Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mineral Mentah Harus Diolah

Kompas.com - 13/01/2014, 09:14 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Sabtu (11/1), menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014. Peraturan itu adalah aturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara yang melarang ekspor mineral mentah mulai Minggu (12/1).

”Pada dasarnya peraturan pemerintah itu menjalankan undang-undang tersebut. Yang kedua, jiwa undang-undang itu meningkatkan nilai tambah. Sejak 12 Januari 2014 pukul 00.00, tidak lagi dibenarkan bahan mentah diekspor, dalam arti harus diolah,” kata Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa dalam keterangan pers di kediaman pribadi Presiden di Puri Cikeas, Bogor, Jawa Barat, seusai rapat terbatas, Sabtu (11/1) malam.

Rapat terbatas yang berlangsung sejak pukul 17.00 itu dihadiri Wakil Presiden Boediono, Hatta Rajasa, Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi, Menteri Perindustrian MS Hidayat, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik, Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana, dan sejumlah pejabat lainnya.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik mengatakan, terhitung mulai 12 Januari 2014 dilarang lagi mengekspor mineral mentah (ore). Tujuannya, sesuai roh UU No. 4/2009, untuk menaikkan nilai tambah.

”Dalam pembahasan kami tadi, pertimbangan kami pemerintah dalam keluarkan peraturan pemerintah yang baru adalah mempertimbangkan tenaga kerja. Jangan sampai tenaga kerja yang sudah kita ciptakan, kemudian terjadi PHK besar-besaran. Kedua, pertimbangan ekonomi daerah sehingga implikasi peraturan pemerintah ini tidak memberatkan pembangunan ekonomi daerah,” katanya.

Jero mengatakan, ”Berikutnya perusahaan dalam negeri tetap bisa menjalankan operasinya bagi yang sudah dan akan melakukan pengolahan. Jadi, itu inti PP yang ditandangani presiden”.

PP No. 1/2014 itu akan diikuti oleh peraturan menteri ESDM, peraturan menteri perindustrian dan peraturan menteri keuangan untuk hal-hal operasional di lapangan.

Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo, di Jakarta, menegaskan, sesuai PP No. 1/2014 yang baru terbit, pemerintah melarang ekspor mineral mentah mulai 12 Januari 2014. Hal itu disertai penerbitan Peraturan Menteri ESDM mengenai peningkatan nilai tambah.

Larangan ini juga berlaku bagi pengusaha pertambangan yang berkomitmen dan sedang membangun pabrik pengolahan mineral. ”Bijih mineral tidak boleh diekspor, harus diolah dulu. Dalam aturan pelaksanaan yang baru diterbitkan, juga ditetapkan batas minimum setiap mineral olahan untuk setiap bijih mineral, terutama untuk logam-logam utama, misalnya tembaga harus diolah menjadi konsentrat sebelum diekspor,” katanya.

Penetapan batasan minimum mineral olahan itu berlaku sampai pabrik pengolahan yang akan menyerap seluruh hasil produksi mineral selesai dibangun dengan batas waktu yang ditetapkan.

Sehari sebelumnya, sebuah perusahaan di Maluku secara resmi mengekspor nikel perdana ke China.

Ekspor itu ditandai dengan peresmian pengapalan perdana yang membawa hasil tambang dari Gunung Tinggi dan Gunung Kobar, Kabupaten Seram Bagian Barat, oleh Penjabat Gubernur Maluku Saut Situmorang.

Sementara itu, pemerhati lingkungan Maluku, M Azis Tunni, mengatakan, sektor pertambangan tidak cocok dikembangkan di Maluku yang terdiri atas pulau-pulau. Hal itu akan mengakibatkan kerusakan lingkungan, terutama perairan.
(WHY/EVY/ FRN/FLO/VDL)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sri Mulyani: Barang Non Komersial Tak Akan Diatur Lagi dalam Permendag

Sri Mulyani: Barang Non Komersial Tak Akan Diatur Lagi dalam Permendag

Whats New
Lebih Murah dari Saham, Indodax Sebut Banyak Generasi Muda Pilih Investasi Kripto

Lebih Murah dari Saham, Indodax Sebut Banyak Generasi Muda Pilih Investasi Kripto

Earn Smart
Jokowi Minta Bea Cukai dan Petugas Pelabuhan Kerja 24 Jam Pastikan Arus Keluar 17.304 Kontainer Lancar

Jokowi Minta Bea Cukai dan Petugas Pelabuhan Kerja 24 Jam Pastikan Arus Keluar 17.304 Kontainer Lancar

Whats New
Dukung Ekonomi Hijau, Karyawan Blibli Tiket Kumpulkan 391,96 Kg Limbah Fesyen

Dukung Ekonomi Hijau, Karyawan Blibli Tiket Kumpulkan 391,96 Kg Limbah Fesyen

Whats New
Relaksasi Aturan Impor, Sri Mulyani: 13 Kontainer Barang Bisa Keluar Pelabuhan Tanjung Priok Hari Ini

Relaksasi Aturan Impor, Sri Mulyani: 13 Kontainer Barang Bisa Keluar Pelabuhan Tanjung Priok Hari Ini

Whats New
Produsen Refraktori BATR Bakal IPO, Bagaimana Prospek Bisnisnya?

Produsen Refraktori BATR Bakal IPO, Bagaimana Prospek Bisnisnya?

Whats New
IHSG Menguat 3,22 Persen Selama Sepekan, Ini 10 Saham Naik Paling Tinggi

IHSG Menguat 3,22 Persen Selama Sepekan, Ini 10 Saham Naik Paling Tinggi

Whats New
Mengintip 'Virtual Assistant,' Pekerjaan yang Bisa Dilakukan dari Rumah

Mengintip "Virtual Assistant," Pekerjaan yang Bisa Dilakukan dari Rumah

Work Smart
Tingkatkan Kinerja, Krakatau Steel Lakukan Akselerasi Transformasi

Tingkatkan Kinerja, Krakatau Steel Lakukan Akselerasi Transformasi

Whats New
Stafsus Sri Mulyani Beberkan Kelanjutan Nasib Tas Enzy Storia

Stafsus Sri Mulyani Beberkan Kelanjutan Nasib Tas Enzy Storia

Whats New
Soroti Harga Tiket Pesawat Mahal, Bappenas Minta Tinjau Ulang

Soroti Harga Tiket Pesawat Mahal, Bappenas Minta Tinjau Ulang

Whats New
Tidak Kunjung Dicairkan, BLT Rp 600.000 Batal Diberikan?

Tidak Kunjung Dicairkan, BLT Rp 600.000 Batal Diberikan?

Whats New
Lowongan Kerja Pamapersada untuk Lulusan S1, Simak Persyaratannya

Lowongan Kerja Pamapersada untuk Lulusan S1, Simak Persyaratannya

Work Smart
Menakar Peluang Teknologi Taiwan Dorong Penerapan 'Smart City' di Indonesia

Menakar Peluang Teknologi Taiwan Dorong Penerapan "Smart City" di Indonesia

Whats New
Harga Emas Terbaru 18 Mei 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 18 Mei 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com