkap Harley.

Kompas TV Dana Asing Banjiri Pasar Keuangan Indonesia
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

KAI Bakal Terima 1 Rangkaian Kereta LRT Jabodebek yang Diperbaiki INKA

KAI Bakal Terima 1 Rangkaian Kereta LRT Jabodebek yang Diperbaiki INKA

Whats New
BTN Relokasi Kantor Cabang di Cirebon, Bidik Potensi Industri Properti

BTN Relokasi Kantor Cabang di Cirebon, Bidik Potensi Industri Properti

Whats New
Pengelola Gedung Perkantoran Wisma 46 Ajak 'Tenant' Donasi ke Panti Asuhan

Pengelola Gedung Perkantoran Wisma 46 Ajak "Tenant" Donasi ke Panti Asuhan

Whats New
Shell Dikabarkan Bakal Lepas Bisnis SPBU di Malaysia ke Saudi Aramco

Shell Dikabarkan Bakal Lepas Bisnis SPBU di Malaysia ke Saudi Aramco

Whats New
Utang Rafaksi Tak Kunjung Dibayar, Pengusaha Ritel Minta Kepastian

Utang Rafaksi Tak Kunjung Dibayar, Pengusaha Ritel Minta Kepastian

Whats New
BEI Enggan Buru-buru Suspensi Saham BATA, Ini Sebabnya

BEI Enggan Buru-buru Suspensi Saham BATA, Ini Sebabnya

Whats New
PT Pamapersada Nusantara Buka Lowongan Kerja hingga 10 Mei 2024, Cek Syaratnya

PT Pamapersada Nusantara Buka Lowongan Kerja hingga 10 Mei 2024, Cek Syaratnya

Work Smart
Koperasi dan SDGs, Navigasi untuk Pemerintahan Mendatang

Koperasi dan SDGs, Navigasi untuk Pemerintahan Mendatang

Whats New
Cadangan Devisa RI  Turun Jadi 136,2 Miliar Dollar AS, Ini Penyebabnya

Cadangan Devisa RI Turun Jadi 136,2 Miliar Dollar AS, Ini Penyebabnya

Whats New
Bea Cukai Klarifikasi Kasus TKW Beli Cokelat Rp 1 Juta Kena Pajak Rp 9 Juta

Bea Cukai Klarifikasi Kasus TKW Beli Cokelat Rp 1 Juta Kena Pajak Rp 9 Juta

Whats New
Luhut Optimistis Upacara HUT RI Ke-79 Bisa Dilaksanakan di IKN

Luhut Optimistis Upacara HUT RI Ke-79 Bisa Dilaksanakan di IKN

Whats New
Perkuat Distribusi, Nestlé Indonesia Dukung PT Rukun Mitra Sejati Perluas Jaringan di Banda Aceh

Perkuat Distribusi, Nestlé Indonesia Dukung PT Rukun Mitra Sejati Perluas Jaringan di Banda Aceh

BrandzView
Simak, Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BRI hingga CIMB Niaga

Simak, Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BRI hingga CIMB Niaga

Whats New
Harga Emas Dunia Turun di Tengah Penantian Pasar

Harga Emas Dunia Turun di Tengah Penantian Pasar

Whats New
Resmi Melantai di BEI, Saham Emiten Aspal SOLA Naik 30 Persen

Resmi Melantai di BEI, Saham Emiten Aspal SOLA Naik 30 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com