Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apakah Kebijakan Divestasi Perusahaan Tambang Asing Sudah Tepat?

Kompas.com - 15/06/2017, 21:05 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Natural Resource Governance Institute Emanuel Bria mengatakan, Kebijakan divestasi tambang hingga 51 persen yang diamanatkan UU Nomor 4 Tahun 2009 dapat menimbulkan citra negatif dalam iklim investasi di Indonesia.

Untuk itu, pemerintah diminta  mencermati kembali dengan seksama dalam menjalankan kebijakan tersebut.

“Bila pemerintah memaksa untuk menjalankan kebijakan divestasi ini, maka sudah dapat dipastikan anggaran pendapatan negara akan terkuras. Berdasarkan data investasi di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), investor dalam negeri saat ini masih belum mampu menggantikan investor dari luar,” kata Emanuel dalam laporan tertulisnya, Kamis (15/6/2017).

Karena itu, menurutnya, kebijakan divestasi akan memicu kecenderungan perilaku investor dalam negeri untuk berhutang dari luar negeri atau menjual aset di sektor lain miliknya untuk membeli saham, sehingga akibatnya mengurangi investasi di sektor lainnya.

Bila pemerintah memaksa untuk membelinya dengan  menggunakan dana APBN, pasti ada sektor lain yang harus dikorbankan.

"Padahal sekarang saja pembiayaan dari APBN mengalami defisit artinya tidak mencukupi untuk menjalankan pembangunan,” jelasnya.

Sebaiknya pemerintah, ungkap Emanuel lebih mementingkan pembangunan rumah sakit dan infrastruktur yang membutuhkan dana sebesar 1.843 triliun rupiah hingga tahun 2025, ketimbang berinvestasi di sektor tambang yang tergolong beresiko tinggi dan terbuka terhadap investor yang sudah siap menanggung resiko di dalamnya.

“Pengalaman di berbagai negara dan juga di Indonesia menunjukkan bahwa kebijakan divestasi ini tidak mendatangkan keuntungan yang maksimal buat negara dan rakyat banyak," ungkap Emanuel.

Jika pemerintah ingin mendapatkan manfaat secara maksimal, bisa fokus pada renegosiasi tarif royalti dan pajak serta pembukaan lapangan kerja. Pemerintah bisa fokus dalam renegoisasi kontrak seperti penerapan pajak tinggi, pembukaan lapangan kerja dan pembangunan smelter sehingga perusahaan tersebut memahami apa yang menjadi prioritas pemerintah.

Menurut Emanuel, ada beberapa rekomendasi untuk pemerintah yakni, pertama fokus pada perpajakan yang tinggi, stabil dan menarik investasi.

Kedua, mencari cara yang lebih prudent untuk memiliki saham yang tidak menghambat investasi.

Ketiga, memastikan penjualan saham transparan untuk mencegah korupsi.

Sedangkan rekomendasi yang terakhir, gunakan APBN untuk membangun infrastruktur dan rumah sakit, bukan untuk membeli saham tambang.

“Jangan sampai kebijakan divestasi ini mengancam investasi masa depan,” jelasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dilapokan ke KPK karena Dugaan Laporan Kekayaan Tidak Wajar, Kepala Bea Cukai Purwakarta Dibebastugaskan

Dilapokan ke KPK karena Dugaan Laporan Kekayaan Tidak Wajar, Kepala Bea Cukai Purwakarta Dibebastugaskan

Whats New
Simak 10 Jenis Pekerjaan 'Work From Anywhere' Paling Dicari Perusahaan pada 2024

Simak 10 Jenis Pekerjaan "Work From Anywhere" Paling Dicari Perusahaan pada 2024

Work Smart
Ingin Sukses? Hindari Tiga Kalimat Toksik Ini!

Ingin Sukses? Hindari Tiga Kalimat Toksik Ini!

Work Smart
Mendagri: Manajemen Tata Kelola Bawang Putih Kurang Bagus

Mendagri: Manajemen Tata Kelola Bawang Putih Kurang Bagus

Whats New
Kurs Rupiah 13 Mei 2024 di Bank Mandiri hingga BRI

Kurs Rupiah 13 Mei 2024 di Bank Mandiri hingga BRI

Whats New
Perluas Pasar ke Kancah Global, Bea Cukai Lepas Ekspor Produk Tenggiri dan Tuna Senilai 239.000 Dollar AS

Perluas Pasar ke Kancah Global, Bea Cukai Lepas Ekspor Produk Tenggiri dan Tuna Senilai 239.000 Dollar AS

Whats New
Populasi Ikan Belida Terancam, KKP Lakukan Pendataan

Populasi Ikan Belida Terancam, KKP Lakukan Pendataan

Whats New
Staf Jokowi Bantah Mahalnya Harga Bawang Putih karena Harga Impor yang Tinggi dari China

Staf Jokowi Bantah Mahalnya Harga Bawang Putih karena Harga Impor yang Tinggi dari China

Whats New
Bank Sampoerna Cetak Laba Bersih Rp 26,3 Miliar pada Kuartal I 2024

Bank Sampoerna Cetak Laba Bersih Rp 26,3 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Perumnas Bangun Hunian Modern di Cengkareng untuk Milenial

Perumnas Bangun Hunian Modern di Cengkareng untuk Milenial

Whats New
Kemenkes Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Usia 45 Tahun Bisa Daftar

Kemenkes Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Usia 45 Tahun Bisa Daftar

Whats New
Miliarder-miliarder Dunia Ini Raup Kekayaan dari Cokelat dan Permen

Miliarder-miliarder Dunia Ini Raup Kekayaan dari Cokelat dan Permen

Earn Smart
Kelas 1, 2, 3 BPJS Kesehatan Dihapus, Pemerintah Ganti Jadi KRIS

Kelas 1, 2, 3 BPJS Kesehatan Dihapus, Pemerintah Ganti Jadi KRIS

Whats New
Cegah Kecelakaan Bus Tak Berizin Terulang, Ini Sederet Catatan untuk Pemerintah

Cegah Kecelakaan Bus Tak Berizin Terulang, Ini Sederet Catatan untuk Pemerintah

Whats New
Fortress Pintu Baja Dukung Synergy Golf Party 2024

Fortress Pintu Baja Dukung Synergy Golf Party 2024

Rilis
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com