Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cabai Rawit Impor dari India Diminati Karena Lebih Pedas

Kompas.com - 26/02/2017, 19:15 WIB

BOJONEGORO, KOMPAS.com -  Cabai rawit kering impor kini marak beredar di sejumlah pasar tradisional di berbagai wilayah.

Sejumlah pedagang di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, menyatakan cabai rawit merah kering asal India lebih diminati konsumen karena rasanya lebih pedas dibandingkan cabai rawit kering asal China.

"Cabai rawit kering asal India lebih disukai masyarakat, karena rasanya jauh lebih pedas dibandingkan cabai rawit kering asal China," kata seorang pedagang di Pasar Kota Bojonegoro Wardiyati, Sabtu.

Bahkan, lanjut dia, banyak pembeli yang menolak membeli cabai rawit merah kering asal China, meskipun harganya lebih murah.

"Untuk tingkat penjualan bisa 10 banding 1 antara cabai rawit merah kering India dengan China," kata dia.

Oleh karena itu, menurut dia, pedagang di pasar setempat mencampur cabai rawit merah kering India dengan China sebagai usaha menurunkan harga, selain bisa menjual cabai rawit merah kering China.

"Cabai rawit merah kering asal India ciri-cirinya panjang dan bagus, sedangkan China lebih besar," ucap dia.

Menurut dia, juga pedagang cabai di pasar setempat Tulus, pembeli cabai rawit kering asal India dan China kebanyakan pedagang makanan, karena harganya jauh lebih murah dibandingkan dengan cabai rawit merah lokal.

"Cabai rawit asal India dan China juga banyak dijual di pasar tradisional seperti di Kecamatan Padangan dan Sumberrejo," ucapnya.

Para pedagang di sejumlah pasar tradisional, menurut dia, membeli dari pedagang besar untuk cabai rawit merah India Rp 50.000 per kilogram dan cabai rawit merah China Rp 40.000 per kilogram.

"Harga cabai rawit merah kering India dan China stabil baik di pedagang besar maupun pedagang kecil di pasar dalam dua bulan terakhir," kata Tulus.

Mengenai cara menjualnya, lanjut dia, pedagang di pasar setempat ada yang dengan cara memasukkan cabai ke dalam kantong plastik dengan harga mulai Rp 3.000, Rp 5.000, Rp 10.000 dan Rp 15.000.

Seorang pedagang asal Tuban, Yadi, mengaku mampu menjual cabai rawit kering asal India dan China kepada pedagang di pasar setempat sekitar 1 kwintal per hari sejak harga cabai rawit merah tinggi lebih dari sebulan lalu.

"Kalau saya bisa menjual cabai rawit kuning 1 ton per hari," kata Pasri, pedagang asal Tuban.

Menurut Pasri, cabai rawit kuning yang dijual itu hasil panenan dari sejumlah desa di Kecamatan Rengel, Tuban sejak sepekan lalu.

"Tapi di Tuban belum ada panen cabai rawit merah," ujarnya.

(Baca: Aturan Impor Bebas, Cabai Kering China Mulai Beredar di Sejumlah Pasar)

Di Pasar Kota Bojonegoro menyebutkan harga cabai rawit merah berkisar Rp 120.000-Rp 130.000 per kilogram, cabai merah lompong Rp 25.000 per kilogram, cabai lompong hijau Rp 15.000 per kilogram dan cabai tampar Rp 35.000 per kilogram.

Untuk cabai rawit kuning turun menjadi Rp 30.000 per kilogram, yang semula sempat mencapai Rp 60.000 per kilogram, sejak sepekan lalu.

Kompas TV Cuaca buruk menyebabkan minimnya pasokan cabai ke Balikpapan, Kalimantan Timur. Akibatnya, harga cabai di Balikpapan, menyentuh seratus empat puluh ribu rupiah per kilogram. Di Kota Bima, Nusa Tenggara Barat, harga cabai juga meroket naik. Sepekan terakhir, harga cabai di Bima, bahkan mencapai Rp 120.000 per kilogram, naik Rp 20.000 dari harga sebelumnya yang hanya Rp 120.000 per kilogram. Pedagang cabai pun mengeluh karena keuntungan mereka menurun drastis, seiring berkurangnya minat pembeli.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Menteri ESDM Pastikan Perpanjangan Izin Tambang Freeport Sampai 2061

Menteri ESDM Pastikan Perpanjangan Izin Tambang Freeport Sampai 2061

Whats New
Pertumbuhan Ekonomi 5,11 Persen, Sri Mulyani: Indonesia Terus Tunjukan 'Daya Tahannya'

Pertumbuhan Ekonomi 5,11 Persen, Sri Mulyani: Indonesia Terus Tunjukan "Daya Tahannya"

Whats New
“Wanti-wanti” Mendag Zulhas ke Jastiper: Ikuti Aturan, Kirim Pakai Kargo

“Wanti-wanti” Mendag Zulhas ke Jastiper: Ikuti Aturan, Kirim Pakai Kargo

Whats New
Astra Honda Motor Buka Lowongan Kerja untuk D3-S1, Simak Kualifikasinya

Astra Honda Motor Buka Lowongan Kerja untuk D3-S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Jadwal Lengkap Perjalanan Ibadah Haji 2024

Jadwal Lengkap Perjalanan Ibadah Haji 2024

Whats New
Kasus SPK Fiktif Rugikan Rp 80 Miliar, Kemenperin Oknum Pegawai yang Terlibat

Kasus SPK Fiktif Rugikan Rp 80 Miliar, Kemenperin Oknum Pegawai yang Terlibat

Whats New
Laba Bersih Avrist Assurance Tumbuh 18,3 Persen pada 2023

Laba Bersih Avrist Assurance Tumbuh 18,3 Persen pada 2023

Whats New
Mendag Zulhas Usul HET Minyakita Naik Jadi Rp 15.000 Per Liter

Mendag Zulhas Usul HET Minyakita Naik Jadi Rp 15.000 Per Liter

Whats New
Marak Modus Penipuan Undangan Lowker, KAI Imbau Masyarakat Lebih Teliti

Marak Modus Penipuan Undangan Lowker, KAI Imbau Masyarakat Lebih Teliti

Whats New
Vira Widiyasari Jadi Country Manager Visa Indonesia

Vira Widiyasari Jadi Country Manager Visa Indonesia

Rilis
Ada Bansos dan Pemilu, Konsumsi Pemerintah Tumbuh Pesat ke Level Tertinggi Sejak 2006

Ada Bansos dan Pemilu, Konsumsi Pemerintah Tumbuh Pesat ke Level Tertinggi Sejak 2006

Whats New
Peringati Hari Buruh 2024, PT GNI Berikan Penghargaan Kepada Karyawan hingga Adakan Pertunjukan Seni

Peringati Hari Buruh 2024, PT GNI Berikan Penghargaan Kepada Karyawan hingga Adakan Pertunjukan Seni

Whats New
Kemenperin Harap Produsen Kembali Perkuat Pabrik Sepatu Bata

Kemenperin Harap Produsen Kembali Perkuat Pabrik Sepatu Bata

Whats New
IHSG Naik Tipis, Rupiah Menguat ke Level Rp 16.026

IHSG Naik Tipis, Rupiah Menguat ke Level Rp 16.026

Whats New
Warung Madura: Branding Lokal yang Kuat, Bukan Sekadar Etnisitas

Warung Madura: Branding Lokal yang Kuat, Bukan Sekadar Etnisitas

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com