Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Harus Punya Nyali Hadapi Korporasi Tambang Asing

Kompas.com - 11/01/2014, 20:47 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Gagasan pemberian pelonggaran atau relaksasi ekspor mineral mentah kepada para korporasi tambang skala besar, khususnya pada Freeport Indonesia dan Newmont Nusa Tenggara, menunjukkan pemerintah tidak punya posisi tawar yang kokoh di hadapan korporasi asing.

Hal itu disampaikan oleh Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Pertambangan dan Energi Indonesia atau Indonesia Mining and Energy Studies (IMES) Erwin Usman keputusan pemerintah merevisi dua peraturan terkait penambangan mineral dan batubara dalam negeri. Dua peraturan yang dimaksud adalah Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara serta Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Nomor 20 Tahun 2013 tentang Peningkatan Nilai Tambah Pertambangan Mineral.

"Pemerintah mesti tegas terhadap pelarangan ekspor bagi perusahaan pemegang kontrak karya (KK), hingga mereka selesai membangun pabrik pemurnian dalam negeri," kata Usman dalam siaran pers, Sabtu (11/1/2014).

Kewajiban pemegang kontrak karya untuk melakukan pengolahan dan pemurnian dalam negeri harus dipenuhi lima tahun sejak keluarnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba). Erwin menyebutkan, operasi produksi perusahaan pemegang KK sudah berpuluh tahun di Indonesia. Keuntungan mereka pun sudah sangat banyak. Ia menilai waktu lima tahun sudah cukup bagi para pemegang KK untuk melakukan pengolahan dan pemurnian dalam negeri. Sayangnya, kata Erwin, pemerintah Indonesia justru lemah menghadapi korporasi.

"Pengawasan pemerintah yang lemah dan terlalu kompromistis menjadikan waktu terbuang percuma," kata Erwin.

Selama lima tahun ini, kata Erwin, tidak ada satu pun pemegang KK tersebut yang selesai sepenuhnya membangun smelter dan melakukan pengolahan dan pemurnian dalam negeri. Padahal, dalam Pasal 170 UU Minerba telah diatur dengan jelas tentang kewajiban tersebut.

Terhadap pemegang izin usaha pertambangan (IUP/IUPK), Erwin mengusulkan agar pemerintah memberi kebijaksaan untuk tetap ekspor dengan batas waktu tiga tahun sambil mereka tetap menyelesaikan proses pembangunan smelter.

Alasannya, poin awal (starting point) IUP/IUPK berbeda dari pemegang kontrak karya milik asing. Pemegang KK sudah beroperasi puluhan tahun lamanya. Namun, pada kenyataannya pemegang IUP baru tumbuh pada periode 3-7 tahun terakhir. "Ini juga untuk mendukung majunya dunia usaha pertambangan nasional," ujarnya.

Menurut dia, pemberian waktu untuk tetap ekspor selama tiga tahun mesti didukung dengan pengawasan dan tersedianya norma hukum yang ketat dan mengikat dari pemerintah. Sanksi tegas hingga pencabutan kontrak dan IUP mesti diterapkan bagi pemegang IUP yang tidak bersedia membangun smelter dan melakukan pengolahan dan pemurnian dalam negeri setelah waktu tiga tahun atau tahun 2017.

Pemerintah mesti segera menyiapkan cetak biru dan peta jalan sebagai petunjuk teknis bagi pelaksanaan program hilirisasi serta membenahi soal koordinasi lintas kementerian yang lemah.

"Adalah suatu tanda tanya besar jika pemerintah justru memberikan kelonggaran khusus pada perusahaan pemegang KK dan melarang total ekspor bagi penambang nasional," kata Erwin.

Pengusaha harus Patuh

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Iwan Nurdin mengatakan bahwa para pengusaha tambang di Tanah Air harus mematuhi Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010. Pengusaha itu wajib membangun pemurnian dan pengolahan smelter di Indonesia serta pelarangan ekspor bijih mineral.

"Ini merupakan kesempatan bagi pembenahan industri pertambangan, yang selama ini hanya mengeksploitasi dan mengeruk bahan mentah pertambangan," kata Iwan kepada Antara.

Perubahan tata kelola tambang, menurut Iwan, akan mendorong lahirnya industri tambang yang lebih meluaskan kesempatan kerja produksi rakyat, khususnya buruh tambang. Ia sangat menyayangkan keberatan perusahaan tambang mengelola bijih mineral di dalam negeri. Hal tersebut mencerminkan ketidakmampuan dan ketiadaan kemauan yang kuat dari pengusaha tambang untuk memulai suatu era baru industri tambang ke arah pengembangan pengelolaan bijih mineral di dalam negeri.

"Kami juga kecewa dengan ketegasan pemerintah yang goyah akibat tekanan pengusaha tambang untuk merevisi UU Minerba dan PP No. 23/2011," katanya.

Ketegasan pemerintah juga akan diuji dari peraturan turunan yang mengatur berapa persen kemurnian yang diwajibkan untuk pengolahan bijih mineral dalam negeri. Pemerintah seakan tunduk akan tekanan pengusaha atas larangan ekspor dan kewajiban melakukan hilirisasi.

KPA menilai bahwa ketidakmampuan pengusaha dan ketiadaaan tekad menjalankan PP No. 23/2010 adalah bukti pengusaha tambang hanya mau mengeruk dan mengekspor bahan mentah. Hal itu juga membuktikan pengusaha tidak berkeinginan meningkatkan nilai tambah bijih mineral yang dalam prosesnya akan memperluas lapangan kerja dan mendukung industri nasional dalam negeri.

Dalam PP No. 23/2010 Pasal 112 angka 4 huruf C disebutkan bahwa perusahaan tambang melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri dalam jangka waktu paling lambat lima tahun sejak berlakunya UU No. 4/2009. Dengan demikian, mereka diminta membuat smelter sebelum 12 Januari 2014.

Menurut data Jaringan Advokasi Tambang di penghujung 2013, sekitar 45 persen wilayah Indonesia telah dipetakan untuk bisnis pertambangan dan ada lebih dari 11.000 izin di atasnya. Bahkan, selama 2013 pertambangan menjadi ruang konflik agraria struktural yang besarnya mencapai 38 konflik agraria di areal seluas 197.365,9 hektar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PT PELNI Buka Lowongan Kerja hingga 16 Mei 2024, Usia 58 Tahun Bisa Daftar

PT PELNI Buka Lowongan Kerja hingga 16 Mei 2024, Usia 58 Tahun Bisa Daftar

Work Smart
Bapanas Siapkan Revisi Perpres Bantuan Pangan untuk Atasi Kemiskinan Esktrem

Bapanas Siapkan Revisi Perpres Bantuan Pangan untuk Atasi Kemiskinan Esktrem

Whats New
Banjir Landa Konawe Utara, 150 Lahan Pertanian Gagal Panen

Banjir Landa Konawe Utara, 150 Lahan Pertanian Gagal Panen

Whats New
Amankan 4 Penumpang, Petugas Bandara Juwata Gagalkan Penyelundupan 4.047 Gram Sabu

Amankan 4 Penumpang, Petugas Bandara Juwata Gagalkan Penyelundupan 4.047 Gram Sabu

Whats New
478.761 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek pada Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus

478.761 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek pada Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus

Whats New
Pengertian Dividen Interim dan Bedanya dengan Dividen Final

Pengertian Dividen Interim dan Bedanya dengan Dividen Final

Earn Smart
Pajak Dividen: Tarif, Perhitungan, dan Contohnya

Pajak Dividen: Tarif, Perhitungan, dan Contohnya

Earn Smart
Jalan Tol Akses IKN Ditargetkan Beroperasi Fungsional Pada Agustus 2024

Jalan Tol Akses IKN Ditargetkan Beroperasi Fungsional Pada Agustus 2024

Whats New
Cara Menghitung Dividen Saham bagi Investor Pemula Anti-Bingung

Cara Menghitung Dividen Saham bagi Investor Pemula Anti-Bingung

Earn Smart
Sepanjang 2023, AirAsia Indonesia Kantongi Pendapatan Rp 6,62 Triliun

Sepanjang 2023, AirAsia Indonesia Kantongi Pendapatan Rp 6,62 Triliun

Whats New
Menyehatkan Pesawat di Indonesia dengan Skema 'Part Manufacturer Approval'

Menyehatkan Pesawat di Indonesia dengan Skema "Part Manufacturer Approval"

Whats New
Libur Panjang, Tiket Whoosh Bisa untuk Masuk Gratis dan Diskon 12 Wahana di Bandung

Libur Panjang, Tiket Whoosh Bisa untuk Masuk Gratis dan Diskon 12 Wahana di Bandung

Whats New
Memahami Dividen: Pengertian, Sistem Pembagian, Pajak, dan Hitungannya

Memahami Dividen: Pengertian, Sistem Pembagian, Pajak, dan Hitungannya

Earn Smart
Limbah Domestik Dikelola Jadi Kompos, Solusi Kurangi Sampah di Kutai Timur

Limbah Domestik Dikelola Jadi Kompos, Solusi Kurangi Sampah di Kutai Timur

Whats New
Harga Emas Terbaru 11 Mei 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 11 Mei 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com